Monday, April 18, 2016

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ)) ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً)) ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً* يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً))

أَمَّا بَعْدُ :

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

Ma’asyiral mukminin,
Rab kita, Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,

هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَن تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ*تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ

“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa.” (QS. Asy-Syu’ara: 221-222).
Setan telah membentuk pasukannya di muka bumi ini dari kalangan penyihir dan dukun. Mereka adalah orang-orang yang memainkan peranan kekufuran. Setan telah “menjelma” dalam diri mereka. Berbicara dengan lisan mereka. Oleh karena itu, kita lihat setan sangat cenderung pada jiwa-jiwa seseorang yang mempelajari ilmu perdukunan atau sihir ini. Karena mereka telah berbaur dengan kejelekan dan ridha dengannya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ

“Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” (QS. Al-An’am: 121).
Dan sungguh mereka telah merelakan diri mereka terjerembab di jalan kesesatan. Para dukun dan tukang sihir itu ridha kalau jiwa mereka telah terkotori dengan dosa dan kesyirikan. Mereka telah berkubang dengan perbuatan najis. Dan mempraktikkannya di tempat-tempat yang kotor pula. Mereka benci mendengar Alquran dan lari dari tempat-tempat yang dibacakan Alquran. Mereka menyembelih hewan dengan menyebut nama selain Allah‘Azza wa Jalla. Mereka tidak bersuci apalagi berwudhu. Mereka disifati dengan pandir dan sesat, dusta dan penipu. Setiap praktik sihir yang mereka lakukan pasti sebelumnya mereka mempersembahkan sesuatu bentuk ibadah kepada setan. Mereka cemari diri mereka dengan sesuatu yang kotor dan merusak. Mereka hinakan pribadi mereka dengan kejelekan dan musibah. Semakin hari, semakin bertambahlah kecintaan mereka terhadap kejelekan. Akhirnya mereka pun kian jauh dari Allah. Allah Ta’ala berfirman,

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong.” (QS. Al-Maidah: 42).
Bagi mereka kehinaan dan kerendahan.
Di dalam syariat kita, terdapat ayat dan hadits yang menjelaskan tentang ancaman keras terhadap perdukunan. Di dalam syariat, dukun dikenal dengan dua jenis. Ada yang namanya ‘arraf, yaitu mereka yang mengaku mengetahui sesutu yang gaib yang telah terjadi, namun tidak diketahui orang. Misalnya ketika ditanyakan kepada mereka siapa yang mencuri barang ini, maka mereka akan menjawab fulan yang mencurinya. Dan ada pula yang namanya kahinyaitu mereka yang mengaku mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok.
Kahin adalah orang-orang yang memiliki jiwa yang jahat. Mereka mengabdikan diri, bertanya, dan meminta pendapat para jin. Ketika menghadapi suatu persoalan, maka mereka meminta petuah para jin. Dan jin pun memberikan masukan kepada para kahin ini.
Sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, sangat banyak terdapat dukun. Di antara mereka ada yang mengaku bahwa mereka adalah pengikut jin dan jin itu memberi kabar kepada mereka. Di antara mereka ada yang mengaku mengetahui perkara-perkara yang telah terjadi di masa yang lalu, dan juga tahu penyebab-penyebab terjadinya. Mereka inilah yang disebut ‘arraf. Mereka mengaku mengetahui pencurian, tempat-tempat rahasia, dll.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus menjadi Rasul, kesaktian para ‘arraf ini berkurang. Berita-berita dari jin yang mereka dapatkan tidak lagi sehebat sebelumnya. Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala menjaga langit dengan bintang-bintang pelontar. Dahulu jin mendengar kabar dari langit kemudian mengabarkannya kepada para dukun. Kemudian jin-jin itu dilempari dengan bintang-bintang pelontar itu sehingga sedikit kabar yang sampai kepada para dukun.
Di zaman sekarang, para dukun dan tukang sihir ini sering berpenampilan seorang yang agamis. Mereka disebut wali, kiyai, atau ustadz. Banyak orang-orang yang tertipu dengan penampilan mereka ini. Orang-orang awam menyangkanya seorang wali Allah, padahal mereka sejatinya adalah wali setan. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَيَوْمَ يِحْشُرُهُمْ جَمِيعاً يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ الإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ

“Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): “Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia”, lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain).” (QS. Al-An’am: 121).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam para dukun. Beliau menjelaskan ganjaran bagi mereka. Karena mereka telah lancang menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal gaib yang hanya Allah Jalla wa ‘Ala saja yang mengetahuinya. Hukuman bagi mereka yang bertanya adalah tidak dihitung pahala shalatnya selama 40 hari. Sementara para dukun dan penyihir ini, hukuman mati untuk mereka. Oleh karena itu, para dukun dan tukang sihir ini harus menjadi musuh bersama. Tidak boleh mendatangi mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi kahin atau ‘arraf dan membenarkan apa yang yang ia katakan maka sungguh telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad).
Di dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebuah ancaman yang berat bagi mereka yang mendatangi para dukun, bertanya kepada mereka tentang hal-hal gaib, kemudian membenarkannya merupakan sebuah bentuk kekufuran terhadap wahyu yang diturunkan kepada beliau. Karena wahyu telah menjelaskan bahwasanya hanya Allah saja yang mengetahui perkara-perkara gaib.
Wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk mencegah peraktik sihir dan perdukunan ini untuk melakukan segala daya dan upaya agar perbuatan ini dihentikan, terutama bagi mereka yang duduk di pemerintahan.
Dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم

“Bukan dari golongan kami, orang yang percaya kepada nasib sial dan yang minta diramal tentang nasib sialnya atau yang melakukan praktik dukun dan yang didukuni atau yang menyihir atau yang meminta bantuan sihir, dan barang siapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al Bazzar).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebuah ancaman yang keras bagi mereka yang berpaling dari syariat Allah ‘Azza wa Jalla. Seperti berkeyakinan sial atau hoki dan mendatangi dukun serta membenarkan ucapannya. Atau siapa saja yang mengaku mengetahui yang gaib, baik dinamakan wali, kiyai, ustadz. Tidak ada yang mengetahui hal gaib kecuali Allah
Ada pula di antara orang-orang yang menulis hurfuf-huruf dan angka-angka untuk meramalkan sesuatu.
Menulis huruf atau angka hukumnya dibagi menjadi dua:
Pertama: diperbolehkan. Jika hal itu dipelajari untuk menghitung.
Kedua: diharamkan. Apabila mempelajari angka-angka tersebut hanya bertujuan untuk mempelajari dan mengaku mendapat ilmu gaib. Menghitung-hitung pergerakan bintang kemudian menentukan nasib dan kejadian yang akan terjadi di bumi. Yang demikian masuk ke dalam hukum mempelajari ilmu perdukunan.

اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.
أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Ma’asyiral muslimin,
Kita lihat para tokoh-tokoh sihir, pengaruh sihir mereka akan berdampak pada orang-orang yang lemah hatinya. Atau yang jiwanya cenderung kepada syahwat. Karena itulah, umumnya orang-orang yang terkena pengaruh sihir adalah mereka yang lemah agama dan tawakalnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka yang tidak ambil bagian dalam perkara-perkara ilahi. Atau mereka yang jauh dari tuntunan dzikir-dzikir nabawi.
Dan sihir itu tidak akan berpengaruh kepada seseorang kecuali atas izin dan kehendak dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam firman-Nya,

وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ

“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah: 102).
Mereka para tukang sihir dan dukun menyembah sesuatu yang lemah, yang tidak bisa membuka pintu yang tertutup dan tidak pula mampu membuka bejana yang tertutup. Mereka menyembah sesuatu yang lari terbirit-birit tatkala mendengar adzan dan dzikrullah ‘Azza wa Jalla.
Tukang sihir dan dukun itu telah menghinakan diri mereka kepada setan. Mereka telah merusak diri mereka. Menggelapkan hati mereka. Dan menghancurkan pondasi akhlak yang mereka miliki. Mereka lakukan itu semua dengan bersungguh-sungguh melewati rintangan kesulitan. Padahal apa yang mereka usahakan itu adalah jalannya setan, merendahkan diri padanya, dan mencari ridha setan tersbut. Di sisi Allah kelak mereka akan mendapatkan kerugian dan penyesalan. Yang mereka temui hanyalah musibah dan bencana. Allah ‘Azza wa Jallan telah menafikan mereka dari kemenangan dengan firman-Nya,

وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى

“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaha: 69).
Mereka tidak akan menang dan berhasil dari sisi manapun mereka datang.
Kemampuan tukang sihir itu sangat terbatas. Mereka tidak bisa memberhentikan matahari, menjatuhkan bintang, tidak juga mampu mengeluarkan apa yang ada di muka bumi. Wajib bagi seorang muslim untuk terus memperkokoh keimanan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari segala syubhat dan hal-hal yang membuatnya ragu. Melepaskan diri mereka dari segala khurofat. Menyingkirkan awan kelam yang meragukan.
Jangan sampai seorang hamba tertipu oleh setan. Jangan sampai setan berhasil menghembuskan keraguan kepada mereka. Apalagi sampai gandrung dengan penyakit sihir ini. Seseorang dalam kehidupan ini akan berhadapan dengan berbagai penyakit yang menimbulkan keraguan pada imannya. Mereka bisa saja terperosok ke dalamnya karena dosa-dosa yang mereka lakukan. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS: Asy-Syura: 30).
Wajib bagi seseorang untuk mengumpulkan tekad yang kuat sehingga ia bisa bertaubat dan kembali beramal shaleh. Menjadikan penguasa timur dan barat, Allah Ta’ala, sebagai tempat berserah diri. Bermunajat kepada-Nya di akhir malam dan diujung siang. Kemudian meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia. Meniti jejak para hamba yang shaleh dalam bertawakal kepada Allah, kembali kepada-Nya, dan memohon kebutuhan dari-Nya. Tidak lupa kita menempuh usaha-usaha yang dibenarkan dalam setiap hal yang kita inginkan. Inilah jalan kesuksesan dunia dan akhirat.
Kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla keselamatan dan penjagaan dari-Nya.

وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.

اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .

عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .


Wednesday, April 13, 2016

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .

أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى، وَاعْلَمُوْا أَنَّ تَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا هِيَ أَسَاسُ الفَلَاحِ وَعُنْوَانُ السَعَادَةِ فِي الدُنْيَا وَالآخِرَةِ، وَتَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَعْمَلَ العَبْدُ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ يَرْجُوْ ثَوَابَ اللهِ، وَأَنْ يَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ يَخَافُ عِقَابَ اللهِ.

Kaum muslimin rahimani warahimakumullah,
Suatu komponen bangsa yang tidak bisa tidak, mesti ada adalah adanya pemimpin dan ada pula rakyat. Inilah unsur pokok yang membangun suatu bangsa. Pemimpin tidak akan mampu membangun bangsa dengan baik jika rakyatnya tidak turut serta memberikan dukungan yang positif dan memiliki perhatian terhadap tanah airnya. Oleh karena itu, tidak jarang para pemimpin mengkampanyekan slogan-slogan kebersamaan agar rakyat pun turut sadar sebuah bangsa tidak bisa dibangun oleh pemimpin seorang diri.
Banyak rakyat yang hanya menunggu dan menuntut. Pemimpin harus kreatif, tapi mereka sendiri orang-orang yang pasif. Pemimpin harus berani, tapi rakyat adalah mereka yang sulit diatur dan diedukasi. Pemimpin harus amanah, tapi ketika kejujuran ditetapkan, merekalah yang pertama kali protes karena merasa ketat dan kaku.
Sebuah komunitas atau lebih besar lagi sebuah negara, akan mengalami kekacauan dan kerusakan jika tidak ada pemimpin walaupun satu hari saja. Dikatakan oleh orang-orang terdahulu, meskipun pemimpinnya jahat dan memerintah selama enam puluh tahun dengan kejahatan, itu masih lebih baik daripada sehari umat hidup tanpa seorang pemimpin.
Dengan demikian pemimpin dan rakyat harus memiliki sinergi.
Dalam hal ini Allah telah mengatur hak dan kewajiban masing-masing dengan firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴿٥٨﴾يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 58-59).
Ibadallah,
Menurut para ulama, ayat pertama berkaitan dengan kewajiban pemimpin, yaitu harus menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila mengadili orang-orang yang dipimpin, harus mengadili dengan adil. Sedangkan ayat kedua turun berkenaan dengan kewajiban orang-orang yang dipimpin, yaitu mereka harus menaati perintah serta ketetapan pemimpin, selama perintah atau ketetapan itu bukan kemaksiatan. Apabila perintah atau ketetapan pemimpin adalah kemaksiatan, maka kemaksiatan itu tidak boleh di taati. Jika mereka memperselisihkan sesuatu, maka harus dikembalikan kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun jika pemimpin tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah dan tidak adil, maka umat tetap mentaati perintah pemimpin yang tidak berbentuk kemaksiatan. Sebab mentaati pemimpin termasuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Umat harus tetap menunaikan kewajiban mereka kepada pemimpin sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Selanjutnya, pada kondisi tertentu, suatu bangsa akan mengalami kendala-kendala internal. Kondisi ini secara umum menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah terbagi menjadi 4 kondisi:
Pertama: Kondisi prima, yaitu pada saat benteng keimanan umat (rakyat) serta ketahanan kekuasaan dalam keadaan kuat. Ini merupaan kondisi ideal. Sebab semuanya akan berjalan sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.
Kedua: Saat benteng keimanan umat serta ketahanan kekuasaan dalam keadaan lemah semuanya. Ini adalah kondisi paling parah dan paling berbahaya bagi bangsa; bagi pemimpin dan bagi umat yang dipimpin. Sebab jika hal itu terjadi maka kekacauan akan merajalela. Rakyat tidak memiliki keimanan hingga berbuat tanpa kendali syariat, sedangkan kekuasaan tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan tindakan rakyat.
Katiga: Pada saat benteng keimanan rakyat lemah, tetapi ketahanan kekuasaan dalam keadaan kuat. Ini merupakan kondisi pertengahan. Sebab bila ketahanan kekuasaan kuat, maka hal itu secara lahiriah akan lebih baik bagi umat. Jika kekuatan kekuasaan hilang pada kondisi ini, maka umat akan terpuruk dalam instabilitas dan kejahatan.
Keempat: Ketika ketahanan keimanan rakyat kuat, tetapi kekuatan kekuasaan dalam keadaan lemah, maka kondisi secara lahiriah lebih rendah daripada kondisi ketiga. Tetapi dalam hubungan antar seorang manusia dengan Allah, akan lebih baik dan lebih sempurna daripada kondisi ketiga.
Dengan demikian jika kondisi prima, paling ideal dan paling sempurna suatu bangsa tidak dapat dicapai secara utuh, maka tidak berarti mengabaikan sisi-sisi tertentu, misalnya membangun keimanan umat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, supaya tindakan umat yang dipimpin dapat membantu terciptanya kondisi negeri yang lebih baik.
Artinya, jika kondisi suatu negeri tidak memiliki wibawa penuh karena kekuasaan dikendalikan oleh orang-orang yang kurang memiliki ketaqwaan, maka paling tidak harus tercipta kondisi masyarakat yang beriman. Dan itu adalah tugas para da’i dan orang-orang ‘alim dalam ilmu-ilmu syar’i untuk membawa masyarakat kembali pada ajaran Islam yang benar. Dengan memahami ajaran Islam yang benar, mereka akan tetap berusaha menjaga kewibawaan para pengendali dan penguasa negeri, serta mentaatinya dalam hal-hal yang tidak menyimpang dari syariat. Masyarakat tidak berebut adu suara keras melakukan kritik-kritik bebas, baik melalui media cetak, media elektronik, situs-situs internet, unjuk rasa maupun mimbar-mimbar yang sebenarnya justeru tidak banyak memecahkan masalah. Keimanan yang benar kepada Allah akan mencegah masyarakat melakukan tindakan yang kontra produktif.
Meskipun negeri tidak berada pada puncak Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur (negeri yang gemah ripah, adil, makmur dan selalu dalam naungan ampunan Allah) tetapi paling tidak, tetap tidak keluar dari lingkaran keamanan dan kesejahteraan, karena warganya adalah warga yang beriman, mengerti hak-hak serta kewajibannya dan tidak pernah menuntut apa yang bukan haknya. Tidak menjadi negeri yang penduduknya suka main hakim sendiri, tanpa sopan santun, tanpa syukur ni’mat yang justeru menyebabkan negeri menjadi makin kacau.

فَنَسْأَلُ اللهَ الكَرِيْمَ بِأَسْمَائِهِ الحُسْنَى وَصِفَاتِهِ العُلْىَ أَنْ يَحْفَظَ نِسَاءَنَا وَنِسَاءَ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ شَرٍّ وَبَلَاءٍ وَأَنْ يَجْنِبْهُنَّ الفِتَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَأَنْ يَرُدَّ كَيْدَ مَنْ أَرَادَ بِهِنَّ شَرّاً فِي نَحْرِهِ إِنَّهُ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ وَهُوَ أَهْلُ الرَّجَاءِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى، فَإِنَّ تَقْوَى الله جَلَّ وَعَلَا هِيَ خَيْرُ زَادِ يُبَلِّغُ إِلَى رِضْوَانِ اللهِ، وَهِيَ وَصِيَّةُ اللهِ لِلْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ مِنْ خَلْقِهِ، وَهِيَ وَصِيَةُ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُمَّتِهِ، وَهِيَ وَصِيَة ُالسَّلَفِ الصَالِحِ فِيْمَا بَيْنَهُمْ، وَنَسْأَلُ اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَجْعَلَنَا جَمِيْعًا مِنْ أَهْلِ التَّقْوَى وَأَنْ يُوَفِقَنَا لِتَحْقِيْقِهَا .

Ibadallah,
Negara –dalam hal ini pemimpin- memang berkewajiban menjamin pendidikan, agama, pekerjaan, dan hak-hak lainnya dari para rakyat. Namun jangan lupa rakyat pun memiliki kewajiban terhadap pemimpinnya. Kaidah umum yang sudah disepakati bersama adalah kewajiban lebih didahulukan daripada menuntut hak.
Cobalah kita renungkan, sudahkan kita melakukan kewajiban terhadap pemimpin-pemimpin kita sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Mereka berhak diberikan loyalitas. Bahkan salah satu rahasia kesuksesan dan jayanya negeri-negeri Islam di zaman dahulu adalah rakyatnya mendoakan kebaikan kepada pemimpin mereka. Rakyatnya memohonkan kepada Allah agar pemimpinnya diberikan petunjuk dan bimbingan dalam kebenaran. Namun di zaman sekarang, pemimpin-pemimpin malah dicela di mimbar-mimbar. Nas’alullah at-taufiq..
Ibadallah,
Di antara kita ada yang cinta buta kepada pemimpin sehingga mereka melihat kesalahan pada pemimpin adalah sebuah kebenaran pula. Dan yang lain ada yang yang begitu benci kepada pemimpin sehingga segala yang dilakukan pemimpin semua salah di matanya. Lalu mereka menyebarkan aibnya di mana-mana.
Kaum muslimin, renungkanlah. Pemimpin kita tidak butuh pembenaran atas semua yang ia lakukan. Karena mereka butuh nasihat dengan cara yang hikmah. Mereka juga tidka butuh celaan yang brutal. Karena mereka butuh doa. Kita saja, para kepala keluarga, butuh doa dari istri dan anak kita agar bisa memimpin bahtera rumah tangga dengan baik. Agar bisa bermuamalah dengan istri dan anak dengan cara yang penuh kasih. Agar bisa memenuhi kebutuhan mereka semua. Itu sekala kecil, rumah tangga. Tentu mengurus negara butuh doa yang lebih besar dan lebih banyak dari rakyatnya.
Oleh karena itulah kaum muslimin, kita perlua pula memperbaiki diri kita agar masyarakat semakin baik. Jika masyarakat baik, maka negara pun akan menjadi baik, stabil, dan maju. Kemudian kita juga harus mendoakan pemimpin-pemimpin kita. Jika mereka mendapat petunjuk, yang menikmati kepemimpinannya juga kita sebagai rakyat.

وَصَلُّوْا – رَحِمَكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

للَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.

اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .

Oleh tim KhotbahJumat.com


Translate

Popular Posts