tag:blogger.com,1999:blog-61977938134122128662024-02-20T04:59:47.307-08:00Khutbah JumatKhutbah Jumat Penerang QolbuAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.comBlogger43125tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-87901352723175362932016-11-09T04:35:00.001-08:002016-11-09T04:35:00.666-08:00Memperhatikan Dan Menasehati Pemuda Untuk Sholat<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ الصَّلَاةَ رُكْنًا مِنْ أَرْكَانِ هَذَا الدِّيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ الَّذِيْ جَعَلَ بَيْنَ الإِسْلَامِ وَالكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ</p>
<p dir="rtl">{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}</p>
<p dir="rtl">{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}</p>
<p dir="rtl">{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا }</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ..</p>
<p dir="rtl">فَإِنَّ خَيْرَ الكَلَامِ كَلَامُ اللهِ وَخَيْرَ الهُدَى هَدْيُ رَسُوْلِ اللهِ وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,<br>
Sesungguhnya kewajiban-kewajiban yang menjadi bagian dari syariat Islam, semuanya disyariatkan kepada Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> saat beliau berada di bumi. Kecuali satu kewajiban, yang diwahyukan kepada beliau setelah beliau menembus lapisan-lapisan langit. Kewajiban tersebut adalah kewajiban shalat lima waktu sehari semalam.<br>
Shalat diwahyukan kepada beliau tatkala beliau telah menempuh perjalanan hingga langit ketujuh. Hal ini menunjukkan betapa agung dan pentingnya kedudukan shalat dalam Islam. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ</p>
<p dir="rtl">“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11).<br>
Dari ayat ini dapat kita pahami, jika orang-orang sama sekali meninggalkan shalat, maka dia bukan saudara seagama bagi umat Islam lainnya. Dalam ayat yang lain Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman tentang siapakah yang akan menjadi penghuni Saqar.</p>
<p dir="ltr">مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ . قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ</p>
<p dir="rtl">“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (QS. Al-Mudatstsir: 42-43).<br>
Hal lainnya yang menunjukkan betapa besar dan agung kewajiban shalat ini adalah syariat tidak memberi dispensasi bagi seseorang untuk meninggalkan shalat walaupun mereka sedang berperang melawan orang-orang kafir. Hanya saja mereka mendapatkan keringanan dalam penunaiannya, yaitu dengan melakukan shalat khauf (shalat dalam kondisi mencekam).<br>
Dari Jabir <i>radhiallahu ‘anhu</i>, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ</p>
<p dir="rtl">“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim).<br>
Dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, juga ash-habu-s sunan, dari Buraidah<i>radhiallahu ‘anhu</i>, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ</p>
<p dir="rtl">“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah).<br>
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-Ash, Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوراً وَبُرْهَاناً وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَىِّ بْنِ خَلَفٍ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang selalu menjaganya (shalat), maka baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat, sedangkan yang tidak menjaganya maka tidak ada baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat, dan pada hari kiamat akan bersama Karun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad).<br>
Dari Ali <i>radhiallahu ‘anhu</i>, ia berkata, “Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> adalah ‘Shalat, sahalat, dan bertakwalah kalian kepada Allah dalam permasalahan budak-budak yang kalian miliki”. (HR. Ahmad).<br>
Begitu intens dan ketatnya syariat dalam permasalahan shalat ini, menunjukkan pentingnya shalat dalam syariat ini. Oleh karena itu, para sahabat Nabi sangat tegas dalam perihal terkait ibadah shalat. Sampai-sampai Umar bin al-Khattab mengatakan,</p>
<p dir="ltr">لَا إِسْلَامَ لِمَنْ لَا صَلَاةَ لَهُ</p>
<p dir="rtl">“Tidak ada bagian dari Islam, bagi orang yang tidak mengerjakan shalat.”<br>
Abdullah bin Mas’ud berkata,</p>
<p dir="ltr">لَا دِيْنَ لِمَنْ لَمْ يُصَلِّ</p>
<p dir="rtl">“Tidak ada bagian dari agama, orang yang tidak mengerjakan shalat.”<br>
Abdullah bin Syaqiq al-‘Uqaili <i>radhiallahu ‘anhu</i> berkata, “Sahabat Muhammad<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> memandang, tidak ada amalan yang menyebabkan kekufuran jika ditinggalkan, kecuali shalat.”<br>
Dengan demikian, saudara-saudaraku seiman,<br>
Hendaknya kita memperhatikan shalat kita. Hendaknya kita bersungguh-sungguh memacu diri-diri kita untuk menunaikan rukun Islam yang agung ini. Ia adalah tiang yang menyebabkan berdirinya bangunan agama seseorang.<br>
Semoga Allah memberi kita taufik dalam menjaga shalat-shalat kita.</p>
<p dir="ltr">أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ<br>
أما بعد:</p>
<p dir="rtl">Abdullah bin Umar <i>radhiallahu ‘anhuma</i> meriwayatkan bawah Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ</p>
<p dir="rtl">“Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah (bagi yang mampu, pen), (5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Muslim).<br>
Hadits ini menerangkan tentang mulianya kedudukan shalat dalam Islam. Keagungan shalat juga bisa kita ketahui bahwa lima waktu yang kita kerjakan dinilai 50 kali shalat oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
Setelah kita mengetahui kedudukan shalat dan betapa agungnya shalat dalam Islam. Mari kita saksikan realita, kondisi kaum muslimin dalam mendudukkan shalat pada diri mereka. Banyak di antara saudara-saudara kita umat Islam, tidak shalat berjmaah di masjid bersama kaum muslimin lainnya. Mereka mendengar adzan dikumandangkan, iqomah ditegakkan, bahkan suara bacaan ayat Alquran yang dilantunkan oleh imam, namun mereka tidak shalat bersama kaum muslimin. Mereka disibukkan dengan kegiatan dan aktivitas dunia mereka.<br>
Sayang sekali, umat Islam meninggalkan shalat berjamaah di masjid, padahal pahala yang Allah sediakan untuk mereka sangatlah besar.<br>
Kondisi lainnya, ada sebagian umat Islam yang mengerjakan shalat keluar dari waktunya. Dan ini termasuk dosa besar yang harus dijauhi. Allah <i>Ta’ala</i>berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا</p>
<p dir="rtl">“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59).<br>
Tentang ayat ini, ada yang bertanya kepada sahabat Nabi, Saad bin Waqqash, “Apakah yang dimaksudkan ayat itu adalah orang-orang yang meninggalkan shalat?” Saad menjawab, “Jika mereka meninggalkan shalat (sama sekali <i>pen.</i>), maka mereka keluar dari Islam. (Maksud ayat ini) Mereka yang mengakhirkan waktu, saat mengerjakan shalat”.<br>
Jadi, ayat ini adalah peringatan bagi orang-orang yang mengerjakan shalat, namun mereka melakukan kelalaian dengan mengakhirkan penunaiannya. Adapun al-ghayya pada akhir ayat, maksudnya adalah sebuah lembah di Jahannam. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud.<br>
Semoga Allah melindungi kita dari keburukan yang demikian.<br>
Ini adalah ancaman bagi orang-orang yang mengerjakan shalat, hanya saja mereka kerjakan saat keluar dari waktunya. Saudaraku seiman, lalu bagaimana kiranya dengan orang-orang yang tidak mengerjakan shalat selama satu minggu? Atau dua minggu? Satu bulan? Atau dua bulan? Dalam waktu selam itu mereka tidak bersujud kepada Allah. Mereka tidak menunaikan shalat.<br>
Saudaraku seiman,<br>
Masalah ini adalah masalah yang besar, namun sayangnya menyebar di kalangan umat Islam, pemuda-pemuda yang meninggalkan shalat. Tentu saja kita orang yang mengerjakan harus mengoreksi diri. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya ajakan kita kepada anak-anak kita, kurangnya masukan dan nasihat kita kepada para pemuda, dan kurangnya kita dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.<br>
Saudaraku seiman,<br>
Hendaknya kita bertakwa kepada Allah. Kita ajak saudara-saudara kita sesama muslim untuk mengerjakan shalat. Dan bagi mereka yang tidak mengerjakan shalat, hendaklah takut kepada Allah. Karena kita semua, akan berdiri di hadapan Allah kelak. Demi Allah, saat itulah penyesalan yang mendalam akan hadir. Penyesalan saat kenikmatan dunia sudah lepas dari kita dan ruh kita terlah berpisah dari raga dan keluarga. Saat kita dimakamkan, seorang diri dalam liang kubur. Kemudian Allah akan membangkitkan dan mengumpulkan kita.<br>
Apa yang akan kita katakana kepada Allah? Alasan apa yang akan kita ajukan untuk membela diri karena meninggalkan shalat? Maka sibukkanlah diri dengan amal. Ingatlah lima perkara, sebelum datang lima perkara lainnya. Manfaatkanlah kehidupan, sebelum datang kematian.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)), وَقَالَ عَلَيْهِ الصَلَاةُ وَالسَلَامُ : ((رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ)) ، وَلِهَذَا فَإِنَّ مِنَ البُخْلِ عَدَمُ الصَّلَاةِ وَالسَلَامِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ ذِكْرِهِ صلى الله عليه وسلم.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ وَفِّقْنَا وَالمُسْلِمِيْنَ أَجْمَعِيْنَ لِلصَّلَاةِ عَلَى خَيْرٍ حَالٍ .اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَسَابِقِيْنَ فِي الصَّلَاةِ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ اجْعَلْ قُلُوْبَنَا حَاضِرَةٌ خَاشِعَةٌ عِنْدَ الصَّلَاةِ. اَللَّهُمَّ وَفِّقِ الْمُسْلِمِيْنَ بِأَنْ يُصَلُّوْا لِرَبِّهِمْ، اَللَّهُمَّ مَنْ كَانَ تَارِكًا لِلصَّلَاةِ أَوْ مُقَصِّرًا فِيْهَا فَوَفِّقْهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَيْكَ وَ يَتُوْبُ .</p>
<p dir="rtl">وَقُوْمُوْا إِلَى صَلَاتِكُمْ يَرْحَمُكُمُ اللهُ.</p>
<p dir="rtl">Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Aziz ar-Rais<br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-54535062458279086812016-10-30T02:24:00.001-07:002016-10-30T02:24:01.331-07:00Nabi Muhamad dan Tanda Ke Rasulannya<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْحَقِّ اْلمُبِيْنِ وَأَيَّدَهُ بِاْلآيَاتِ اْلبَيِّنَاتِ لِتَقُوْمَ الْحُجَّةُ عَلَى الْمُعَانِدِيْنَ: {لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ وَإِنَّ اللهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ }وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه إِلَهُ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,<br>
Segala puji bagi Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang telah mengutus utusan-Nya dengan membawa kebenaran serta bukti yang sangat nyata. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> semata, tidak ada tandingan bagi-Nya dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad n adalah hamba dan utusan-Nya, penutup para nabi yang tidak ada nabi setelahnya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan kaum muslimin yang mengikuti petunjuknya.<br>
Hadirin rahimakumullah,<br>
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dengan membenarkan semua berita yang sahih yang datang dari Rasul-Nya. Marilah kita senantiasa mengingat bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> telah mengutus para rasul-Nya sebagai pemberi kabar gembira sekaligus pemberi peringatan bagi para hamba-Nya. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk membela dirinya dari kesalahankesalahan yang dilakukannya setelah diutusnya para rasul. Bahkan, Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menguatkan para rasul-Nya dengan tanda-tanda kenabian yang membenarkan ajaran yang dibawanya. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. al-Hadid: 25)<br>
Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَا مِنَ ا نْألَْبِيَاءِ مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ قَدْ أُعْطِيَ مِنَ ا يْآلَاتِ مَا مِثْلُهُ آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ</p>
<p dir="rtl">“Tidak ada seorang nabi pun kecuali diberikan (kepadanya) tanda-tanda (bukti kenabian) yang dengan semisal itu manusia beriman.” (HR. Muslim)<br>
Dari ayat dan hadits tersebut, kita mengetahui bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>menguatkan kebenaran para rasul-Nya dengan tanda-tanda kenabian atau mukjizat sehingga tegaklah hujah bagi orangorang yang menentang ajaran mereka. Di sisi lain, akan membuat orang yang beriman semakin yakin dan menerima kebenaran yang dibawa oleh para rasul.<br>
Jamaah Jumat rahimakumullah,<br>
Di antara bukti nyata yang Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berikan kepada para rasul-Nya, bahkan termasuk tanda-tanda kenabian yang paling besar, adalah mukjizat yang diberikan kepada pemimpin sekaligus penutup para nabi, yaitu nabi kita Muhammad n. Tanda-tanda kenabian atau yang disebut dengan mukjizat tersebut ada yang sifatnya kauniyah dan ada pula yang sifatnya syar’iyah. Di antara tanda kenabian yang sifatnya syar’iyah adalah mukjizat yang berupa Alquran. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> telah menyatakan kepada orang-orang yang meminta bukti nyata tentang kebenaran Rasul yang paling mulia ini di dalam firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ</p>
<p dir="rtl">“Apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Alquran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-‘Ankabut: 51)<br>
Hadirin rahimakumullah,<br>
Memang benar bahwa Alquran adalah mukjizat terbesar. Sebab, ia diturunkan sebagai pembenar bagi kitabkitab yang sebelumnya dan menjadi hakim yang memutuskan ketetapan hukum Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> serta menghapus berlakunya kitab-kitab sebelumnya. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ</p>
<p dir="rtl">“Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai hakim terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. al-Maidah: 48)<br>
Hadirin rahimakumullah,<br>
Demikianlah, Alquran adalah kitab suci yang kandungan ajarannya menyeluruh untuk seluruh manusia hingga akhir zaman serta akan senantiasa tepat dan sesuai, kapan dan di mana pun. Kandungannya berisi berita dan kisah yang penuh dengan hikmah, berisi hukum-hukum yang sempurna dan penuh keadilan, yang sangat dibutuhkan untuk kebaikan individu dan masyarakat. Begitu pula saat dibaca, Alquran memiliki keindahan yang luar biasa dari sisi kalimat atau lafadznya sehingga tidak membosankan pembacanya dan mampu memberikan pengaruh yang besar bagi orang-orang yang bertadabur saat membacanya.<br>
Hadirin rahimakumullah,<br>
Oleh karena itu, kita harus benarbenar memahami bahwa di hadapan kita ada Alquran yang merupakan kitab suci yang sangat agung. Kitab yang berisi petunjuk kepada jalan yang lurus. Kitab yang merupakan kalam Allah yang tidak ada sedikit pun kesalahan di dalamnya. Sudah semestinya kita mempelajari dan mengamalkan kitab yang mulia ini. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ () لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka (baik) secara diam-diam maupun terangterangan. Mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30)<br>
Demikian keutamaan seseorang yang memiliki sifat sebagaimana tersebut dalam ayat di atas, di antaranya adalah msenantiasa membaca Alquran. Diantelah melakukan perniagaan dengan nkeuntungan yang dijamin oleh Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> tidak akan mengalami kerugian.<br>
Jamaah Jumat rahimakumullah,<br>
Termasuk mukjizat yang menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> adalah syariat Islam yang dibawanya. Sebab, syariat tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan, baik yang berkaitan dengan hubungan terhadap Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> maupun yang mengatur hubungan sesama manusia. Jadi, semua yang dibutuhkan untuk kebaikan manusia, baik yang berkaitan dengan akidah, ibadah, maupun akhlak serta adab, ada dalam syariat yang mulia ini. Oleh karena itu, seandainya seluruh manusia berkumpul untuk membuat syariat yang serupa dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> maka mereka tidak akan mampu untuk mewujudkannya. Hal ini tentu menunjukkan bukti nyata bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> adalah syariat yang benar-benar datang dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
Saudara-saudaraku rahimakumullah,<br>
Dengan demikian, di hadapan kita ada syariat yang sempurna dan penuh dengan keadilan. Syariat yang merupakan tanda kenabian dan menunjukkan kebenaran Nabi kita Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ</p>
<p dir="rtl">“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. al-Maidah: 50).<br>
Maka dari itu, sudah semestinya kaum muslimin mengikuti syariat Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dan meninggalkan aturan yang bertentangan dengan syariat-Nya. Kaum muslimin wajib meyakini bahwa kebenaran dan keadilan hanya ada pada syariat Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Adapun aturan yang bertentangan dengannya adalah aturan yang batil dan zalim. Akhirnya, mudah-mudahan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita untuk istiqamah di atas ajaran Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>hingga ajal mendatangi kita.</p>
<p dir="ltr">أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، أشْهَدُ أَنْ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِه وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كثيراً،</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,<br>
Adapun tanda-tanda kenabian yang sifatnya kauniyah, jumlahnya amat banyak. Di antaranya adalah akhlak yang ada pada diri Rasulullah n dan amal ibadah beliau yang luar biasa. Sungguh, kebenaran beliau n sebagai utusan Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> terlihat pada keluhuran akhlak beliau yang dikenal kejujuran, kebaikan, keadilan, dan kesabarannya. Seseorang yang mempelajari sirah Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> akan menjumpai bahwa beliau adalah sosok yang senantiasa menepati janji, tidak pernah sekali pun berdusta, berbuat zalim, atau berkata kotor dan berbuat nista. Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga diketahui sebagai sosok yang tidak memerintahkan satu kebaikan pun kecuali menjadi orang yang pertama kali menjalankannya.<br>
Beliau tidaklah melarang satu kejelekan pun kecuali menjadi orang yang pertama kali meninggalkannya. Begitu pula, beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>adalah pribadi yang diberi kemenangan oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> untuk mengalahkan musuh-musuh yang menentang ajaran yang dibawanya, namun tidak ada keangkuhan pada diri beliau. Ketinggian akhlak dan ibadah beliau menjadi tanda kenabian yang dengan jelas menunjukkan bahwa beliau<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> adalah utusan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
Jamaah Jumat rahimakumullah,<br>
Masih banyak lagi tanda-tanda kenabian beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Di antaranya apa yang disaksikan oleh orang-orang Quraisy setelah mereka meminta kepada Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> tanda-tanda yang menunjukkan kebenarannya, yaitu terbelahnya bulan menjadi dua hingga mereka melihat Gua Hira ada di antara keduanya. Begitu pula, termasuk tanda-tanda kenabian adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Isra’ adalah perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, dan berkumpulnya para nabi di tempat tersebut lalu Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> shalat mengimami mereka.<br>
Mi’raj adalah naiknya beliau ke langit dan bertemu serta saling mengucapkan dan menjawab salam dengan beberapa nabi pada setiap langit, hingga mencapai tempat yang bernama Sidratil Muntaha. Di sanalah beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> diajak bicara oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> meskipun tanpa melihat- Nya, untuk mendapatkan kewajiban shalat lima waktu. Sebelumnya, diwajibkan lima puluh kali dan kemudian mendapatkan keringanan setelah beliau berbolak-balik dari Nabi Musa menuju Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> untuk mendapatkan keringanan tersebut. Bahkan, pada peristiwa yang terjadi dalam satu atau sebagian malam tersebut juga diperlihatkan surga dan neraka kepada Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Semua ini adalah tanda-tanda kebesaran Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang menunjukkan kebenaran Nabi kita Muhammad<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">لَقَدْ رَأَىٰ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَىٰ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabbnya yang paling besar.” (QS. an-Najm: 18).<br>
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,<br>
Oleh karena itu, marilah kita terima dengan penuh lapang dada agama Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang telah disampaikan melalui utusan-Nya yang paling mulia, yaitu Nabi kita Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Marilah kita kedepankan wahyu yang turun kepada Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>daripada akal kita. Marilah kita tundukkan hawa nafsu kita untuk mengikuti ajaran Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Mudah-mudahan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memberikan taufik-Nya kepada kita semua.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56]</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاجْعَلْ هَذَا البَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنَّ وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي دَوْرِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَارَبَّ العَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ أَهْلَ الإِسْلَامِ بِسُوْءٍ فَجْعَلْ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ تَدْمِيْرُهُ يَاسَمِيْعُ الدُّعَاءِ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ صَلَاتَنَا وَصِيَامَنَا وَدُعَائَنَا اَللَّهُمَّ لَا تَرُدْنَا خَائِبِيْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابِ رَبَّنَا اغْفِرْ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ أَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ</p>
<p dir="rtl">لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">Oleh Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.<br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-60110405956678008372016-10-28T17:07:00.001-07:002016-10-28T17:07:19.359-07:00Manfaatkan Kesempatan Sebelum Datang Keterlambatan<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا وَجَعَلَ فِي العُمْرِ فُسْحَةٍ، وَفِي الْحَيَاةِ مُهْلَةٍ، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ – وَأَشْكُرُهُ عَلَى كُلِّ نِعْمَةٍ وَقُرْبَةٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ جَمَعَ قُلُوْبَ المُؤْمِنِيْنَ عَلَى الْمَحَبَّةِ وَالأُلْفَةِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرُ قُدْوَةٍ وَأُسْوَةٍ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْ كَانَتْ صُحْبَتُهُمْ لِنَبِيِّهِمْ أَجَلَّ صُحْبَةٍ وَأَعْظَمُ فُرْصَةٍ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">فَأُصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا</p>
<p dir="rtl">Kehidupan merupakan kesempatan, dan kehidupan berisi kesempatan-kesempatan yang silih berganti yang tidak terhingga. Allah menjalankan hamba-hambaNya dalam kesempatan-kesempatan tersebut, kesempatan-kesempatan yang bervariasi, selalu hadir dalam segala bidang. Ada kesempatan yang akhirnya merubah arah kehidupan, ada kesempatan yang mendatangkan perubahan kehidupan menjadi lebih baik bagi orang yang menggunakan kesempatan tersebut dan mengembangkannya.<br>
Sebagian kesempatan tidak terulang lagi. Sebagian salaf berkata :</p>
<p dir="ltr">إذا فُتح لأحدكم بابُ فليُسْرعْ إليه، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي مَتَى يُغلَقُ عَنْهُ</p>
<p dir="rtl">“Jika dibukakan bagi seorang dari kalian pintu kebaikan maka bersegeralah menuju kepadanya, karena sesungguhnya ia tidak tahu kapan ditutup pintu tersebut”<br>
Kesempatan terkadang dalam bentuk ketaatan, atau amalan kebajikan untuk membangun negeri atau pengembangan masyarakat, dan terkadang kesempatan berupa kedudukan dan jabatan untuk ia gunakan demi membantu kepada agama dan umat, dan terkadang kesempatan dalam bentuk perdagangan.</p>
<p dir="ltr">نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ مَعَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ</p>
<p dir="rtl">“Sebaik-baik harta yang baik adalah bersama hamba yang sholeh” (HR. Ibnu Hibban).<br>
Kesempatan dalam kehidupan seorang mukmin terbuka terus sepanjang hidup, tegak terus hingga saat-saat terakhir dari umurnya. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda :</p>
<p dir="ltr">إِن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا</p>
<p dir="rtl">“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Al-Bukhari di Al-Adab Al-Mufrod).<br>
Dan Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> adalah teladan yang diikuti, dengan kesiagaannya selalu, pandangan beliau yang tajam dan terang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan. Beliau selalu memotivasi dalam ketaatan, memberi dorongan kepada hamba-hamba Allah, memberi pengarahan dan tarbiyah. Suatu hari beliau membonceng Ibnu Abbas –semoga Allah meridoinya- di belakang beliau, maka beliau berkata ;<br>
“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepada engkau beberapa perkataan, jagalah Allah maka niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka niscaya engkau akan mendapati Allah di hadapanmu, jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. at-Tirimidzi).<br>
Tatkala beliau melihat tangan Umar bin Abi Salamah berkeliaran di tampan makanan, maka beliau berkata :</p>
<p dir="ltr">يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللهَ، وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ</p>
<p dir="rtl">“Wahai pemuda, ucaplah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu” (HR. al-Bukhari dan Muslim).<br>
Adapun Abu Bakar ash-Shiddiq –semoga Allah meridhoinya-, maka beliau telah bersegera dalam memanfaatkan kesempatan, maka beliau telah meraih predikat “pelopor” dalam masuk Islam. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>bersabda tentang beliau,</p>
<p dir="ltr">إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ فَقُلْتُمْ: كَذَبْتَ، وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: صَدَقَ، وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُو لِي صَاحِبِي ” –مرَّتّيْنِ-، قَالَ: فَمَا أُوذِيَ بَعْدَهَا</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Allah mengutus aku kepada kalian lalu kalian berkata : “Engkau berdusta”, adapun Abu Bakar beliau berkata, “Muhammad telah benar”, ia telah menolongku dengan jiwa dan hartanya. Maka apakah kalian tidak meninggalkan gangguan terhadap sahabatku (yaitu Abu Bakar) demi aku !! (Rasulullah mengucapkannya dua kali)”. Maka Abu Bakar tidak pernah diganggu lagi setelah itu (HR. al-Bukhari).<br>
Lihatlah Utsman bin ‘Affan –semoga Allah meridhoinya-, beliau menggunakan kesempatan keberadaan para sahabat di kota Madinah, maka beliaupun menjadikan semua orang bersatu dalam satu mushaf pada seorang imam yang disepakati oleh para sahabat, lalu jadilah imam tersebut adalah imam yang disepakati, maka Allah-pun menjaga kaum muslimin dengan sebab imam tersebut dari banyak keburukan dan perselisihan.<br>
Barangsiapa yang bersegera memanfaatkan kesempatan yang terbuka maka ia akan mendahului selainnya beberapa tingkatan. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshoor lebih afdol dari pada orang-orang yang datang setelah mereka. Dan diantara mereka ada para peserta perang Badar yang memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Dan parang sahabat yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah, berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka, memiliki keutamaan yang lebih daripada para sahabat yang melakukan hal tersebut setelah Fathu Makkah. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (١٠)أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (١١)فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (١٢)ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (١٣)وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ (١٤)</p>
<p dir="rtl">“Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al-Waqi’ah: 10-14).<br>
Kesempatan-kesempatan emas berlalu begitu cepat, karena waktunya sangat terbatas, cepat selesai, coba perhatikan perjalanan seorang yang telah tua, lihatlah begitu cepat perubahan kondisinya dari dahulunya sehat sekarang menjadi sakit, dari kaya menjadi miskin, dari rasa aman menjadi takut, dari waktu kosong kepada kesibukan, dari muda menjadi tua.<br>
Semakin ditekankan untuk memanfaatkan kesempatan di masa-masa fitnah dan musibah serta malapetaka. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>bersabda,</p>
<p dir="ltr">بَادِرُوا بالأَعْمَالِ فِتَناً كقِطَع اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِناً وَيُمْسِي كَاَفِراً، وَيُمْسِي مُؤْمناً وَيُصْبِحُ كافِراَ يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا</p>
<p dir="rtl">“Bersegaralah beramal sholeh sebelum datangnya firnah-fitnah yang seperti potongan malam yang gelap gulita, seseorang di pagi hari dalam kondisi mukmin dan di sore hari menjadi kafir, seseorang di sore hari masih mukmin dan di pagi hari menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kepentingan dunia.” (HR. Muslim).<br>
Karenanya Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mengarahkan umatnya untuk memanfaatkan kesempatan dan bersegera untuk melakukan kebaikan sebelum terlambat, maka beliau bersabda,</p>
<p dir="ltr">اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ</p>
<p dir="rtl">“Manfaatkanlah 5 perkara sebelum 5 perkara, masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum sakitmu, kecukupanmu sebelum engkau miskin, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, kehidupanmu sebelum kematianmu.” (HR. an-Nasai).<br>
Manfaatkanlah kesempatan hidupmu, barangsiapa yang mati maka terputuslah amalannya, cita-citanya terluputkan, dan pasti datang kepadanya penyesalan. Manfaatkanlah kesehatanmu, barangsiapa yang sakit maka ia tidak kuat untuk melakukan banyak amal kebajikan, lalu ia berangan-angan seandainya ia di masa sehatnya ia sholat dan puasa. Manfaatkanlah waktu luangmu sebelum engkau dikejutkan dengan berbagai macam kesibukan, kau disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari. Manfaatkanlah masa mudamu sebelum engkau tua, maka beratlah tubuhmu, anggota-anggota tubuhmu tidak kuat lagi. Manfaatkanlah masa kayamu, bersedekahlah, berinfahklah, keluarkanlah hartamu, sebelum engkau kehilangan hartamu atau hartamu pergi meninggalkanmu.<br>
Seluruh kesempatan adalah manfaat, bagaimanapun kecilnya kesempatan tersebut dalam pandanganmu, maka itu adalah keuntungan. Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ</p>
<p dir="rtl">“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikitpun meskipun hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah tersenyum.”<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga bersabda,</p>
<p dir="ltr">اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمنْ لَمْ يجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ</p>
<p dir="rtl">“Jagalah dirimu dari api neraka meskipun dengan bersedekah sepenggal butir kurma, dan barangsiapa yang tidak memiliki sesuatu untuk disedekahkan maka bersedekahlah dengan ucapan yang baik.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).<br>
Beliau juga bersabda,</p>
<p dir="ltr">إنَّ العبْدَ لَيَتَكلَّمُ بالكلمةِ مِنْ رِضْوانِ الله، لا يُلْقي لها بالاً، يرْفَعُ الله بِها دَرَجاتٍ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang diridoi oleh Allah, ia tidak memperdulikan perkataan tersebut, maka Allah mengangkatnya beberapa derajat karena kalimat tersebut.” (HR. al-Bukhari).<br>
Demikianlah kondisi seorang muslim, ia selalu memanfaatkan segala kesempatan untuk memberi bagaimanapun kecilnya, ia berusaha semaksimal mungkin meskipun pemberian tersebut sedikit. Nabi Yusuf <i>‘alaihissalam</i>menghadapi sulitnya tinggal di negeri asing, kerasnya kezoliman dalam penjara, akan tetapi ia tetap beramal kebajikan demi agama, dan ia memberi pengarahan kepada jalan kebenaran. Ia berkata,</p>
<p dir="ltr">يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (٣٩)</p>
<p dir="rtl">“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (QS. Yusuf: 39).<br>
Taubat merupakan kesempatan emas dalam kehidupan, seseorang tidak tahu kapan akan luput kesempatan tersebut dari dirinya. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣)</p>
<p dir="rtl">“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133).<br>
Dengan bertaubat maka Allah menganugerahkan kepada para hamba untuk instropeksi diri, untuk merenungkan tentang kondisi mereka, lalu mereka segera kembali kepada Allah sebelum datang kepada mereka kondisi-kondisi lemah dan petaka. Di dalam hadits:</p>
<p dir="ltr">إِنَّ صَاحِبَ الشِّمَالِ لِيَرْفَعُ الْقَلَمَ سِتَّ سَاعَاتٍ عَنِ الْعَبْدِ الْمُسْلِمِ الْمُخْطِئِ أَوِ الْمُسِيءِ، فَإِنْ نَدِمَ وَاسْتَغْفَرَ اللهَ مِنْهَا أَلْقَاهَا، وَإِلَّا كُتِبَتْ وَاحِدَةً</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya malaikat yang di kiri mengangkat penanya selama enam waktu dari seorang hamba muslim yang bersalah atau berbuat keburukan, jika sang hamba menyesal dan memohon ampunan dari dosa tersebut maka iapun tidak jadi mencatat, namun jika tidak maka dicatat satu dosa.” (HR. at-Thobroni).<br>
Dan musim-musim kebaikan merupakan kesempatan yang datang silih berganti, merupakan anugerah yang besar, yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang cerdas, musim haji mencuci dosa-dosa, umroh menebus kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, demikian juga dengan bulan Ramadhan bersama siangnya yang agung dan indahnya malam-malamnya.<br>
Menetap tinggal dan dekat dengan tempat-tempat mulia merupakan kesempatan yang berharga, karena kebaikan-kebaikan dilipat gandakan di Mekah dan Madinah. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ</p>
<p dir="rtl">“Sholat di masjidku lebih baik dari seribu sholat di masjid yang lain, kecuali al-masjid al-harom. Dan sholat di al-masjidil haram lebih baik dari seratus ribu sholat di masjid yang lainnya.” (HR. Ibnu Majah).<br>
Bahkan orang-orang yang terkena musibah, maka kesempatan mereka adalah mendapatkan pahala dalam kesabaran serta ridho dengan keputusan dan taqdir Allah.<br>
Seorang muslim yang cerdas, adalah seorang yang memiliki semangat yang tinggi, ia mengembangkan jiwanya yang bersegera, maka ia menciptakan kesempatan-kesempatan dan ia melahirkan amalan-amalan yang terarah untuk mendapatkan pahala, untuk memanfaatkan waktu dan kehidupannya, maka iapun memberi manfaat kepada dirinya, iapun menambah bekalnya, ia berkhidmah kepada negerinya dan umat-nya.<br>
Orang yang bahagia adalah orang yang menjadikan seluruh musim dalam kehidupannya sebagai kesempatan untuk menyucikan dirinya, menjadikan kehidupannya lebih baik, maka iapun bertekad dan serius serta iapun melombai waktu, bersegera menuju ketinggian. Adapun jika hilang sikap bersegera, tersebarlah sikap “berpangku tangan” maka seorang muslim akan kehilangan kesempatan-kesempatan berharga dan keberuntungan yang besar, serta akan tidak berfungsi kekuatannya, bekulah pengaruhnya di negeri dan umatnya. Hal ini menkonsekuensikan agar kita mengarahkan kehidupan kita dengan bimbingan, dengan serius dan memanfaatkan kesempatan-kesempatan, agar kita semakin maju di dunia dan semakin tinggi mulia dalam kehidupan, serta aman tenteram di hari akhirat.<br>
Barangsiapa yang menjadikan tujuan hidupnya rendah, dan nilai dirinya dalam kehidupan ini murahan, maka ia telah meluputkan dirinya dari kesempatan-kesempatan dan hanya menghabiskan kehidupannya untuk bersenang-senang dan berhura-hura, maka hari-harinya pun sirna dalam kesia-siaan, tahun-tahun yang sia-sia itulah umurnya, dan ia akan berkata tatkala di akhirat:</p>
<p dir="ltr">يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (٢٤)</p>
<p dir="rtl">“Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. (QS. Al-Fajr: 24).</p>
<p dir="ltr">بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيآتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الإِسْلَامِ، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ – وَأَشْكُرُهُ عَلَى الدَّوَامِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اَلْمُتَفَضِّلُ عَلَى عِبَادِهِ بِالصِّيَامِ وَالْقِيَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرُ مَنْ صَلَّى وَصَامَ وَقَامَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ صَلَاةً دَائِمَةً عَلَى التَّمَامِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">فَأُصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهَ، قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.</p>
<p dir="rtl">Menunda-nunda menyebabkan hilangnya kesempatan, sehingga pekerjaan yang dipikul menumpuk, menjadi lambat dan tertunda, pikiran menjadi bercabang tidak karuan, maka kesempatan-kesempatan yang terbuka dihadapannya tidak terlihat, pekerjaanpun tidak terselesaikan. Umar bin Al-Khottob –semoga Allah meridhoinya- berkata :</p>
<p dir="ltr">مِنَ الْقُوَّةِ أَلاَّ تُؤَخِّرَ عَمَلَ الْيَوْمِ إِلَى الْغَدِ</p>
<p dir="rtl">“Diantara kekuatan adalah engkau tidak menunda pekerjaan hari ini hingga esok”<br>
Kesempatan-kesempatan juga menjadi mati karena sikap keraguan yang menyebabkan terlewatkannya keberhasilan, sehingga seseorang tetap di tempatnya, sementara pengendara terus berjalan maju. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)</p>
<p dir="rtl">“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali-Imron: 159).<br>
Allah juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَإِذَا عَزَمَ الأمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ (٢١)</p>
<p dir="rtl">“Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). tetapi Jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21).<br>
Barangsiapa yang dilanda kelalaian maka ia telah menyia-nyiakan kesempatan dan telah membuang anugerah, ia telah membunuh waktu dengan sikap nganggur tanpa manfaat. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (١٧٩)</p>
<p dir="rtl">“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf : 179).<br>
Mereka yang lalai akan menyesal pada hari penyesalan. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ (٣٩)</p>
<p dir="rtl">“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sementara mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.” (QS. Maryam: 39).<br>
Dan penyesalan terbesar adalah milik orang-orang yang celaka, tatkala mereka meminta dan memohon untuk diberikan kesempatan lagi, mereka berkata:</p>
<p dir="ltr">رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ (١٠٦)رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ (١٠٧)</p>
<p dir="rtl">“Ya Tuhan Kami, Kami telah dikuasai oleh kejahatan Kami, dan adalah Kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari neraka (dan kembalikanlah Kami ke dunia), Maka jika Kami kembali (juga kepada kekafiran), Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Mukminun: 106-107).<br>
Maka Allah berkata kepada mereka:</p>
<p dir="ltr">اخْسَئُوا فِيهَا وَلا تُكَلِّمُونِ (١٠٨)</p>
<p dir="rtl">“Tinggallah kalian dengan hina di dalam neraka, dan janganlah kalian berbicara dengan aku.” (QS. Al-Mukminun: 108).</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةً الصَالِحَةً النَاصِحَةً يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَناَ تَقْوَاهَا ، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعِفَّةَ وَالغِنَى ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا . اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِأَسْمَائِكَ الْحُسْنَى وَصِفَاتِكَ العُلَى أَنْ تَجْعَلْ قُوَّتَنَا حَلَالًا وَأَنْ تَجَنِّبْنَا الحَرَامَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ .</p>
<p dir="rtl">وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبَّ العَالَمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَباَرَكَ وَأَنْعَمَ عَلَى عَبْدِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Baari Ats-Tsubaiti (Imam dan khotib Masjid Nabawi)<br>
Penerjemah: Abu Abdil Muhsin Firanda<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-5601906688683665312016-10-28T01:41:00.001-07:002016-10-28T01:41:10.814-07:00Amalan Amalan Yang Mendatangkan Rezeki<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الرَزَّاقِ ذِيْ القُوَّةِ المَتِيْنِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اَلْإِلَهُ الْحَقُّ المُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ أَجْمَعِيْنَ؛ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Ketahuilah wahai kaum muslimin, yang semgoa dirahmati Allah, di antara nama Rabb kita <i>Jalla wa ‘Ala</i> adalah Ar-Razzaq. Yaitu yang di tangan-Nyalah kunci-kunci rezeki dan Dialah yang menanggung rezeki para hamba-Nya.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menjadikan begitu banyak sebab untuk memperoleh rezeki bagi para hamba-Nya dan hal itu telah Dia jelaskan di dalam Alquran dan dijelaskan pula oleh Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dalam sunnahnya. Dengan perantara-perantara yang telah dijelaskan itu, para hamba memperoleh kebaikan dan keberkahan, juga terhindar dari kejelekan dan keburukan.<br>
Dalam kesempatan yang penuh berkah ini, khotib akan menyampaikan hal-hal terbesar menurut Alquran dan sunnah Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, yang menjadi penyebab seseorang memperoleh rezeki, kebaikan, dan keberkahan. Oleh karena itu, khotib mengajak para jamaah untuk merenungi ayat-ayat Alquran dan hadits-hadit Nabi yang akan kami sampaikan.<br>
Ibadallah,<br>
<b>Pertama</b>: Iman kepada Allah, amal shaleh, dan takwa kepada Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i>adalah sebab terbesar yang bisa mendatangkan rezeki. Inilah asas, inti kebaikan, dan keberkahannya. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ</p>
<p dir="rtl">“Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. Al-Hajj: 50).<br>
Dia juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).<br>
<b>Kedua</b>: Tawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya.<br>
Dalam hadits dari Umar bin al-Khattab <i>radhiallahu ‘anhu</i>, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا</p>
<p dir="rtl">“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung, yang pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Imam Ahmad).<br>
<b>Ketiga</b>: Sabar.<br>
Ibadallah,<br>
Sabar adalah kunci yang membuka kesulitan dan pintu kemudahan. Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10).<br>
<b>Keempat</b>: Doa.<br>
Doa adalah kunci segala kebaikan di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang Allah berikan taufik untuk berdoa, maka tidak yang menghalangi doanya terkabul. Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> tidak akan menolak doa seorang hamba dan Dia tidak akan membuat kecewa seoarang mukmin. Di antara lafdz doa yang diajarkan Alquran adalah:</p>
<p dir="ltr">وَارْزُقْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ</p>
<p dir="rtl">“Beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama.” (QS. Al-Maidah: 114).<br>
Ibadallah,<br>
Barangsiapa yang mendapatkan kesulitan dan terlilit hutang, maka hendaknya ia memperbanyak doa kepada Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i>. Imam at-Tirmidzi dan selainnya meriwayatkan dari Ali <i>radhiallahu ‘anhu</i>.</p>
<p dir="ltr">عَنْ عَلِىٍّ رضى الله عنه أَنَّ مُكَاتَبًا جَاءَهُ فَقَالَ إِنِّى قَدْ عَجَزْتُ عَنْ كِتَابَتِى فَأَعِنِّى. قَالَ أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلِ صِيرٍ دَيْنًا أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْكَ قَالَ « قُلِ اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ ».</p>
<p dir="rtl">“Ali <i>radhiyallahu ‘anhu</i> meriwayatkan bahwa seorang budak yang ingin memerdekakan dirinya pernah mendatanginya dan berkata, “Sesungguhnya aku tidak sanggup untuk melunasi diriku, maka tolonglah aku.” Ali bin Abi Thalib berkata, “Maukah kamu aku ajarkah beberapa doa yang Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mengajariku. Jikalau kamu mempunyai hutang seperti gunung Shir, niscaya Allah akan melunaskan hutangmu, katakanlah:</p>
<p dir="ltr">اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ</p>
<p dir="rtl">“Wahai Allah, cukupkanlah aku dengan harta yang halal darimu dan berilah kekayaan kepadaku dengan kemurahaan-Mu, yang aku tidak berharap dari selain-Mu.” (HR. Trimidzi).<br>
Ibadallah,<br>
Dalam hal ini, harus terdapat niat yang benar. Saat seseorang berhutang kepada yang lainnya, maka wajib disertai niat bersungguh-sungguh akan mengembalikan uang tersebut. Dengan niat yang benar seperti ini, maka Allah akan anugerahkan kepadanya rezeki dan pertolongan.<br>
Dalam <i>Shahih Bukhari</i>, dari Abu Hurairah <i>radhiallahu ‘anhu</i>, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dan ia ngin melunasinya niscaya Allah akan melunasinya. Dan barangsiapa yang mengambilnya (dengan niat) ingin menghilangkannya niscaya Allah akan menghancurkannya.”<br>
Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah <i>radhiallahu ‘anha</i>, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَا مِنْ عَبْدٍ كَانَتْ لَهُ نِيَّةٌ فِى أَدَاءِ دَيْنِهِ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنٌ</p>
<p dir="rtl">“Tidaklah seorang hamba mempunyai niat melunasi hutangnya, melainkan ia memiliki pertolongan dari Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>.”<br>
Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa-i dari Maimunah <i>radhiallahu ‘anha</i>, Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَا مِنْ أَحَدٍ يدانُ دَيْنًا فَعَلِمَ اللَّهُ أَنَّهُ يُرِيدُ قَضَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا</p>
<p dir="rtl">“Tidaklah ada orang yang berhutang, dan Allah mengetahui bahwa ia berniat melunasi hutangnya, melainkan Allah akan melunasinya di dunia.”<br>
Ibadallah,<br>
<b>Kelima</b>: Bersyukur kepada Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i>.<br>
Bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita termasuk sebab bertambahnya rezeki, melanggengkan kenikmatan yang sudah ada, dan mendatangkan kenikmatan yang belum diraih. Sebagaimana firman Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i>,</p>
<p dir="ltr">وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ</p>
<p dir="rtl">Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7).<br>
<b>Keenam</b>: Memperbanyak taubat dan istighfar.<br>
Taubat kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun akan mendatangkan rezeki dan berbagai kebaikan serta keberkahan. Allah <i>Ta’ala</i>berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً</p>
<p dir="rtl">“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu.” (QS. Hud: 3).<br>
Firman-Nya juga,</p>
<p dir="ltr">فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارً</p>
<p dir="rtl">“Maka aku katakan kepada mereka: ´Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).<br>
Ibadallah,<br>
<b>Ketujuh</b>: Menjaga silaturahim.<br>
Silaturahmi atau silaturahim juga termasuk di antara sebab diluaskannya rezeki seseorang. Dalam <i>Shahihain</i>, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang suka untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim.”<br>
Ibadallah,<br>
<b>Kedelapan</b>: Berinfak, sedekah, dan mendermakan harta di jalan Allah.<br>
Yang kedelapan adalah hendaknya seseorang mendermakan hartanya di jalan kebaikan. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ</p>
<p dir="rtl">“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).<br>
Dalam hadits, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ</p>
<p dir="rtl">“Tidaklah berkurang harta karena disedekahkan.”<br>
Ibadallah,<br>
<b>Kesembilan</b>: Berikutnya adalah haji dan umrah akan mendatangkan rezeki.<br>
Haji dan umrah dapat menghilangkan kefakiran. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan selainnya, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ</p>
<p dir="rtl">“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi…”<br>
<b>Kesepuluh</b>: Menikah dan mempunyai anak.<br>
Menikah dan mempunyai anak dapat menambah dan mendatangkan rezeki. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ</p>
<p dir="rtl">“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.” (QS. An-Nur: 32).<br>
Allah <i>Ta’ala</i> juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم</p>
<p dir="rtl">“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra: 31).<br>
Ibadallah,<br>
<b>Kesebelas</b>: Hijrah di jalan Allah.<br>
Hijrah juga merupakan sebab yang dapat mendatangkan rezeki. Allah <i>Ta’ala</i>berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقاً حَسَناً وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ</p>
<p dir="rtl">“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS. Al-Hajj: 58).<br>
Dalam permasalahan rezeki, ada juga hal yang sangat perlu diperhatikan seseorang. Yaitu agar seseorang tidak menjadikan dunia sebagai ambisi utamanya. Nabi kita Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya.”<br>
Ibadallah,<br>
<b>Kedua belas</b>: Memulai aktivitas di waktu pagi.<br>
Berusaha dan bekerja di waktu pagi adalah berkah. Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Abu Dawud, dll. dari Shakhr bin Wada’ah al-Ghamidi <i>radhiallahu ‘anhu</i>,</p>
<p dir="ltr">أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا</p>
<p dir="rtl">“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”<br>
Dan Nabi biasa mengutus pasukannya di awal hari. Shakhr <i>radhiallahu ‘anhu</i>adalah seorang pedagang. Ia memulai perdagangannya di awal hari, maka ia pun mendapatkan keuntungan dan harta yang banyak.<br>
Abdullah bin Abbas suatu hari melihat anaknya tidur di waktu pagi, ia pun berkata, “Bangunlah! Apakah engkau tidur pada waktu rezeki sedang dibagi-bagikan?!”<br>
Ibadallah,<br>
<b>Ketiga belas</b>: Membantu orang lain yang sedang kesulitan.<br>
Memenuhi kebutuhan orang lain dan berusaha mencari solusi atas masalah dan musibah yang mereka hadapi, termasuk di antara hal yang menyebabkan dilapangkannya rezeki. Sungguh Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut suka menolong saudaranya.<br>
Dalam permasalahan ini, kita harus meninggalkan sifat ingin dianggap sebagai pahlamwan. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ</p>
<p dir="rtl">“Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15).<br>
Dalam sebuah hadits, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ</p>
<p dir="rtl">“Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang bermanfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah.”<br>
<b>Keempat belas</b>: Memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah.<br>
Termasuk salah satu yang mendatangkan rezeki adalah memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dari sahabat Ubay bin Ka’ab <i>radhiallahu ‘anhu</i>. Ubay bertanya,</p>
<p dir="ltr">يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أُكْثِرُ الصَّلاَةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلاَتِى ؟ فَقَالَ: ((مَا شِئْتَ )) قُلْتُ الرُّبُعَ ؟ قَال: ((مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ)) قُلْتُ النِّصْفَ؟ قَالَ: ((مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ)) . قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ ؟ قَالَ: ((مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ)). قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلاَتِي كُلَّهَا – أي دعائي – قَالَ: ((إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ</p>
<p dir="rtl">“Wahai Rasulullah, aku hendak memperbanyak shalawat kepadamu, berapa banyakkah aku harus bershalawat kepadamu?” Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjawab, “Berapa saja sekehendakmu.” Aku katakan, “Seperempat?” Maka Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjawab, “Terserah engkau, dan jika engkau menambahnya, maka itu adalah suatu kebaikan bagimu.” Aku katakan, “Setengah?” Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjawab, “Terserah engkau, dan jika engkau menambahnya, maka itu adalah sebuah kebaikan bagimu.” Aku katakan, “Dua per tiga?” Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjawab, “Terserah engkau, dan jika engkau menambahnya, maka itu adalah sebuah kebaikan bagimu.” Aku katakan, “Aku akan menjadikan shalawat kepadamu seluruhnya.” Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “Jika demikian, maka semua keinginanmu terpenuhi, dan dosamu akan diampuni.”</p>
<p dir="ltr">نَسْأَلُ اللهَ الْكَرِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ العَظِيْمِ أَنْ يَرْزُقَنَا أَجْمَعِيْنَ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، وَأَنْ يَنْفَعَنَا بِهَدْيِ كِتَابِهِ وَأَنْ يُوَفِقَنَا لِاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.</p>
<p dir="rtl">أَقُوْلُ هَذَا الْقَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ:</p>
<p dir="rtl">اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنُهُ وَدُنْيَاهُ.</p>
<p dir="rtl">وَاعْلَمُوْا – رَعَاكُمُ اللهَ- أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ.</p>
<p dir="rtl">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.</p>
<p dir="rtl">وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيْ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ نَاصِراً وَمُعِيْناً وَحَافِظاً وَمُؤَيِّداً، اَللَّهُمَّ وَعَلَيْكَ بِأَعْدَاءِ الدِّيْنَ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ شُرُوْرِهِمْ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ، وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ، وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ، اَللَّهُمَّ وَفّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَامْكِرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا وَيَسِّرْ الهُدَى لَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا. اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، اَللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَ أَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ، اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ البَّاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اَللَّهُمَّ اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَاغْنِنَا مِنَ الفَقْرِ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْباً إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمّاً إِلَّا فَرَجْتَهُ، وَلَا دَيْناً إِلَّا قَضَيْتَهُ، اَللَّهُمَّ وَلَا تَجْعَلْ فِيْنَا ضَالاً إِلَّا هَدَيْتَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ دِقّهُ وَجِلَّهُ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ سِرَّهُ وَعَلَنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ .</p>
<p dir="rtl">رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl">Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad<br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-85871214274374244802016-09-10T08:11:00.001-07:002016-09-10T08:11:02.552-07:00Menjual Surga Demi Membeli Dunia<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ أَكَرَمَ مَنْ يُرْجَى وَأَعْظَمَ مَنْ يُنِيْلُ نَوَالَا، خَلَقَ الخَلْقَ تُمْسِيْ وَتُصْبِحُ تَرْنُوْ الْبَقَاءَ وَتُؤَمِّلُ الْآمَالَا وَالحَادِثَاتُ تَنْعَى الْمُنَى وَتُقَرِّبُ الآجَالًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَا شَيْءَ أَعْظَمُ مِنْهُ وَلَا أَجَلُّ جَلَالًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ مَاتَ وَلَمْ يُوَرِّثْ دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَلَا أَمْوَالًا، وَلَا شَيَّدَ القُصُوْرَ وَلَا أَطَالًا، وَلَا نَافَسَ فِي الْحُطَامِ وَلَا غَالَى، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ صَلَاةً تَدُوْمُ وَتَمْتَدُّ وَتَتَوَالَى.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ، فَيَآأَيُّهَ المُسْلِمُوْنَ:</p>
<p dir="rtl">لَازِمُوْا التَقْوَى تَسْعَدُوْا، فَبِهَا يُنَالُ جَسِيْمُ الْخَيْرِ وَالْفَضْلُ أَجْمَعُ، وَبِهَا تَزُوْلُ الشُّرُوْرُ عَنِ الْعَبْدِ وَتُدْفَعُ، وَيُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin, sesungguhnya dunia adalah rendah dan fana, adapun akhirat mulia dan kekal. Kita diingatkan oleh ayat-ayat yang mulia dan penuh berkah, maka sungguh beruntung orang yang mendengar dengan seksama nasehat-nasehat yang bermanfaat dan wejangan-wejangan yang mengena. Lalu ia merenungkannya dengan akalnya, memahaminya dengan pikirannya, dan melaksanakannya dengan perkataan dan perbuatannya.<br>
Allah berfirman :</p>
<p dir="ltr">وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلا تَعْقِلُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 32).</p>
<p dir="ltr">وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلا تَعْقِلُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, Maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya?” (QS. Al-Qashas: 60).</p>
<p dir="ltr">قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلا</p>
<p dir="rtl">Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” (QS. An-Nisa: 77).</p>
<p dir="ltr">وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا مَتَاعٌ</p>
<p dir="rtl">“Dan mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’du: 26).</p>
<p dir="ltr">أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ</p>
<p dir="rtl">“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah: 36).</p>
<p dir="ltr">بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (١٦)وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى</p>
<p dir="rtl">“Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 16-17).<br>
Dunia akan pergi, akan sirna dan berakhir. Adapun surga kenikmatan akhirat yang abadi dan kekal.<br>
Dunia adalah kesenangan yang sedikit, rendahan, dan ujungnya adalah fana dan sirna, adapun surga kenikmatan yang abadi, tanpa ada kesudahannya, tidak akan pernah berakhir.<br>
Dari al-Mustaurid bin Syaddad –semoga Allah meridhainya- ia berkata : Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">وَاللهِّ مَا الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟</p>
<p dir="rtl">“Demi Allah, tidaklah dunia dibandingkan akhirat kecuali seperti seseorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, maka lihatlah apa yang tersisa di jarinya jika ia keluarkan dari laut?” (HR. Muslim no.2868).<br>
Dunia seperti air yang tersisa di jari setelah dicelupkan di lautan yang meluap. Adapun akhirat, maka dialah seluruh lautan yang begitu luas, yang bergejolak ombaknya, dan meninggi terpaannya.<br>
Maka apakah tidak berfikir tentang hakekat dunia seseorang yang mendahulukan sedikitnya dunia yang akan berakhir di atas mulianya akhirat dan bagiannya yang tinggi?</p>
<p dir="ltr">عَجِبتُ لِمُعجَبٍ بِنَعيمِ دُنيا … وَمَغبونٍ بِأَيّامٍ لِذاذِ</p>
<p dir="rtl">Aku heran dengan orang yang takjub terhadap dunia….<br>
Dan ia telah tertipu dengan hari-hari penuh kelezatan…</p>
<p dir="ltr">وَمُؤثِرٍ المُقامَ بِأَرضِ قَفرٍ … عَلى بَلَدٍ خَصيبٍ ذي رَذاذِ</p>
<p dir="rtl">Dan ia lebih mengutamakan untuk tinggal di tanah yang tandus…<br>
Dari pada di negeri yang subur disirami hujan rintik-rintik…</p>
<p dir="ltr">وَدُنْيَاكَ الَّتِي غَرَّتْكَ مِنْهَا … زَخَارِفُهَا تَصِيْرُ إِلىَ انْجِذَاذِ</p>
<p dir="rtl">Dan duniamu yang telah menjadikanmu terpedaya…<br>
Perhiasannya akan hancur berkeping-keping…<br>
Wahai hamba Allah…jika seandainya dunia berada pada kedua tanganmu, dan ditambah lagi dunia semisalnya untukmu, maka apakah yang tersisa darinya jika maut telah menjemputmu?</p>
<p dir="ltr">أَلاَ يَا سَاكِنَ الْبَيْتِ الْمُوَشَّى .. سَتُسْكِنُكَ الْمَنِيَّةُ بَطْنَ رَمْسِ</p>
<p dir="rtl">Wahai penghuni rumah yang penuh dengan hiasan…<br>
Kematian akan memindahkan tempat tinggalmu ke dalam perut kuburan…</p>
<p dir="ltr">رَأَيْتُكَ تَذْكُرُ الدُّنْيَا كَثِيْرًا .. وَكَثْرَةُ ذِكْرِهَا لِلْقَلْبِ تُقْسِي</p>
<p dir="rtl">Aku melihatmu sering menyebut-nyebut tentang dunia…<br>
Padahal sering mengingat dunia akan mengeraskan hati…</p>
<p dir="ltr">كَأَنَّكَ لاَ تَرَى بِالْخَلْقِ نَقْصًا .. وَأَنْتَ تَرَاهُ كُلَّ شُرُوْقِ شَمْسِ</p>
<p dir="rtl">Seakan-akan engkau tidak melihat manusia berkurang (karena terus ada yang meninggal)…<br>
Padahal engkau melihat mereka (ada yang meninggal) setiap kali bersinar mentari…</p>
<p dir="ltr">وَمَا أَدْرِي وَإِنْ أَمَّلْتُ عُمْرًا .. لَعَلِّي حِيْنَ أُصْبِحُ لَسْتُ أُمْسِي</p>
<p dir="rtl">Dan aku tidak tahu –sementara aku berharap berumur panjang-…<br>
Bisa jadi esok tatkala aku bertemu dengan pagi hari, aku tidak bisa bertemu lagi dengan petang hari…<br>
Wahai hamba Allah…setiap hari selalu ada ibrah dan ibrah (pelajaran) yang datang…, pada setiap kematian ada pengingat untuk berhenti jika engkau termasuk orang yang mau berhenti…<br>
Sampai kapan engkau begini…?, hingga kapan…? Sampai kapan engkau tidak sadar? Hingga kapan engkau tidak bertakwa?<br>
Apakah setelah sirnanya dunia tempat beramal?, ataukah kepada selain akhirat engkau akan berpindah?<br>
Jauh…, sungguh jauh sekali…, akan tetapi kedua telinga telah tuli dari mendengar ayat-ayat…hati telah lalai dari nasehat-nasehat…<br>
Ingatlah waktu kematian….Takutlah engkau dengan waktu datang kematian…<br>
Tangisilah dosa-dosamu yang telah lalu…, selamatkan jiwamu…jika tidak maka jiwamu akan binasa…<br>
Pergilah menuju Robmu…berlepaslah dari dosa-dosamu…<br>
Wahai hamba Allah…</p>
<p dir="ltr">إِلَى كَمْ تَمَادَى فِي غُرُوْرٍ وَغَفْلَةٍ       وَكَمْ هَكَذَا نَوْمٌ مَتَى يَوْمُ يَقْظَةِ</p>
<p dir="rtl">Hingga kapan engkau terus menerus tertipu dan lalai….<br>
Begitu pulas engkau tertidur…kapankah hari engkau baru terjaga….</p>
<p dir="ltr">لَقَدْ ضَاعَ عُمْرٌ سَاعَةٌ مِنْهُ تُشِتَرَى       بِمِلْءِ السَّمَا وَالأَرْضِ آيَّةَ ضَيْعَةِ</p>
<p dir="rtl">Telah hilang sia-sia usiamu, yang sesaat dari usiamu dibeli dengan sepenuh langit dan bumi…, maka sungguh besar kesia-siaanmu…</p>
<p dir="ltr">أَفَانٍ بِبَاقٍ تَشْتَرِيْهِ َسَفَاهَةً       وَسُخْطًا   بِرِضْوَانٍ   وَنَارًا بِجَنَّةِ</p>
<p dir="rtl">Apakah engkau membeli sesuatu yang fana dengan bayaran sesuatu yang kekal karena kebodohan, kau beli kemarahan Allah dengan membayar keridhaan-Nya, kau beli neraka dengan membayar surga…?</p>
<p dir="ltr">أَأَنْتَ عَدُوٌّ أَمْ صَدِيْقٌ لِنَفْسِهِ   فَإِنَّكَ تَرْمِيْهَا بِكُلِّ مُصِيْبَةِ</p>
<p dir="rtl">Apakah engkau adalah musuh atau sahabat bagi dirimu sendiri…?, karena engkau membuangnya setiap kali musibah…</p>
<p dir="ltr">لَقَدْ بِعْتَهَا خِزْيٌ عَلَيْكَ رَخِيْصَةً     وَكَانَتْ بِهَذَا مِنْكَ غَيْرُ حَقِيْقَةِ</p>
<p dir="rtl">Sungguh engkau telah menjual jiwamu dengan murah…kehinaan bagimu…<br>
Maka jiwamu dengan sikapmu tersebut bukanlah jiwa yang hakiki…<br>
Maka sungguh merugi seseorang yang menjual kenikmatan surga dengan angan-angan dusta…dengan permainan yang menarik dan melalaikan…, dengan syahwat, dan perbuatan-perbuatan buruk, serta aib-aib yang tercela…<br>
Maka sungguh merugi mereka yang menjadikan Allah murka…, mereka menyia-nyiakan umur mereka dalam kemaksiatan dan dosa-dosa..</p>
<p dir="ltr">قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ</p>
<p dir="rtl">Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (QS. Az-Zumar: 15).</p>
<p dir="ltr">إيَّاكَ أعْنِي يا ابْنَ آدَمَ فاسْتَمِعْ…. ودَعِ الرُّكونَ إلى الحياة ِ فتنتفِعْ</p>
<p dir="rtl">Kepadamu tujuanku wahai anak Adam maka dengarlah…<br>
Tinggalkanlah bersandar kepada kehidupan niscaya engkau akan mendapatkan manfaat…</p>
<p dir="ltr">لوْ كانَ عُمْرُكَ ألفَ حولٍ كاملٍ… لمْ تَذْهَبِ الأيّامُ حتى تَنقَطِعْ</p>
<p dir="rtl">Seandainya umurmu sempurna seribu tahun…toh tidaklah berlalu hari-hari hingga akhirnya engkaupun meninggal…</p>
<p dir="ltr">يا أيّها المَرْءُ المُضَيِّعُ دينَهُ،…إحرازُ دينِكَ خَيرُ شيءٍ تَصْطَنِعْ</p>
<p dir="rtl">Wahai yang telah menyia-nyiakan agamanya…jagalah agamamu maka itulah yang terbaik yang kau lakukan…</p>
<p dir="ltr">فامْهَدْ لنَفسِكَ صالحاً تُجزَى بهِ،….وانْظُرْ لِنَفْسِكَ أيَّ أمْرٍ تتَّبِعُ</p>
<p dir="rtl">Siapkanlah untuk dirimu amal sholeh yang akan diberi ganjaran atasnya…<br>
Dan lihatlah, perkara apakah yang (baik) engkau ikuti untuk dirimu…?</p>
<p dir="ltr">واعْلَمْ بأنَّ جَميعَ مَا قَدَّمْتَهُ…. عندَ الإلهِ، مُوَفَّرٌ لكَ لم يَضِعْ</p>
<p dir="rtl">Ketahuilah bahwasanya semua yang telah kau perbuat…<br>
Tersimpan utuh di sisi Tuhan tidak ada yang hilang…</p>
<p dir="ltr">وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ</p>
<p dir="rtl">“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Muzammil : 20)</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ أَجْزِلْ لَنَا الِهبَاتِ وَالعَطَايَا .. وَاغْفِرْ لَنَا الذُنُوْبَ وَالخَطَايَا .. يَاكَرِيْمُ يَا عَظِيْمُ يَاوَهَّابُ .. يَارَحِيْمُ يَاغَفُوْرُ يَاتَوَّابُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua :</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا بَالِغًا أَمَدَ التَمَامَ وَمُنْتَهَاهُ، حَمْدًا يَقْتَضِيْ رِضَاهُ، وَيُوْجِبُ المَزِيٍدُ مِنْ زُلْفَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً نَرْجُوْ بِهَا عَفْوَ رَبِّنَا وَرُحْمَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَنَبِيُّهُ وَصَفِيُّهُ وَنَجِيُّهُ وَوَلِيُّهُ وَرَضِيُّهُ وَمُجْتَبَاهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنِ اسْتَنَّ بِسُنَّتِهِ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ، فَيآأَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ:</p>
<p dir="rtl">اِتَّقُوْا اللهَ، فَإِنَّ تَقْوَاهُ أَفْضَلُ مُكْتَسَبِ، وَطَاعَتُهُ أَعْلَى نَسَبِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin sekalian…sungguh orang yang setiap kali Allah berikan ia karunia dan kenikmatan yang baru…lantas iapun memperbarui juga dosa-dosa, pelanggaran, dan kemaksiatan…<br>
Sungguh celaka orang yang setiap bertambah kebaikan baginya semakin bertambah pula kesesatannya…<br>
Setiap kali bertambah harta dan kekayaannya…maka semakin bertambah pula jauhnya dan semakin tersesat…<br>
Kenikmatan dan pemberian Allah terus tercurahkan kepadanya…, serta karunia dan anugerah-Nya…<br>
Makanan yang menguatkannya…, air yang menghilangkan dahaganya…, pakaian yang menutup tubuhnya…, rumah yang menaunginya…, istri yang memperhatikan dan menemaninya…, keamanan yang tenteram yang menaungi dan melindunginya…<br>
Sementara ia terus berada di atas dosa-dosa yang menghinakannya…, berlanjut dalam keburukan-keburukannya…terlepas dalam gelimang kemaksiatan…<br>
Maka hendaknya berhati-hatilah dari ujian dengan kenikmatan dan kesenangan…sebagaimana kalian berhati-hati dari ujian kesulitan dan penderitaan…<br>
Bisa jadi anugerah dan karunia datang dalam baju istidraj dan penangguhan dan penguluran…<br>
Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لأنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ</p>
<p dir="rtl">“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh (istidraj) Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Ali Imron: 178).<br>
Dari Uqbah bin Amir –semoga Allah meridhoinya- ia berkata, “Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيْهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ</p>
<p dir="rtl">“Jika engkau melihat Allah memberikan anugerah dunia kepada hamba-Nya apa yang ia sukai, sementara sang hamba bermaksiat kepada-Nya, maka sesungguhnya itu adalah istidraj.” (HR. Ahmad no. 17311).<br>
Ya Allah berilah taufik-Mu kepada kami menuju perkara-perkara yang Kau ridhoi, dan jauhkanlah kami dari perkara-perkara yang tidak Engkau ridhoi…Amin.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى، وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ، وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِحَّةِ وَالعَافِيَةِ، وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً وَرَحْمَةً عَلَى عِبَادَكَ المُؤْمِنِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl"><b>Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Shalah al-Budair (imam dan khotib Masjid Nabawi)</b><br>
<b>Oleh Ustadz Firanda </b></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-46468665596786984892016-09-10T08:03:00.001-07:002016-09-10T08:03:34.722-07:00Nafkahi Keluargamu Dengan Yang Halal<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.</p>
<p dir="rtl">يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.</p>
<p dir="rtl">يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.</p>
<p dir="rtl">يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.</p>
<p dir="rtl">أَمّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.</p>
<p dir="rtl">مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Setiap pagi Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> berdoa:</p>
<p dir="ltr">«اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا صَالِحًا» ، وفي رواية: «مُتَقَبَّلًا»</p>
<p dir="rtl">“Ya Allah, Aku memohon kepadamu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal shalih yang diterima.” (HR Ahmad).<br>
Ibadallah,<br>
Kalau kita perhatikan doa ini, kita melihat betapa Rasulullah sangat perhatian akan keempat hal ini. Karena empat hal inilah yang senantiasa beliau pinta setiap pagi, ketika akan memulai aktivitas di hari tersebut. Salah satu permintaan yang beliau ucapkan adalah permintaan rezeki yang halal. Mengapa Rasulullah menaruh perhatian yang besar pada rezeki yang halal? Dan mengapa kita, khususnya para kepala keluarga harus bekerja keras mencari rezeki yang halal dan menjauhi rezeki yang haram?<br>
Di antara jawabannya adalah:<br>
<b>Pertama</b>: Allah memerintahkan kita untuk menjemput rezeki dengan cara yang halal.<br>
Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.         “ (QS. Al-Maidah: 88).<br>
Di dalam ayat yang agung ini, Allah memerintahkan kepada kita semua untuk mencari rezeki yang halal. Halal dalam bentuk fisik benda atau rezeki tersebut dan halal dalam cara untuk mendapatkannya. Allah <i>Ta’ala</i> yang telah memerintahkan kepada kita. Dan seandainya kita ingin menjadi seorang yang beriman dan mencapai derajat takwa, maka jalan yang telah Allah tetapkan adalah seseorang harus mencari rezeki yang halal.<br>
<b>Kedua</b>: Mencari rezeki yang halal bernilai ibadah di sisi Allah.<br>
Dari Abu Hurairah, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوصَهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ</p>
<p dir="rtl">“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim).<br>
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,<br>
Ketika kita bersedekah untuk kepentingan dakhwa Islam, kepentingan kaum muslimin, atau memberikan sebagian penghasilan kita kepada kedua orang tua kita, atau menyantuni anak yatim dan orang-orang miskin, agar semuanya bernilai pahala di sisi Allah, harus dari hasil yang halal. Karena Allah tidak menerima kecuali dari yang halal.<br>
Jangankan sedekah kepada orang lain, infak atau nafkah yang kita berikan kepada keluarga kita, atau bahkan kepada diri kita sendiri, akan bernilai pahala ketika kita memperoleh harta tersebut dari jalan yang halal. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">أَطْيَبُ الْكَسْبِ كَسْبُ الرَّجُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ؛ وَإِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ</p>
<p dir="rtl">“Sebaik-baik usaha adalah usaha seorang dari tangannya sendiri, dan sesungguhnya anak-anak kalian adalah termasuk usaha kalian.”<br>
Kemudian beliau melanjutkan,</p>
<p dir="ltr">وَمَا أَنْفَقَ الرَجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ</p>
<p dir="rtl">Dan tidaklah seseorang menafkahi dirinya, istrinya, anaknya dan pembantunya melainkan ia dihitung sebagai shodaqoh.” (HR. Ibnu Majah).<br>
Sebaliknya, ketika kita mengeluarkan rezeki dari usaha yang haram, maka lelah dan letih kita tersebut tidak akan bermanfaat dan tidak akan diterima di sisi Allah sebagai amalan shaleh.<br>
Ketiga: Agar doa kita dikabulkan oleh Allah <i>Ta’ala</i>.<br>
Dijelaskan oleh Nabi kita <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dalam sabdanya,</p>
<p dir="ltr">أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51] وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟</p>
<p dir="rtl">“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, tidak menerima kecuali apa-apa yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mumin dengan apa yang telah diperintahkan kepada para rasul. Allah berfirman, ‘wahai para rasul, makanlah kalian dari apa yang baik-baik, dan beramal sholihlah, sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian perbuat’. Dan Allah berfirman, ‘wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-baik, yang telah Kami rezekikan kepada kalian’. Kemudian Rasulullah menggambarkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan jauh, nampak bekas perjalanan tersebut di sekujur tubuhnya, penuh debu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berseru ya rabb ya rabb, sedangkan makanannya adalah haram, minumannya adalah haram, dan pakaiannya adalah haram, dia tumbuh dari sesuatu yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dijawab?.” (HR. Muslim).<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Perhatikanlah sabda Nabi yang baru saja khotib bacakan. Seseorang yang disebutkan Nabi adalah orang yang dalam keadaan safar atau ia sebagai musafir, dan seorang musafir adalah doa yang mustajab, tidak ditolak oleh Allah Subhanahu wa <i>Ta’ala</i>. Kemudian ditambah, ia juga seseorang yang miskin yang sangat membutuhkan. Ditambah lagi ia berdoa dengan mengangkat kedua tangannya. Allah malu menolak doa seseorang yang mengangkat kedua tangannya. Kemudian ia juga berdoa dengan bertawasul, menyebut nama Allah, ia berkata “Ya Rabb ya Rabb..”. Namun semua itu tidak bermanfaat dan semua itu tertolak, karena rezeki yang haram.<br>
Ibadallah,<br>
Semoga Allah Subhanahu wa <i>Ta’ala</i> memberi taufik kepada kita untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Mendekatkan kita kepada yang halal dan menjauhkan dari yang haram.</p>
<p dir="ltr">أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ الله لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرّحِيْمُ</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.</p>
<p dir="rtl">Ibadallah, jamaah shalat Jumat yang semoga dirahmati Allah <i>Ta’ala</i>.<br>
<b>Keempat</b>: Agar kita masuk ke dalam surga dan jauh dari neraka.<br>
Ini adalah sebab yang terpenting dan paling utama. Cita-cita seorang mukmin adalah dimasukkan ke dalam surga dan diselamatkan dari api neraka. Tidak ada lagi cita-cita yang lebih tinggi dari yang demikian. Harta yang berlimpah, apalah artinya tatkalan harus diakhiri dengan derita yang tak berujung. Gelimang kenikmatan dunia yang fana, tiadalah guna, apabila harus menderita kekal di dalam neraka. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِالْحَرَامِ</p>
<p dir="rtl">“Tidak akan masuk surga (yaitu) tubuh yang diberikan makan dari sesuatu yang haram.” (HR. Abu Ya’la).<br>
Dalam sabdanya yang lain,</p>
<p dir="ltr">كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ.</p>
<p dir="rtl">“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram maka Neraka lebih pantas baginya.”( HR. Ath-Thabrani).<br>
Oleh karena itu kaum muslimin, para kepala keluarga, berusahalah memperoleh rezeki yang halal dengan cara yang halal pula. Jangan Anda menjadi seseorang yang tega kepada keluarga Anda, menumbuhkan daging-daging mereka dari jerih payah yang haram. Membahagiakan istri dan anak bukanlah dengan cara memanjakan mereka dan memenuhi semua kebutuhan mereka, namun dengan cara-cara yang haram.<br>
Seorang kepala keluarga ketika melihat istri atau anaknya tersentuh dengan api atau bahkan hanya beresiko terbakar oleh api di dunia, maka mereka akan segera menyelamatkannya dari bahaya api tersebut. Lalu bagaimana mereka bisa tega seorang kepala keluarga membiarkan anak dan istrinya terbakar dengan api akhirat yang jauh lebih dahsyat dari api dunia, lantaran mereka menafkahinya dengan harta yang haram.<br>
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua. Memberikan kita kecukupan dengan harta dan rezeki yang halal dari-Nya. Serta membuat kita tidak merasa butuh kepada jalan-jalan rezeki yang Dia haramkan.</p>
<p dir="ltr">اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ</p>
<p dir="rtl">اَللّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنًاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنّكَ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ</p>
<p dir="rtl">رَبّنََا لاَتًؤَخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلىَ الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تُحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَنَا فَانْصُرْنَا عَلىَ الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">رَبّنَا آتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لله رَبّ الْعَالَمِيْنَ.<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-22418077046248015002016-08-20T06:47:00.001-07:002016-08-20T06:47:33.560-07:00Keutamaan Kalimah Hasbunallah wani'mal wakiil<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، اَلرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ عَلَى الكَثِيْرِ وَالْقَلِيْلِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ فِي هَذَا الْيَوْمِ الفَضِيْلِ، فَنَالَ الأَجْرَ الجَزِيْلِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْقَائِلُ “حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْلِ” صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَلَّذِيْ سَلَكُوْا الحَقَّ خَيْرَ سَبِيْلِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:<br>
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.</p>
<p dir="rtl">“Hasbunallah wani’mal wakiil” (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah sebaik-baik Sandaran), suatu kalimat yang agung, mengandung makna-makna yang tinggi, indah kandungannya, memberi pengaruh yang kuat. Al-Hasiib adalah Dzat Yang menghitung nafas-nafasmu, yang dengan karunia-Nya Ia menjauhkan keburukan darimu, Yang diharapkan kebaikannya, dan cukup dengan karunia-Nya, dengan anugerah-Nya Ia menghilangkan keburukan.<br>
Al-Hasiib adalah Dzat yang jika engkau mengangkat hajatmu kepada-Nya maka Iapun memenuhinya, jika ia menghukum dengan suatu keputusan maka ia menetapkannya dan menjalankannya.</p>
<p dir="ltr">وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا</p>
<p dir="rtl">“Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.” (QS. Al-Ahzaab: 36).<br>
Maknanya adalah yang mengetahui bagian-bagian dan ukuran-ukuran yang para hamba mengetahuinya semisal ukuran-ukuran tersebut dengan cara menghitung, adapun Allah mengetahuinya tanpa menghitung.</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ</p>
<p dir="rtl">“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Tholaq: 3).<br>
Yaitu Allah akan mencukupkan urusan agama dan dunianya, Yang menghilangkan kesedihan dan kegelisahannya, dan seluruh kecukupan diperoleh maka tidaklah diperoleh kecuali dengan Allah, atau dengan sebagian makhluk-Nya, dan seluruh kecukupan yang diperoleh dengan (sebab) makhluk-Nya maka sesungguhnya diperoleh dengan-Nya.</p>
<p dir="ltr">وَنِعْمَ الْوَكِيلُ</p>
<p dir="rtl">“Dan Allah adalah sebaik-baik sandaran.” (QS. Ali ‘Imron: 163).<br>
Yaitu, sebaik-baik tempat bersandar kepadanya dalam memperoleh kenikmatan dan untuk menolak kemudhorotan dan bencana.<br>
Al-Wakiil adalah Yang mengurus seluruh alam, dalam penciptaan, pengaturan, pemberian petunjuk dan taqdirnya. Al-Wakiil adalah yang dengan kebaikan-Nya mengatur segela urusan hamba-Nya, maka Dia tidak akan meninggalkan hamba-Nya, tidak membiarkannya, tidak menyerahkan hamba-Nya kepada yang lain, dan diantaranya adalah sabda Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam,</i></p>
<p dir="ltr">اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ</p>
<p dir="rtl">“Ya Robku, hanya kepada rahmatMu-lah ku berharap, maka janganlah Engkau serahkan diriku kepada diriku meski hanya sekejap mata.”<br>
Yaitu janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku dan memalingkan aku kepada diriku, karena barang siapa yang bertawakkal kepada dirinya maka ia telah binasa.<br>
“Hasbunallah wani’mal wakiil” (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah sebaik-baik Sandaran) yaitu Allah cukup bagi orang yang bertawakkal kepada-Nya, yang berlindung kepada-Nya, Dialah yang menghilangkan ketakutan dari seorang yang sedang takut, Dia melindungi orang yang meminta perlindungan, Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Barangsiapa yang berloyal kepada-Nya, meminta pertolongan-Nya, bertawakal kepada-Nya, serta menyerahkan segala urusannya kepada-Nya, maka Allah akan melindunginya dengan penjagaan-Nya dan naungan-Nya. Barangsiapa yang takut kepada-Nya dan bertakwal kepada-Nya maka Allah akan menjadikannya aman dari segala yang ia takutkan dan kawatirkan. Serta Allah akan mendatangkan baginya seluruh kemanfaatan yang ia butuhkan.</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Tholaq: 2-3).<br>
Maka janganlah merasa lambat akan datangnya pertolongan Allah, rezeki-Nya dan kesembuhan dari-Nya, karena</p>
<p dir="ltr">إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (٣)</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Tholaq: 3).<br>
Maksudnya tidak akan dipercepat dan tidak pula terlambat.<br>
Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٦٤)</p>
<p dir="rtl">“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” (QS. Al-Anfaal: 64).<br>
Yaitu Allah akan melindungimu dan melindungi para pengikutmu.</p>
<p dir="ltr">أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ</p>
<p dir="rtl">“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar: 36).<br>
Dan rahasia datangnya perlindungan Allah adalah mewujudkan peribadatan, maka semakin bertambah penghambaan (peribadatan) seorang hamba kepada Allah maka semakin bertambah pula perlindungan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Maka tambahlah penghambaanmu niscaya Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> menambah penjagaan dan perlindunganNya bagimu.<br>
“Hasbullah wa ni’mal wakiil” adalah tempat perlindungan seorang hamba tatkala dalam kondisi krisis yang parah, dalam kondisi yang sangat genting. Perkataan ini lebih kuat daripada kekuatan materi dan sebab-sebab duniawi. Perkataan ini adalah tempat bertumpu seorang muslim tatkala hartanya direbut, tatkala ia tak mampu untuk meraih haknya, tatkala sedikit pendukungnya, perkataan ini adalah penghiburnya tatkala musibah menerpa, bentengnya tatkala genting, yaitu tatkala ia mengucapkan perkataan ini dengan keyakinan yang kuat, karena ia meyakini bahwasanya “Laa haula wa laa quwwat illa billah” (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah).<br>
Maka jika seorang hamba ditimpa kesulitan, diliputi oleh musibah lalu ia berkata “Hasbiyallahu wa ni’mal wakiil” (cukuplah Allah penolongku dan sebaik-baik sandaran) maka hatinya akan terkosongkan dari segala sesuatu kecuali Allah semata. Maka hal ini akan menjadikan seorang yang tertimpa musibah dan ujjian akan merasa dalam relung hatinya adanya keyakinan bahwasanya segala perkara di tangan Allah.<br>
(Maha suci Allah pemilik segala kekuasaan, maha suci Allah pemilik kesombongan, maha suci Allah yang Maha hidup dan tidak akan mati). Maka akan ringan baginya kesedihan bagaimanapun beratnya, akan ringan penderitaan bagaimanapun puncaknya, karenanya penyeru dari keluarga Fir’aun berkata :</p>
<p dir="ltr">وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ</p>
<p dir="rtl">“Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Mukmin: 44).<br>
Nabi Ya’qub <i>‘alaihis salam</i> berkata,</p>
<p dir="ltr">إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS. Yusuf : 86).<br>
“Hasbunallahu wani’mal wakiil” adalah doa permintaan, obat bagi segala yang menggelisahkan seorang muslim baik perkara dunia maupun akhirat. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">من قال في كل يوم حين ي وحين يمسي : حسبي الله لا إله إلا هو ؛ عليه توكلت ، وهو رب العرش العظيم ؛ سبع مرات ؛ كفاه الله ماأهمه من أمر الدنيا والآخرة</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang setiap hari tatkala pagi dan petang mengucapkan “Hasbiyallahu laa ilaaha illah Huwa ‘alaihi tawkkaltu wa huwa Robbul ‘Arsyil ‘Adhiim” (artinya : Cukuplah Allah bagiku tiada sesembahan kecuali Dia, kepadaNya-lah aku bertawakkal, dan Dia adalah Penguasa ‘Arsy yang agung) sebanyak 7 kali, maka Allah akan memenuhi apa yang menggelisahkannya dari perkara dunia dan akhirat.”<br>
“Hasbiyallahu wa ni’mal wakiil” diucapkan oleh Ibrahim ‘alaihis salaam tatkala dilemparkan di api, maka jadilah api tersebut dingin dan membawa keselamatan. Diucapkan pula oleh Rasul kita yang mulia <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> tatkala mereka berkata kepadanya :</p>
<p dir="ltr">إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya orang-orang (yaitu kafir Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.” (QS. Ali Imron: 173).<br>
Justru semakin menambah keimanan mereka (Nabi dan para sahabat),</p>
<p dir="ltr">فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ</p>
<p dir="rtl">“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imron: 174).<br>
Tatkala mereka menyerahkan urusan mereka kepada Allah dan menyandarkan hati mereka kepadaNya, maka Allah memberikan kepada mereka balasan berupa empat perkara, (1) kenikmatan, (2) karunia, (3) dihindarkan dari keburukan, (4) dan mengikuti keridhoan Allah, maka mereka ridho kepada Allah dan Allah pun ridho kepada mereka.<br>
Yang dimaksud dengan menyerahkan urusan kepada Allah yaitu setelah berusaha dan berikhiyar, maka tidaklah mereka mencari kesembuhan kecuali dari-Nya, tidaklah mereka mencari kecukupan kecuali dari-Nya, tidaklah mereka kemuliaan kecuali darinya, maka seluruh perkara bergantung kepada Allah, mengharap dari-Nya.<br>
Dan inilah doa yang dengan doa tersebut Allah menjaga kehormatan Aisyah –semoga Allah meridoinya-, tatkala ia naik tunggangannya ia berkata, “Hasbiyallahu wa ni’mal wakiil” (cukuplah Allah bagiku dan sebaik-baik Sandaran). Lalu turulah ayat-ayat yang menjelaskan sucinya Aisyah dari tuduhan keji.<br>
“Hasbunallahu wani’mal wakiil” adalah doanya orang-orang yang kuat, dan bukan doanya orang-orang yang lemah, doanya orang-orang yang kuat hati mereka, tidak terpengaruh oleh dugaan-dugaan, tidak diganggu oleh kejadian-kejadian, tidak terkontaminasi oleh kelemahan dan ketakutan, karena mereka mengetahui bahwasanya Allah telah menjamin orang yang bertawakal kepadanya dengan jaminan penjagaan yang sempurna. Maka ia yakin kepada Allah, tenang percaya dengan janji Allah, maka sirnalah kesedihannya, hilanglah kegelisahannya, kesulitan pun berganti menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembiraan, dan ketakutan menjadi ketenteraman.<br>
“Hasbunallahu wani’mal wakiil” adalah senjata seorang dai yang menyeru kepada jalan Allah. Seorang mukmin yang benar tegar tidak tergoyahkan oleh goncangan-goncangan, ia tetap melangkah, memurnikan tawakalnya, dan baginya ganjaran yang besar. Allah berfirman :</p>
<p dir="ltr">فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ</p>
<p dir="rtl">“Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (QS. At-Taubah: 129).<br>
Mereka yang menyampaikan agama Allah, mereka mengetahui bahwasanya Allah adalah penolong mereka, maka merekapun takut kepada Allah dan tidak peduli dengan orang-orang yang menghalangi, mereka yakin bahwasanya mereka di atas kebenaran, bahwasanya agama mereka benar, mereka menempuh jalannya para nabi dengan penuh kelembutan dan hikmah.<br>
“Hasbunallah wani’mal wakiil” adalah doa rido terhadap taqdir Allah. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ (٥٨)وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُوَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ (٥٩)</p>
<p dir="rtl">“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi Kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” (QS. At-Taubah: 58-59).<br>
Seandainya seorang muslim menerima keputusan Allah, rido dengan hikmah-Nya maka lebih baik dan agung baginya. Ini merupakan adab jiwa, adab lisan, dan adab iman. Ridho dengan pembagian Allah, rido dengan sikap pasrah dan menerima, bukan ridho terpaksa. Maka cukupkanlah diri dengan Allah, niscaya Allah akan mencukupkan untuk hambaNya. Dan mencukupkan diri dengan Allah merupakan sikap seorang muslim tatkala miskin dan tatkala memberi, tatkala menolak dan tatkala mengambil, dalam kondisi senang dan susah.<br>
“Hasbiyallahu wa ni’mal wakiil”, merupakan washiat Nabi kita yang mulia<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> kepada umatnya tatkala dalam kondisi berat, beliau bersabda,</p>
<p dir="ltr">كَيْفَ أُنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدِ الْتَقَمَ الْقَرْنَ وَاسْتَمَعَ الإِذْنَ مَتَى يُؤْمَرُ بِالنَّفْخِ فَيَنْفُخُ فَكَأَنَّ ذَلِكَ ثَقُلَ عَلَى أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَفَقَالَ لَهُمْ قُوْلُوا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ عَلَى اللهِ تَوَكَّلْنَا</p>
<p dir="rtl">“Bagaimana aku tenteram sementara malaikat Israfil telah menempel pada sangkakala dan menanti izin kapan ia diperintahkan untuk meniup, maka diapun meniup.”<br>
Maka hal ini memberatkan para sahabat Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, maka Nabi berkata kepada mereka :”Ucapkanlah : “Hasbunallahu wani’mal wakiil, ‘alallahi tawakalnaa” (cukuplah Allah bagi kami dan Dia sebaik-baik bersandar, hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan urusan kami).<br>
Barangsiapa yang Allah cukup baginya maka pikirannya tidak tersibukan dengan makar (rencana jahat) yang disiapkan oleh para pemakar, tidak menggelisahkannya perkumpulan orang-orang yang selalu menanti-nanti keburukan menimpa kaum muslimin, tidak juga rencana jahat ahli kufur dan orang sesat dan penipu atau orang yang menampakkan perkara yang bertentangan dengan batinnya. Karenanya Allah menenangkan Nabi-Nya dan menurunkan firman-Nya kepada Nabi,</p>
<p dir="ltr">وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ</p>
<p dir="rtl">“Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu).” (QS. Al-Anfal: 62).<br>
Yazid bin Hakiim pernah berkata,</p>
<p dir="ltr">ماَ هِبْتُ أحداً قط هَيْبَتِي رجلاً ظلمتُه وأنا أعلم أنه لا ناصر له إلا الله، ويقول : حسبي الله، الله بيني وبينك</p>
<p dir="rtl">“Tidaklah aku takut kepada seorangpun sebagaimana ketakutanku kepada seseorang yang aku menzoliminya, dan aku tahu bahwasanya tidak ada penolong baginya kecuali Allah. Ia berkata, “Hasbiyallahu” (cukuplah Allah penolongku), ia berkata :”Antara aku dan engkau ada Allah”.<br>
“Hasbiyallahu wa ni’mal wakiil” membuahkan kepercayaan kepada Allah subhaanahu, dan bersandar kepada-Nya, merasa Allah selalu bersamanya dalam setiap waktu dan setiap kondisi.<br>
Jika seorang hamba telah mengetahui bahwasanya Allah yang mencukupkan rezekinya, mata pencahariannya, penjagaan dan perhatinan, pertolongan dan kejayaan, maka ia hanya akan mencukupkan dengan pertolongan Allah dari pertolongan selainNya. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">وَمَنِ اسْتَكْفَى كَفَاهُ اللهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang mencari kecukupan (dari Allah) maka Allah mencukupkannya.”<br>
“Hasbiyallahu wani’mal wakiil” membuahkan penyerahan seorang hamba dirinya kepada Allah, berbaik sangka kepadaNya subhaanahu, karena Allah tersifatkan dengan kekuatan yang sempurna, ilmu dan hikmah yang sempurna, dan Allah tidaklah mentakdirkan bagi hamba kecuali yang membawa kemaslahatan bagi sang hamba baik di dunia maupun akhirat. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا</p>
<p dir="rtl">“Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa': 32).<br>
Juga membuahkan pemantapan tauhid dan tawakkal kepada Pencipta. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ</p>
<p dir="rtl">“Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya.” (QS. Huud: 30).<br>
Allah berfiman,</p>
<p dir="ltr">رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا</p>
<p dir="rtl">“(Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah Dia sebagai Pelindung.” (QS. Al-Muzammil: 9).<br>
Allah juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">أَلا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلا</p>
<p dir="rtl">“Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.” (QS Al-Isroo': 2).</p>
<p dir="ltr">بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا لَا يَنْتَهِي أَمَدُهُ، وَلَا يَنْقَضِي عَدَدُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رِزْقُنَا وَصِحَّتُنَا خَيْرُهُ وَنِعَمُهُ وَفَضْلُهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا صَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ وَعَبْدُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ صَلَاةً دَائِمَةً يَلْهَجُ بِهَا العَبْدُ حَتَّى يَنْقَضِيَ أَجَلُهُ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:<br>
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ.</p>
<p dir="rtl">Dan janganlah dipahami dari ini semua, seseorang lalu menyembunyikan kemalasannya dan ketidakmampuannya dibalik “hasbunallahu wani’mal wakiil”. Karena ini merupakan bentuk dari kelemahan dan kehinaan. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya doa berikut :</p>
<p dir="ltr">اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ</p>
<p dir="rtl">“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari ketidakmampuan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan pelit, dan aku berlindung kepada-Mu dari terlilit hutang dan penguasaan para lelaki.”<br>
Maka seorang muslim menghadapi semua peristiwa dan kondisi dengan “Hasbiyallahu wa ni’mal wakiil” dengan menghadirkan akan agungnya makna kalimat ini, tingginya nilai yang ditunjukkannya, disertai dengan amal yang sungguh-sungguh, dan menempuh sebab-sebab dengan hikmah dan ilmu. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ واستعن بِاللَّه ولاتعجز</p>
<p dir="rtl">“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah, dan semuanya ada kebaikan. Semangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan Allah dan jangan lemah.”</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56]</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، واجعل هذا البلد آمنا مطمئنا رخاء وسائر بلاد المسلمين.</p>
<p dir="rtl">رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p>
<p dir="rtl">رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ، وَوَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ، وَتَحْكِيْمِ شَرْعِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ:</p>
<p dir="rtl">إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.</p>
<p dir="rtl">فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْاهُ عَلَى آلَائِهِ وَنِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.</p>
<p dir="rtl">Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Bari bin ‘Iwadh ats-Tsubaiti (Imam dan khotib Masjid Nabawi)<br>
Oleh Ustadz Firanda Andrija<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-2440887784864902932016-08-17T04:15:00.001-07:002016-08-17T04:15:36.673-07:00Islam Mengajarkan Manajemen Kemarahan<p dir="ltr">K<b>hutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَّمَدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:<br>
فَاتَّقُوْا اللهَ عِبَادَ اللهِ حَقَّ تَقْوَىْ، وَرَاقِبُوْهُ فِي السِّرِّ وَالنَّجْوَىْ</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Di antara hikmah Allah <i>Tabaraka wa Ta’ala</i> adalah Dia menciptakan sifat marah untuk para hamba-Nya. Sifat marah Allah berikan kepada seorang hamba agar hamba tersebut bisa melindungi dirinya dari bahaya yang akan menimpanya. Seseorang menafsirkan marah sebagai ekspresi dari mendidihnya darah dan meluapnya emosi. Di dalam Islam, marah tidaklah mutlak dicela seutuhnya. Namun, Islam menjelaskan adanya larangan-larangan marah seabgai bentuk me-<i>manage</i>-nya agar tidak menjadi kemarahan yang tercela.<br>
Di antara hadits dari Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> yang menunjukkan adanya menajemen marah dalam Islam adalah ketika ada seseorang datang kepada Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> meminta nasihat kepada beliau.</p>
<p dir="ltr">عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ : لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ<br>
[رواه البخاري]</p>
<p dir="rtl">Dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu’anhu</i>, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi, “Berilah aku wasiat.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah engkau marah.” Beliau mengulang sabdanya beberapa kali, beliau tetap bersabda, “Janganlah engkau marah.” (HR. al-Bukhari).<br>
Para ulama menerangkan nasihat Rasulullah ini tidak menunjukkan marah itu mutlak dilarang. Beliau menasihati sahabat tersebut karena sahabat tersebut kurang pandai memanajemen kemarahannya sehingga beliau menekankan nasihatnya agar ia jangan marah.<br>
Bukti bahwasanya marah tidak secara mutlak dilarang adalah Rasulullah sendiri pernah marah. Namun kemarahan beliau bukanlah karena hawa nafsu. Kemarahan beliau adalah marah karena Allah. Oleh karena itu, para ulama membagi marah menjadi dua jenis: (1) marah yang terpuji dan (2) marah yang tercela.<br>
Marah yang tercela adalah seseorang ketika meluapkan emosi kemarahannya bukan karena Allah. Bukan karena agama Islam. Dan tidak terdapat hikmah perbaikan dari kemarahannya tersebut. Ia marah hanya karena kepentingannya terhalangi dan tidak terwujud. Ia marah hanya karena tendensi-tendensi duniawi. Dan ia marah hanya karena kelompoknya diremehkan atau direndahkan. Marah yang demikian adalah marah yang dibenci oleh Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan bahwa Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>tidak pernah marah karena atau untuk dirinya. Namun apabila larangan-larangan Allah dilanggar, barulah beliau marah.<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Mengapa marah karena dunia itu tercela? Karena marah yang demikian akan merugikan dirinya sendiri. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang meninggalkan amarahnya, niscaya Allah akan tutup aurat (kesalahan)-nya.”<br>
Bahkan bagi orang yang mampu me-<i>manage</i> amarahnya dengan baik, Allah janjikan pahala yang besar di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Nabi<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,</p>
<p dir="ltr">مَنْكَظَمَغَيْظًاوَهُوَقَادِرٌعَلَىأَنْيُنْفِذَهُدَعَاهُاللَّهُعَزَّوَجَلَّعَلَىرُءُوسِالْخَلاَئِقِيَوْمَالْقِيَامَةِحَتَّىيُخَيِّرَهُاللَّهُمِنَالْحُورِمَاشَاءَ</p>
<p dir="rtl">“Siapa yang menahan rasa kesal/marahnya, padahal dia mampu melampiaskannya, kelak Allah akan memanggilnya di hadapan sekalian manusia pada Hari Kiamat, agar ia bebas memilih bidadari mana yang ia suka!” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).<br>
Mengapa balasan orang yang menahan amarahnya begitu besar? Karena seorang yang mampu menahan amarah, maka ia telah berhasil menghindarkan dirinya dari berbagai kerugian dan kerusakan. Dalam marah seseorang tidak mampu mengontrol ucapannya sehingga sering mengeluarkan kata-kata yang tidak layak diucapkan. Marah bisa mengakibatkan turunnya wibawa seseorang karena logikanya hilang kendali. Oleh karena itu Rasulullah katakana,</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang meninggalkan amarahnya, niscaya Allah akan tutup aurat (kesalahan)-nya.”<br>
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya,</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ، وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ، مَلأَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَلْبَهُ أَمْنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melakukannya, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan memenuhi hatinya dengan rasa aman pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Asakir).<br>
Dengan demikian kaum muslimin,<br>
Penting bagi kita untuk me-<i>manage</i> kemarahan kita. Jangan sampai amarah kita menjadikan kita teramsuk orang-orang yang merugi di dunia dan di hari kiamat kelak. Ada seseorang yang marah, hingga ia mencerai istrinya. Ada seseorang yang marah hingga ia merusak apa yang ada di sekitarnya. Bahkan ada seseorang yang marah –wal ‘iyadzubillah- hingga ia menghilangkan nyawa orang lain. Yang demikian tentu saja membuat orang tersebut rugi di duni dan akhirat.<br>
Oleh karena itu, agama kita yang mulia ini, melarang kita untuk marah. Ketika kemarahan tersebut hanya semata-mata karena urusan dunia.<br>
Ibadallah,<br>
Kemudian yang kedua adalah marah karena Allah. Marah karena Allah akan mendatangkan kebaikan ketika kemarahan tersebut juga sesuai dengan syariat Allah. Apa itu marah karena Allah? Yaitu seseorang marah ketika larangan-larangan Allah dilanggar. Seseorang marah karena batasan-batasan yang telah Allah tetapkan dilewati begitu saja. Yang seperti ini adalah kemarahan yang baik. Inilah bentuk kemarahan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br>
Suatu hari, para sahabat yang baru memeluk Islam meminta pohon keramat kepada Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Abu Waqid al-Laitsi radhiallahu ‘anhu:<br>
Orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon yang mereka beri’tikaf di sisinya dan mereka jadikan sebagai tempat untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut dengan Dzatu Anwath. Tatkala kami melewati pohon itu kami berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.” Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> marah lalu menjawab, “Allahu akbar! Inilah kebiasaan itu! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telag mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Musa berkata: Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh.” (QS. al-A’raf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Tirmidzi).<br>
Kaum muslimin rahimani warahimakumullah,<br>
Di sisi lain, ada seseorang yang marah dengan niat karena Allah. Namun cara ia mengungkapkan kemarahan tersebut mengundang kemurkaan dari Allah. Sebagaimana sebuah kisah yang pernah diceritakan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br>
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah<i>shallallahu ‘alaih wa sallam</i> bersabda, ‘Ada dua orang laki-laki dari kalangan Bani Israil yang saling bersaudara. Yang satu rajin ibadah dan lainnya berbuat dosa. Lelaki yang rajin beribadah selalu berkata kepada saudaranya, ‘Hentikan perbuatan dosamu!’<br>
Di hari yang lain, ia melihat saudaranya berbuat dosa dan ia berkata lagi, ‘Hentikan perbuatan dosamu!’ (Lelaki yang berbuat dosa berkata), ‘Biarkan antara aku dan Tuhanku. Apakah kamu diutus untuk mengawasiku?’. Ia (lelaki yang rajin beribadah) dengan marah mengatakan, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!’ atau ‘Dia tidak akan memasukanmu ke surga!’<br>
Kemudian Allah mengutus malaikat kepada keduanya untuk mengambil ruh keduanya hingga berkumpul di sisi-Nya. Allah berkata kepada orang yang berdosa itu, ‘Masuklah kamu ke surga berkat rahmat-Ku.’<br>
Lalu Allah bertanya kepada lelaki yang rajin beribadah, ‘Apakah kamu mampu menghalangi antara hamba-Ku dan rahmat-Ku?’ Dia menjawab, ‘Tidak, wahai Tuhanku.’ Allah berfirman untuk yang rajin beribadah (kepada para malaikat): ‘Bawalah dia masuk ke dalam neraka.’<br>
Abu Hurairah– semoga Allah meridhainya – berkomentar, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh ia berkata dengan satu kalimat yang membinasakan dunia dan akhiratnya.” (HR. Abu Dawud).<br>
Kaum muslimin, saudaraku seiman,<br>
Perhatikanlah! Orang shaleh yang diceritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salla marah karena Allah. Ia marah karena larangan Allah dilanggar. Namun cara marahnya mendatangkan kemurkaan dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
Ingatlah! Tidak sedikit orang yang marah karena Allah, namun apa yang mereka lakukan malah membuat orang-orang lari dari agama. Mereka membantu setan menyesatkan manusia lebih jauh lagi.<br>
Mudah-mudahan, Allah menjadikan kita seseorang yang mampu me-<i>manage</i>kemarahan dengan baik. Dan juga menjadikan kita orang yang marah karena Allah dengan cara yang diridhai oleh Allah.</p>
<p dir="ltr">بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيآتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا مَزِيْدًا.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Setelah kita mengetahui bahwa kemarahan itu terbagi dua; yang terpuji dan tercela. Marah yang terpuji bisa mendatangkan kemurkaan dari Allah ketika caranya melanggar syariat Allah. Lalu –kaum muslimin-, bagaimana kiranya dengan kemarahan yang memang sudah tercela sedari awal, tentu yang demikian lebih mungkin untuk mendatangkan kemurkaan dari Allah Ta’ala.<br>
Kemarahan karena dunia, karena kita diejek dan direndahkan, tidaklah bermanfaat bagi kita. Seseorang tidak akan hina ketika dia dihina manusia. Namun seseorang akan hina ketika Allah lah yang menghinakannya. Jangan terlalu kita tanggapi celaan dan hinaan manusia tersebut. Jangan kita ladeni seihngga kita melakukan kemarahan yang tercela. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ</p>
<p dir="rtl">“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (Bukhari dan Muslim).<br>
Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menahan amarah sehingga kita menjadi orang-orang yang dipenuhi keridhaan Allah kelak di hari kiamat.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56]</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا البَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا رَخَاءً وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p>
<p dir="rtl">رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ، وَوَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ، وَتَحْكِيْمِ شَرْعِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ:</p>
<p dir="rtl">إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.</p>
<p dir="rtl">فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْاهُ عَلَى آلَائِهِ وَنِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-90830173389168533452016-08-13T17:29:00.001-07:002016-08-13T17:29:42.891-07:00Tafsir Surat Al Takatsur : berlomba dalam kemewahan dan kemegahan<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ ومُبلِّغُ النَّاسِ شَرْعَهُ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ:</p>
<p dir="rtl">اَتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ.</p>
<p dir="rtl">وَتَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا عَمَلٌ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكٌ لِمَعْصِيَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ خِيْفَةَ عَذَابِ اللهِ .</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin ibadallah,<br>
Di dalam Alquran, Allah <i>Ta’ala</i> telah menjelaskan tentang hakikat kehidupan dunia. Penjelasan tersebut Allah ulang-ulang dalam beberapa ayat. Tujuannya agar manusia tahu, kemudian sadar, dan muncul keyakinan bahwa kehidupan dunia ini bukanlah kehidupan yang hakiki. Di antara kita, hanya sebatas tahu bahwa kehidupan duia ini bukanlah kehidupan yang hakiki, tapi rasa sadar dan yakin belum masuk ke dalam hati kita.<br>
Dari beberapa ayat yang Allah sebutkan tentang sifat kehidupan dunia, tidak satu pun ayat yang menyebutnya dengan bentuk pujian. Sebagaimana firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ</p>
<p dir="rtl">“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).<br>
Di antara tipuan kehidupan dunia adalah seseorang suka saling bersaing dalam kemegahan dan kemewahan hidup. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran dalam surat At-Takatsur.</p>
<p dir="ltr">أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ. كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ. لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ. ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ. ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ.</p>
<p dir="rtl">“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ´ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 1-8).<br>
Surat ini adalah surat Makiyah, yakni surat yang Allah <i>Ta’ala</i> turunkan kepada Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> sebelum beliau hijrah ke Madinah.<br>
Di awal ayat, Allah <i>Ta’ala</i> berfirman</p>
<p dir="ltr">أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ</p>
<p dir="rtl">“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.” (QS. At-Takatsur: 1).<br>
“<i>alhaakum</i>” (Arab: أَلْهَاكُمُ) maknanya adalah telah membuat kalian lupa. Apa yang membuat manusia lupa? Yaitu “<i>at-takaastur</i>” (Arab: التَّكَاثُرُ) artinya bermegahan-megahan dan saling memperbanyak.<br>
Kita lihat kondisi pribadi kita pada saat ini dan orang-orang secara umum. Kita menampakkan siapa yang memiliki perhiasan terbaik, kendaraan paling bagus, rumah paling besar dan megah, gadget paling baru, dll. Untuk berlomba-lomba tersebut kita pun membutuhkan modal dan modal itu akan didapatkan dengan kerja keras dan mencurahkan waktu yang tidak sedikit. Sehingga waktu dan umur kita pun habis. Oleh karena itu, Allah berfirman tentang perlombaan ini,</p>
<p dir="ltr">حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ</p>
<p dir="rtl">“sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur: 2).<br>
Dalam ayat yang kedua, Allah <i>Ta’ala</i> memilih kata “<i>zurtum</i>” (Arab: زُرْتُمُ) “kalian berziarah” untuk mengungkapkan kondisi mayat yang masuk ke dalam kubur. Allah umpamakan, masuknya jasad manusia ke dalam kubur sebagai ziarah atau kunjungan. Artinya kuburan hanyalah tempat singgah. Tidak selamanya manusia berada di alam kubur. Hal ini sebagai sanggahan kepada orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan atau mereka yang memiliki keyakinan re-inkarnasi.<br>
Kemudian kata Allah,</p>
<p dir="ltr">كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ</p>
<p dir="rtl">“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.” (QS. At-Takatsur: 3).<br>
Manusia akan sadar dan teringat dari kelalaiannya ketika kematian datang menjemputnya. Barulah ia sadar bahwa apa yang ia lakukan adalah kesia-siaan. Barulah ia paham, harta yang ia kumpulkan ia tinggalkan untuk dibagi-bagi ahli warisnya. Barulah ia ingat bahwa dunia itu amatlah singkat dan perjalanan akhirat butuh perbekalan.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">يَقُولُ الْعَبْدُ مَالِى مَالِى إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلاَثٌ مَا أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ</p>
<p dir="rtl">“Seorang hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR. Muslim).<br>
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>bersabda,</p>
<p dir="ltr">يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ</p>
<p dir="rtl">“Yang akan mengiringi mayit (hingga ke kubur) ada tiga. Yang dua akan kembali, sedangkan yang satu akan menemaninya. Yang mengiringinya tadi adalah keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali. Sedangkan yang tetap menemani hanyalah amalnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Di ayat berikutnya, Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ</p>
<p dir="rtl">“dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.” (QS. At-Takatsur: 4).<br>
Manusia semakin sadar dan mengetahui, ketika ia telah masuk ke dalam kubur. Ia tidak lagi bisa kembali ke dunia yang ada hanyalah pertanggung-jawaban. Sementara yang ia kumpulkan di dunia sedang dibagi, dan ia akan mempertanggung-jawabkan hasil jerih payahnya. Yang halal akan dihisab dan dari yang haram akan mendapat adzab.</p>
<p dir="ltr">كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ</p>
<p dir="rtl">“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin (‘ilmu al-yaqin).” (QS. At-Takatsur: 5).<br>
Ibadallah,<br>
Di dalam kehidupan dunia ini, Allah ingatkan manusia. Dan ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya. Allah ingatkan, janganlah kalian para hamba-Ku disibukkan dengan perlombaan seperti itu, jika kalian sudah mengetahui dan meyakini kematian itu pasti akan terjadi. Dan tidak ada seorang pun yang meragukan jika ia akan meninggal dunia.</p>
<p dir="ltr">لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ</p>
<p dir="rtl">“niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim.” (QS. At-Takatsur: 6).<br>
Jahim adalah nama dari nama-nama neraka. Ayat ini mempertegas firman Allah sebelumnya bahwa alam kubur bagaikan sebuah kunjungan saja. Manusia tidak kekal di sana. Mereka akan dibangkitkan pada hari kiamat.<br>
Dan saat dibangkitkan itulah pengetahuan manusia yang sebelumnya sebatas keyakinan (‘ilmu al-yaqin) berganti menjadi penginderaan (‘ainu al-yaqin).</p>
<p dir="ltr">ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ</p>
<p dir="rtl">“dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ´ainul yaqin.” (QS. At-Takatsur: 7).<br>
Pengetahuan akan hari kebangkitan yang sebatas keyakinan di dalam hati semakin dibuktikan dengan indera penglihatan. Semakin menyesallah orang-orang yang menyesal dan selamatlah orang-orang yang berbekal.<br>
Sebagaimana orang-orang pada hari ini yang belum pernah datang ke Masjid al-Haram. Pengetahuan mereka terhadap keberadaan Ka’bah hanya sebatas ilmu al-yaqin. Apabila mereka telah datang ke Masjid al-Haram, lalu melihat Ka’bah dengan mata kepala mereka, pengetahuan mereka berubah menjadi ‘ainu al-yaqin. Semakin yakinlah mereka bahwa Ka’bah itu benar-benar ada. Ketika mereka thawaf, kemudian memegang Ka’bah, maka bertambah lagi pengetahuan dan keyakinan tersebut menjadi haqqu al-yaqin.<br>
Ibadallah,<br>
Serupa dengan hal ini adalah perminataan Nabi Ibrahim <i>‘alaihissalam</i> kepada Allah <i>Ta’ala</i>,</p>
<p dir="ltr">وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي</p>
<p dir="rtl">Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) (QS. Al-Baqarah: 260).<br>
Beliau <i>‘alaihisshalatu wa salam</i> ingin agar ilmu al-yaqin yang beliau dapati berganti menjadi ‘ainu al-yaqin. Beliau tidak membantah dan ragu akan ketetapan Allah <i>Ta’ala</i>. Dan Allah pun tidak meragukan keimanan Nabi Ibrahim dengan mengabulkan permintaan beliau sebagai keutamaan yang Dia berikan kepada kekasih-Nya ini. Allah melanjutkan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا ۚ وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ</p>
<p dir="rtl">Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah: 260).<br>
Beliau yang meminta agar ilmu beliau berpindah menjadi ainu al-yaqin tapi Allah berikan kepada beliau haqqu al-yaqin dengan cara terlibat mencincang-cincang burung tersebut.<br>
Segala puji bagi Allah yang dengan hikmah-Nya membagi-bagi pengetahuan manusia sesuai dengan kadarnya. Dan segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah mengingatkan para hamba-Nya agar tidak lalai dalam perlomabaan yang melelahkan dan sia-sia ini.</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.</p>
<p dir="rtl">أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,<br>
Surat At-Takatsur ini Allah tutup dengan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ</p>
<p dir="rtl">“kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 6).<br>
Semua manusia, baik mukmin maupun kafir akan ditanya tentang kenikmatan-kenikmatan dunia yang mereka kecap.<br>
Ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.<br>
Di dalam <i>Shahih Muslim</i>, Abu Hurairah <i>radhiyallahu ‘anhu</i> meriwayatkan, “Pada suatu siang atau malam hari Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> keluar. Kemudian beliau berpapasan dengan Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya, “Apa yang menyebabkan kalian keluar dari rumah kalian pada saat-saat seperti ini?”<br>
Abu Bakar dan Umar menjawab, “Rasa lapar wahai Rasulullah.”<br>
Beliau bersabda, “Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, yang membuat aku keluar sama seperti yang menyebabkan kalian keluar. Mari berangkat”.<br>
Maka Abu Bakar dan Umar beranjak bersama beliau. Beliau menemui seseorang dari kalangan Anshar –dalam suatu riwayat disebutkan rumah Abu Ayyub al-Anshari-, yang ternyata ia tidak berada di rumahnya. Ketika istrinya melihat kedatangan beliau, maka dia berkata, “Marhaban wa ahlan”.<br>
Beliau bertanya, “Dimana suamimu?”<br>
Wanita itu menjawab, “Dia pergi untuk mencari air tawar yang segar bagi kami.”<br>
Pada saat itu sahabat yang dimaksudkan datang. Dia memandang Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dan dua orang rekannya. Dia berkata, “Segala puji bagi Allah, pada hari ini aku tidak mendapatkan tamu-tamu yang lebih mulia selain diri tamuku.”<br>
Lalu orang sahabat itu beranjak lalu datang lagi sambil membawa tandan yang di dalamnya ada korma segar dan korma yang sudah dikeringkan. Dia berkata, “Makanlah hidangan ini”. Lalu dia akan mengambilkan tempat minum.<br>
Beliau bersabda, “Tak perlu engkau memerah air susu.”<br>
Lalu orang sahabat itu menyembelih domba, dan mereka semua makan dan minum. Setelah mereka kenyang, beliau bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, kalian benar-benar akan ditanya tentang kenikmatan ini pada hari kiamat. Rasa lapar telah membuat kalian keluar dari rumah, kemudian kalian tidak kembali melainkan setelah mendapat kenikmatan ini.”<br>
Jika makanan yang halal tersebut akan Allah tanyakan. Bagaimana pula dengan banyaknya harta yang kita kumpulkan dalam perlombaan bermegah-megahan? Dan kenikmatan-kenikmatan lain yang kita nikmati.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">فَوالله مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ</p>
<p dir="rtl">“Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka dibinasakan olehnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Khotib tutup khotbah pada kesempatan kali dengan sebuah syair:</p>
<p dir="ltr">وَلَوْ أَنَّا إِذَا مِتْنَا تُرِكْنَا ***** لَكَانَ المَوْتُ رَاحَةً كُلِّ حَيٍّ</p>
<p dir="rtl">وَلَكِنَّا إِذَا مِتْنَا بُعِثْنَا ***** وَنَسْأَلُ بَعْدَهَا عَنْ كُلِّ شَيْءٍ</p>
<p dir="rtl">Sekiranya ketika mati, kita dibiarkan begitu saja. Tentu kematian adalah peristirahatan bagi setiap orang yang pernah hidup.<br>
Namun, setelah mati kita akan dibangkitkan kembali. Dan akan ditanya tentang segala yang kita nikmati.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-73071479200486729362016-08-04T17:30:00.001-07:002016-08-04T17:30:51.629-07:00Esensi Malu Dalam Kehidupan<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ</p>
<p dir="rtl">أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Marilah kita senantiasa istiqamah dalam menjaga ketakwaan kita kepada Allah<i>‘Azza wa Jalla</i>. Dan hendaklah kita benar-benar merasa malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Hendaknya kita senantiasa menyadari bahwa ada malaikat yang diutus Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> untuk mencatat semua amal kita. Malaikat itu senantiasa mendengar dan melihat apapun yang kita lakukan meski sangat rahasia dan tersembunyi. Janganlah sekali-kali kita berbuat kemaksiatan dengan anggapan tiada yang tahu sama sekali. Karena malaikat yang diutus oleh Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> untuk mengawasi selalu tahu dan terus mencatat segala perbuatan kita.<br>
Ibadallah,<br>
Sifat malu termasuk di antara sifat terpuji yang sudah ditinggalkan oleh banyak orang. Padahal sifat ini bisa mendatangkan banyak kebaikan bagi orang yang bersifat dengannya serta membentenginya agar tidak terjerumus dalam perilaku buruk. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari).<br>
Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga mengabarkan bahwa malu merupakan bagian dan cabang dari keimanan. Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ</p>
<p dir="rtl">“Iman memiliki tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih. Yang tertinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu itu salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Muslim).<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> pernah bertemu dengan seseorang yang sedang mengingatkan atau mencela saudaranya yang pemalu. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ</p>
<p dir="rtl">“Biarkan dia, karena sesungguhnya malu itu adalah sebagian dari iman.” (HR. Bukhari).<br>
Beberapa hadits di atas menunjukkan bahwa malu bukan suatu yang buruk, bahkan sebaliknya termasuk sifat terpuji.<br>
Simak juga apa yang dikatakan Ibnul Qayyim <i>rahimahullah</i>, “Kata al-Haya’ berasal dari (satu kata dasar dengan) al-hayat (kehidupan). Oleh karena itu, hujan juga disebut al-haya (pembawa kehidupan). Kadar rasa malu seseorang sangat tergantung dengan kadar hidupnya hati. Sedikitnya rasa malu merupakan indikasi hati dan ruhnya telah mati. Semakin hidup hati seseorang, maka rasa malunya akan semakin sempurna.”<br>
Kaumu muslimin rahimani wa rahimakumullah,<br>
Rasa malu itu ada dua yaitu malu kepada Allah dan malu kepada manusia.<br>
<b>Pertama</b>: Malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> maksudnya merasa malu dilihat Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> saat melakukan perbuatan maksiat. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dalam sabda Beliau<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,</p>
<p dir="ltr">اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ قَالُوا : إِنَّا نَسْتَحِي يَا رَسُولَ اللَّهِ , قَالَ لَيْسَ ذَلِكَ وَلَكِنْ مَنْ اسْتَحَى مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى وَلْيَحْفَظِ الْبَطْنَ وَمَا وَعَى وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَقَّ الْحَيَاءِ</p>
<p dir="rtl">“Hendaklah kalian benar-benar merasa malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>.” Para sahabat menjawab, “Kami sudah merasa malu, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Bukan itu maksudnya, akan tetapi barangsiapa yang benar-benar merasa malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> maka dia harus menjaga kepala beserta isinya, menjaga perut beserta isinya dan dia terus mengingat kematian. Orang yang menginginkan akhirat, dia pasti akan meninggalkan keindahan dunia. Barangsiapa melakukan ini berarti dia benar-benar merasa malu kepada Allah.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).<br>
Dalam hadits di atas, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjelaskan dengan gamblang sifat orang yang tertanam rasa malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dalam lubuk hatinya. Yaitu dia terus berusaha menjaga seluruh anggota tubuhnya agar tidak berbuat dosa dan maksiat, senantiasa ingat kematian, tidak punya keinginan yang muluk-muluk terhadap dunia dan tidak terlena dengan nafsu syahwat.<br>
Orang yang merasa malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, dia akan menjauhi semua larangan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dalam segala kondisi, baik saat sendiri maupun di tengah keramaian. Rasa malu seperti masuk dalam kategori ibadah kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Sebuah rasa yang merupakan buah dari ma’rifatullah ( mengenal Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>). Rasa malu yang muncul karena menyadari keagungan dan kedekatan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Rasa malu yang timbul karena tahu Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> itu Maha Mengetahui terhadap semua perbuatan, yang nampak maupun yang tersembunyi dalam hati. Rasa malu seperti inilah yang masuk dalam bagian iman tertinggi bahkan menempati derajat ihsan tertinggi. Tentang ihsan, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, yang artinya, “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> seakan-akan engkau melihat-Nya, seandainya engkau tidak melihat-Nya maka Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> pasti melihatmu.”<br>
Ibadallah,<br>
<b>Kedua</b>: Di samping rasa malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, kita juga harus memiliki sifat malu kepada manusia. Rasa malu ini akan mencegah kita dari perbuatan yang tidak layak dan tercela. Rasa malu membuat kita tidak suka jika aib dan keburukan kita diketahui orang lain. Oleh karena itu, orang yang memiliki rasa malu tidak akan menyeret dirinya untuk menjadi tukang cela, penyebar fitnah, tukang gunjing dan berbagai perbuatan maksiat lainnya yang nampak.<br>
Singkat kata, rasa malu kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> akan mencegah seseorang dari kerusakan batin, sedangkan rasa malu kepada manusia akan mencegahnya dari kerusakan lahiriah. Dengan demikian, dia akan menjadi orang yang baik secara lahir dan batin dan akan tetap baik ketika sendiri maupun di tengah khalayak ramai. Malu seperti inilah yang merupakan bagian dari iman.<br>
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak memiliki rasa malu? Orang yang tidak memiliki rasa malu, berarti dia tidak memiliki benteng dalam hatinya yang bisa mencegahnya dari perbuatan dosa dan maksiat. Dia akan berbuat semaunya, seakan-akan tidak ada iman yang tersisa dalam hatinya. Na’udzu billah.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda :</p>
<p dir="ltr">إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya diantara perkataan kenabian pertama yang diketahui manusia ialah “Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari).<br>
Artinya, orang yang tidak memiliki rasa malu sedikitpun, dia pasti akan berbuat semaunya, tanpa peduli maksiat atau bukan. Karena rasa malu yang bisa mencegah seseorang dari perbuatan maksiat tidak dimiliki. Akibatnya, dia akan terus hanyut dan larut dalam perbuatan maksiat dan mungkar.<br>
Kaumu muslimin wafaqaniyallahu wa iyyakum,<br>
Setelah mengetahui urgensi rasa malu dan manfaatnya bagi seorang hamba, cobalah sekarang kita memperhatikan kondisi manusia saat ini atau secara khusus kita perhatikan kondisi diri kita. Sungguh sangat menyedihkan keadaan sebagian orang saat ini. Mereka telah mencampakkan rasa malu sampai seakan tidak tersisa sedikit pun dalam diri mereka, sehingga akibatnya berbagai kemungkaran menjamur di mana-mana; aurat yang semestinya ditutup malah dipertontonkan; perbuatan amoral dilakukan terang-terangan; rasa cemburu pada pasangan sirna. Tindakan asusila nan hina dianggap baik dan dibanggakan. Ketika ini dipermasalahkan, banyak orang sontak membelanya. Sungguh ironis, tapi inilah realita.<br>
Di antara indikasi pudarnya rasa malu dan menipisnya rasa cemburu pada hati sebagian laki-laki atau kepala keluarga adalah tidak memperhatikan anak pergaulan istri dan anak perempuannya. Kita lihat, anak-anak perempuan dibiarkan keluar bersama laki-laki non mahram dengan nama pacaran. Mereka anggap itu sebagai proses pengenalan atau proses pendewasaan. Laa haula wa laa quwwata illa billah.<br>
Demikian juga sang ibu, menganggap hal ini adalah sesuatu yang biasa. Akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Kemanakah rasa cemburu dan rasa malu mereka?<br>
Ibadallah,<br>
Termasuk tanda hilangnya rasa malu dari sebagian wanita pada zaman ini yaitu mereka membuka hijab dan jilbab mereka. Aurat yang seharusnya mereka tutupi, justru mereka pertontonkan kepada khalayak ramai. Mereka keluar rumah dengan dandanan yang sengaja untuk menarik perhatian lawan jenis, bahkan memancing tindak asusila dengan pakaian minim, berbagai hiasan dan aksesoris yang menarik perhatian menempel di tubuh mereka serta tak ketinggalan aroma semerbak yang bisa menggait lawan jenisnya. Sorot mata jalang yang seharusnya membuatnya risih dan malu, justru semakian menimbulkan rasa bangga. Na’udzu billah<br>
Kemanakah rasa malu yang merupakan bagian dari iman seseorang?<br>
Diantara fakta yang juga menyedihkan yang mengisyaratkan menipisnya rasa malu atau bahkan hilang sama sekali dari sebagian kaum muslimin yaitu kegemeran mereka terhadap lagu-lagu atau film-film yang jauh dari norma-norma Islam. Untuk lagu, bukan hanya perdengarkan di rumah-rumah mereka bahkan tanpa rasa malu sama sekali, sebagian mereka meminta mengundang para biduan, meminta reques lagu di stasiun radio, dll.<br>
Bahkan ada yang membeli film-film yang sama sekali tidak layak untuk ditonton, bahkan menyebutnya saja kita malu, kemudian diputar di rumahnya, di hadapan anak dan istrinya, padahal di dalamnya ada tayangan yang sangat tidak pantas dilihat. Hal ini memang tidak enak didengarka, tapi ternyata hal ini perlu diucapkan karena sebagian masyarakat tidak menyadarinya.<br>
Tayang-tayangan demikian muncul di sinetron, dimana para artis bemesra-mesraan dengan dalih tuntutan peran. Kemudian diliput juga gaya hidup dan pergaulan mereka yang hedonis di acara-acara telivisi. Karena seringnya dan akrabnya masyarakat kita, sehingga mereka menganggap hal ini sesuatu yang lumrah bahkan tidak mengapa. Lalu anak-anak yang tumbuh dengan menyaksikan hal demikian pun mempraktikkan apa yang mereka lihat dalam kehidupan mereka sendiri.<br>
Tayangan-tayangan yang demikian adalah tayangan yang tidak memberikan nilai pendidikan sama sekali kecuali pendidikan syaithaniyah untuk membangkitkan nafsu syahwat dan selanjutnya melampiaskankannya pada hal-hal yang diharamkan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>.<br>
Kemanakah rasa malu mereka? Apakah mereka tidak percaya lagi kepada Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> yang bersabda,</p>
<p dir="ltr">الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya rasa malu itu hanya akan mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari).<br>
Dimanakah rasa malu dari seseorang yang membiarkan anak-anak mereka berkeliaran semaunya, bergaul dengan sembarang orang, melakukan aktifitas tanpa bimbingan dan membiarkan mereka diperbudak hawa nafsu. Yang baik dipandang buruk dan yang buruk terlihat indah dan menyenangkan karena tertipu dengan nafsu syahwat.<br>
Dimanakah rasa malu dari para pegawai yang tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas yang diamanahkan kepada mereka? Dimanakah rasa malu dari para pedagang yang melakukan penipuan dan tindakan curang, dusta dalam perdagangannya?<br>
Sungguh, semua prilaku buruk ini akibat dari hilangnya rasa malu dari diri seseorang. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ</p>
<p dir="rtl">“Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari).<br>
Hendaklah kita semua senantiasa bertakwa kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dan hendaklah kita senantiasa memupuk keyakinan bahwa Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>selalu mengetahui apapun yang kita lakukan di semua tempat dan waktu.<br>
Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ ﴿١٢﴾ وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ ۖ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿١٣﴾ أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau tampakkanlah; sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati. Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu tampakkan atau rahasiakan); dan Dia Maha halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. al-Mulk:12-14).</p>
<p dir="ltr">للَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي مَقَامِنَا هَذَا أَنْ تَوْفِقَنَا لِلْقِيَامِ بِمَا أَوْجَبْتَ عَلَيْنَا وَأَنْ نَكُوْنَ مِنْ عِبَادِكَ المُخْبِتِيْنَ الصَّادِقِيْنَ البَارِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ إِنَّكَ جَوَادٌ كَرِيْمٌ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ .</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">الحمد لله حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه وأشهد الا اله الا الله وحده لا شريك له شهادة نرجو بها النجاة يوم نلاقيه وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين</p>
<p dir="rtl">أما بعد</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,<br>
Rasa malu yang terpuji adalah rasa malu yang bisa mencegah seseorang dari perbuatan buruk dan rasa malu yang bisa mendorong seseorang untuk melakukan berbagai kebaikan. Sedangkan rasa malu yang menghalangi seseorang dari perbuatan yang bermanfaat bagi dunia dan agamanya maka itu merupakan jenis rasa malu yang tercela. Sebagai seorang yang beriman, seorang mukmin tidak merasa malu untuk mengucapkan kalimat yang benar dan beramar ma’ruf nahi mungkar; tidak merasa malu untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahui dalam urusan agamanya.<br>
Rasa malu yang terpuji merupakan anugerah Allah, sementara rasa malu yang tercela adalah tipuan setan. Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa bertakwa kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dalam semua akitifitas kita.</p>
<p dir="ltr">وَاعْلَمُوْا أَنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الُهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثاَتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ فِي الدِّيْنِ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ</p>
<p dir="rtl">فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ اِجْتَمِعُوْا وَلَا تَتَفَرَّقُوْا اِجْتَمِعُوْا عَلَى دِيْنِ اللهِ اِجْتَمِعُوْا عَلَى مَا فِيْهِ الصَّلَاحُ فِي دِيْنِكُمْ وَدُنْيَاكُمْ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ، شَذَّ فِي النَّارِ</p>
<p dir="rtl">وَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِي مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا اَللَّهُمَّ صَلِّي وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مَحَبَّتَهُ وَاتِّبَاعَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا اَللَّهُمَّ تَوَفَّنَا عَلَى مِلَّتَهُ اَللَّهُمَّ احْشُرْنَا فِي زَمْرَتِهِ اَللَّهُمَّ اسْقِنَا مِنْ حَوْضِهِ اَللَّهُمَّ أَدْخِلْنَا فِي شَفَاعَتِهِ اَللَّهُمَّ اجْمَعْنَا بِهِ فِي جَنَّاتٍ النَّعِيْمٍ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ ارْضَى عَنْ خُلَفَائِهِ الرَاشِدِيْنَ وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ عَنِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غَلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ الرَؤُوْفُ الرَحِيْمُ أَمَّا بَعْدُ.</p>
<p dir="rtl">فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا.يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا</p>
<p dir="rtl">(إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-47934698720568888152016-07-24T17:18:00.001-07:002016-07-24T17:18:32.225-07:00Meneladani Nabi Ibrahim Alaihis salam<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا؛ مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ، وَمُبَلِّغِ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ، وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ: اِتَّقُوْا اللهَ؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ .</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> telah menciptakan jin dan manusia dan mengujinya dengan berbagai kenikmatan-Nya yang agung dan anugerah-Nya yang megah. Sebagian manusia ada yang baik dan bersemangat dalam memanfaatkannya, dan sebagian lagi ada yang lalai terhadap apa yang telah menjadi kewajibannya.<br>
Di antara ujian yang diberikan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> atas mereka, yaitu agar mereka berittiba’ (mengikuti) Rasul-Nya, Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Para nabi berada di atas agama yang sama, yakni bertauhid; dengan beribadah semata-mata hanya kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> meskipun dengan syariat yang mungkin berbeda. Sehingga, mengikuti Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> merupakan bagian dari mengikuti jejak para nabi dan sekaligus dibarengi dengan kecintaan terhadap mereka. Apabila seorang hamba meyakini bahwa seluruh nabi adalah sebaik-baik manusia ciptaan Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dan mereka adalah hamba-hamba yang berhak mendapatkan pertolongan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, maka ia juga akan menyakini pentingnya arti meneladani para nabi. Terlebih hal itu telah dipertegas oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dalam firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْعَالَمِينَ</p>
<p dir="rtl">“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: ‘Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Alquran)’. Sesungguhnya Alquran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS. al-An’am: 90).<br>
Melalui firman-Nya, Alquran, Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> telah menceritakan kisah para nabi dalam banyak ayat. Yang terbaik di antara mereka mendapat sebutan sebagai ulul-‘azmi di kalangan para rasul, dan sebaik-baik mereka adalah <i>al-khalilan</i> (dua kekasih Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>). Kisah-kisah tersebut bukan sesuatu yang sia-sia.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman.” (QS. Yusuf: 111).<br>
Demikian juga firman-Nya</p>
<p dir="ltr">وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ</p>
<p dir="rtl">“Dan semua kisah dari rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 120).<br>
Demikian juga dengan kisah Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>. Namun, sebelum kita mengkaji sebagian kisah perjalanan hidup Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>, ada beberapa hal mendasar yang perlu kita perhatikan dengan seksama.<br>
<b>Pertama</b>: Manhaj nabawi yang diwariskan Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dalam tazkiyatun-nufus (pensucian jiwa) adalah manhaj seluruh nabi. Bahkan itu merupakan salah satu rukun kenabian dan merupakan tugas utama yang dipikul Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Hal ini pula yang telah menjadi rukun utama dakwah Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>sebagaimana difirmankan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dalam surat Al-Baqarah ayat 127-129.<br>
<b>Kedua</b>: Tazkiyatun-nufus merupakan prinsip dasar dalam mewujudkan kehidupan secara Islami berlandaskan manhaj Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>dalam menggapai kebahagiaan hakiki.<br>
<b>Ketiga</b>: Metode pendidikan modern yang dianggap mampu memberikan jalan keluar bagi banyak problematika ternyata menjadi senjata tajam yang justru dapat membahayakan umat Islam dalam semua sisi kehidupan mereka, lantaran metode tersebut kerap kali berseberangan dengan metode yang diterapkan oleh para nabi atas umat mereka dengan bimbingan wahyu Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
<b>Keempat</b>: Memahami dengan baik manhaj para nabi dalam tazkiyatun-nufus dapat memberikan gambaran tentang kelurusan aqidah, kesabaran ibadah, kemuliaan akhlak, keindahan muamalah, keteguhan prinsip, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, insya Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, pembahasan kali ini terdapat beberapa pelajaran tarbiyah dan nilai tazkiyatun-nufus yang dipetik dari kisah perjalanan Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>.<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Berikut ini beberapa pelajaran penting dari pemaparan kisah Nabi Ibrahim<i>‘alaihissalam</i>:<br>
<b>Keteguhan Ibrahim </b><i><b>‘alaihissallam</b></i><b> Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada Ayahnya</b><br>
Unsur terpenting dalam proses penyucian jiwa ialah dengan menegakkan tauhidullah, menjadikannya sebagai pilar utama sehingga mempengaruhi unsur-unsur lain dalam jiwa. Apabila tauhid seseorang baik, maka baik pula unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila tauhid seseorang buruk, hal itupun akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak langkah kehidupannya. Dan kita berharap semoga Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> selalu memberikan taufik dan petunjuk-Nya.<br>
Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>, kita akan mendapatkan diri beliau sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa moment, di antaranya:<br>
Dakwah Tuhid Kepada Ayah Beliau ‘Alaihissallan Dengan Sabar Dan Penuh Santun.Al-Hafihz Ibnu Katsiir <i>rahimahullah</i> berkata, “Penduduk negeri Harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala. Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>, isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth <i>‘alaihissallam</i>. Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> terpilih menjadi hamba Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang menghapus kesyirikan tersebut dan menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>telah menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat menjadi Rasul, dan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memilihnya sebagai kekasih Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> pada masa berikutnya.<br>
Awal dakwah tauhid yang beliau <i>‘alaihissallam</i> tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya, karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat”.<br>
Syaikh as-Sa`di <i>rahimahullah</i> berkata,”Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> adalah sebaik-baik para nabi setelah Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, … yang telah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> jadikan kenabian pada anak keturunnya. Dan kepada mereka diturunkan kitab-kitab suci. Dia telah mengajak manusia menuju Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, bersabar terhadap siksa yang ia dapatkan (dalam perjalanan dakwahnya), ia mengajak orang-orang yang dekat (dengannya) dan orang-orang yang jauh, ia bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap ayahnya bagaimanapun caranya…”.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا</p>
<p dir="rtl">“Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?”. (QS. Maryam:42).<br>
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> mendakwahkan tauhid kepada ayahnya dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam perbuatan syirik yang dilakukannya?! Penolakan ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Disebutkan dalam firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ</p>
<p dir="rtl">“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> , maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114).<br>
Dalam usaha yang lain, Ibrahim berdialog dengan ayahnya:</p>
<p dir="ltr">وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ</p>
<p dir="rtl">“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar. ‘Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kekeliruan yang nyata’.” (QS. Al-An’am: 74).<br>
Syaikh as-Sa’di berkata,”Dan ingatlah (terhadap) kisah Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>manakala Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memuji dan memuliakannya saat ia berdakwah mengajak kepada tauhid dan melarang dari berbuat syirik.”<br>
Demikian, perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi Ibrahim<i>‘alaihissallam</i> kepada kaumnya. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menjadikannya sebagai bagian dari ayat-ayat Alquran yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ۖ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: ‘Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui’.” (QS. Al-Ankabut: 16).<br>
Ibnu Katsir <i>rahimahullah</i> berkata dalam menafsirkan ayat ini: “Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> mengkabarkan tentang hamba-Nya, Rasul dan kekasih-Nya, yaitu Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> sang imam para hunafa`, bahwa ia <i>‘alaihissallam</i>berdakwah mengajak kaumnya untuk beribadah kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya, mengikhlaskan-Nya dalam ketakwaan, memohon rezeki hanya kepada-Nya, dan mengesakan-Nya dalam bersyukur”.<br>
Keteguhan dakwah tauhid yang diperjuangkan Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> juga termaktub dalam firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> surat al-Anbiya` ayat 51-56. Dan dalam beberapa ayat disebutkan, bahwa dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya dilakukan secara bersamaan, seperti tersebut dalam surat asy-Syu`ara ayat 69, dan ash-Shaffat ayat 84.<br>
Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> Tegar Dan Tabah Menghadapi Ujian Dan Siksaan.Sikap ini tercermin dalam kisah beliau <i>‘alaihissallam</i> saat berdakwah mengajak manusia untuk bertauhid dan mengesakan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, namun kebanyakan menolaknya dengan penuh kenistaan. Ketabahan Nabi Ibrahim<i>‘alaihissallam</i> ini menjadi teladan bagi setiap dai dalam mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Kisah ketabahan Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> diabadikan dalam Alquran melalui firman-firman-Nya. Meskipun kaumnya dengan kuatnya untuk membakar dirinya, namun Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> tetap tabah dan menyerahkan segala perkara kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,</p>
<p dir="ltr">قَالَ أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ. وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ. قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ. فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَسْفَلِينَ</p>
<p dir="rtl">Ibrahim berkata: “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. Mereka berkata: “Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim;lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu”. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (QS. Ash-Shaffat: 95-98).<br>
As-Suddi <i>rahimahullah</i> berkata: “Mereka menahannya dalam sebuah rumah. Mereka mengumpulkan kayu bakar, bahkan hingga seorang wanita yang sedang sakit bernadzar dengan mengatakan ‘sungguh jika Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> telah memberikan bagiku kesembuhan, maka aku akan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim’. Setelah kayu bakar terkumpul menjulang tinggi, mereka mulai membakar setiap ujung tepian dari tumpukkan itu, sehingga apabila ada seekor burung yang terbang di atasnya niscaya ia akan hangus terbakar. Mereka mendatangi Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> kemudian mengusungnya sampai di puncak tumpukan tinggi kayu bakar tersebut”. Riwayat lain menyebutkan, ia diletakkan dalam ujung manjaniq.<br>
Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> mengangkat kepalanya menghadap langit, maka langit, bumi, gunung-gunung dan para malaikat berkata: “Wahai, Rabb! Sesungguhnya Ibrahim akan dibakar karena (memperjuangkan hak-Mu)”<br>
Nabi Ibrahim berkata, “Ya, Allah, Engkau Maha Esa di atas langit, dan aku sendiri di bumi ini. Tiada seorang pun yang menyembah-Mu di atas muka bumi ini selainku. Cukuplah bagiku Engkau sebaik-baik Penolong”.</p>
<p dir="ltr">Mereka lantas melemparkan Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> ke dalam tumpukan kayu bakar yang tinggi, kemudian diserukanlah (oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>): “Wahai api, jadilah dingin dan selamat bagi Ibrahim”.<br>
Ibnu Abbas dan Abu al-Aliyah, keduanya berkata: “Jika Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> tidak mengatakan ‘dan selamat bagi Ibrahim,’ niscaya api itu akan membinasakan Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> dengan dinginnya”.<br>
Yakin Terhadap Kebesaran Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>Pada saat Nabi Ibrahim diletakkan di ujung manjaniq, ia dalam keadaan terbelenggu dengan tangan di belakang. Kemudian kaumnya melemparkan Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> ke dalam api, dan ia pun berkata: “Cukuplah Allah<i>‘Azza wa Jalla</i> bagi kami, dan Dia sebaik-baik Penolong”.<br>
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Ibnu Abbas<i>radhiyallahu ‘anhuma</i>, ia berkata:</p>
<p dir="ltr">حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ</p>
<p dir="rtl">(cukuplah Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> bagi kami dan Dia sebaik-baik penolong)” telah diucapkan Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> tatkala ia dilemparkan ke dalam api.<br>
Demikianlah, Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> sangat yakin dengan kebesaran, pertolongan dan perlindungan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> , karena beliau sedang memperjuangkan hak Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yang terbesar, yakni tauhid dalam beribadah kepada-Nya <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
<b>Perintah Allah </b><i><b>Subhanahu wa Ta’ala</b></i><b> Berada Di Atas Segalanya</b><br>
Kisah dalam hijrah bersama Hajar dan IsmailKetika Ismail baru saja dilahirkan dan dalam penyusuan ibunya (Hajar), Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> membawa keduanya menuju Baitullah pada dauhah (sebuah pohon rindang) di atas zam-zam. Saat itu, tidak ada seorangpun di Makkah, dan juga tidak ada sumber air.<br>
Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> meninggalkan jirab, yaitu kantung yang biasa dipakai untuk menyimpan makanan. Kantung itu berisi kurma untuk keduanya. Juga meninggalkan siqa` (wadah air) yang berisi air minum. Kemudian Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> berpaling dan pergi. Hajar mengikutinya sembari berkata: “Wahai, Ibrahim! Kemana engkau akan pergi meninggalkan kami di lembah yang sunyi dan tak berpenghuni ini?” Hajar mengulangi pertanyaan itu berkali-kali, namun Ibrahim tidak menoleh, tak pula menghiraukannya. Kemudian Hajar pun bertanya: “Apakah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang telah memerintahkan engkau dengan ini?”<br>
Ibrahim menjawab,“Ya.”<br>
Mendengar jawaban itu, maka Hajar berkata: “Jika demikian, Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> tidak akan meninggalkan kami”. Lantas Hajar kembali menuju tempatnya semula. Adapun Ibrahim, ia terus berjalan meninggalkan mereka, sehingga sampai di sebuah tempat yang ia tak dapat lagi melihat isteri dan anaknya. Ibrahim pun menghadapkan wajah ke arah Baitullah seraya menengadahkan tangan dan berdoa: Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. [QS. Ibrahim ayat 37).<br>
Kisah Penyembelihan Ismail.Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> berdoa: “Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang shalih,” maka Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memberikan kabar gembira kepadanya dengan kehadiran seorang anak yang mulia lagi penyabar. Dan tatkala anak itu saat mulai beranjak dewasa berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”<br>
Isma’il menjawab: “Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar”.<br>
Saat keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Setelah itu Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memanggilnya: “Wahai Ibrahim, sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (Yaitu) ‘Kesejahteraan yang dilimpahkan kepada Ibrahim’. Demikianlah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang mukminin. Kisah ini dijelaskan di dalam Alquran dalam surat ash-Shaffat ayat 99-111.<br>
Ibnu Abbas berkata:<br>
Ibrahim dan Isma’il … keduanya taat, tunduk patuh terhadap perintah Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Ingatlah, renungkanlah kisah itu … ketika keduanya akan melaksanakan perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:</p>
<p dir="ltr">يَا أَبَتِ اشْدُدْ رِبَاطِيْ حَتَّى لاَ أَضْطَرِبَ….</p>
<p dir="rtl">“Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.”</p>
<p dir="ltr">وَاكْفُفْ عَنِّي ثِيَابَكَ حَتَّى لاَ يَنْتَضِحَ عَلَيْهَا مِنْ دَمِّيْ شَيْءٌ فَيَنْقُصَ أَجْرِيْ وَتَرَاهُ أُمِّيْ فَتَحْزَنُ….</p>
<p dir="rtl">“Wahai Ayahku, singsingkanlah baju engkau agar darahku tidak mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih.”</p>
<p dir="ltr">وَيَا أَبَتِ اسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ وَأَسْرِعْ مَرَّ السِّكِّيْنِ عَلَى حَلْقِيْ لِيَكُوْنَ أَهْوَنُ عَلَيَّ فَإِنَّ الْمَوْتَ شَدِيْدٌ….</p>
<p dir="rtl">“Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat dahsyat.”</p>
<p dir="ltr">وَإِذَا أَتَيْتَ أُمِّيْ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنِّيْ…. وَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تَرُدَّ قَمِيْصِيْ عَلَى أُمِّيْ فَافْعَلْ….</p>
<p dir="rtl">“Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam (kasih)ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.”</p>
<p dir="ltr">فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيْمُ : نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى….</p>
<p dir="rtl">(Saat itu, dengan penuh haru) Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> “.<br>
Ibnu Katsir <i>rahimahullah</i> berkata: “Ini adalah ujian Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>) untuk menyembelih putranya yang mulia dan baru terlahir setelah beliau berumur senja. (Ujian ini terjadi) setelah Allah memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar saat Ismail masih menyusui di tempat yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan (yang dimakan buahnya), tanpa air dan tanpa penghuni. Ia taati perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> itu, meninggalkan isteri dan putranya yang masih kecil dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> . Maka Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memberikan kepada mereka kemudahan, jalan keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang tiada disangka. Setelah semua ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan perintah-Nya untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Ismail <i>‘alaihissallam</i>. Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> itu dan segera mentaatinya. Beliau <i>‘alaihissallam</i> menyampaikan terlebih dahulu ujian Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> tersebut kepada putranya, agar hati Ismail menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga ujian itu tidak harus dijalankan dengan cara paksa dan menyakitkan. Subhanallah…<br>
Perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> kepada Ibrahim untuk Berkhitan.Pada saat Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> telah mencapai umur senja (delapan puluh tahun), ia diuji oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dengan beberapa perintah, di antaranya agar beliau berkhitan. Sebagaimana hadits Abi Hurairah <i>radhiyallahu ‘anhu</i>, ia berkata: Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda:</p>
<p dir="ltr">اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً</p>
<p dir="rtl">“Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> berkhitan di usia beliau delapan puluh tahun.”<br>
Beliau <i>‘alaihissallam</i> berkhitan dengan pisau besar (semisal kampak). Meskipun terasa sangat berat bagi diri beliau <i>‘alaihissallam</i>, namun hal itu tidak pernah membuatnya merasa ragu terhadap segala kebaikan perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Bahkan dalam sebuah riwayat, Ali bin Rabah <i>radhiyallahu ‘anhu</i>menyebutkan bahwa : “Beliau (Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>) diperintah untuk berkhitan, kemudian beliau melakukannya dengan qadum. Maka Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> mewahyukan ‘Engkau terburu-buru sebelum Kami tentukan alatnya’. Beliau mengatakan: ‘Wahai Rabb, sungguh aku tidak suka jika harus menunda perintah-Mu’.”<br>
Perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> Untuk Membangun Ka`bah.</p>
<p dir="ltr">وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ</p>
<p dir="rtl">“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj: 26-27).<br>
Dalam Shahih Bukhari disebutkan, bahwasanya Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memerintahkan aku sesuatu”.<br>
Ismail <i>‘alaihissallam</i> menjawab: “Lakukanlah perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>kepada engkau”.<br>
Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> bertanya: “Apakah engkau (akan) membantuku?”<br>
Ismail <i>‘alaihissallam</i> menjawab: “Ya, aku akan membantu engkau”.<br>
Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> berkata lagi: “Sesungguhnya Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>telah memerintahkan aku untuk membangun disini sebuah rumah”. (Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> mengisyaratkan tanah yang sedikit tinggi dibandingkan dengan yang ada di sekelilingnya). Saat itulah keduanya membangun pondasi-pondasi. Dan Ismail <i>‘alaihissallam</i> membawa kepada ayahnya batu-batu dan Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>menyusunnya. Sehingga, ketika telah mulai tinggi, ia mengambil batu dan diletakkan agar Ibrahim <i>‘alaihissallam</i>dapat naik di atasnya. Demikian, dilakukan oleh keduanya, dan mereka berkata:</p>
<p dir="ltr">رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ</p>
<p dir="rtl">“Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127).</p>
<p dir="ltr">نَسْأَلُهُ جَلَّ فِيْ عُلَاهُ أَنْ يُوَفِّقَنَا أَجْمَعِيْنَ وَأَنْ يُصْلِحَ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ وَأَنْ لَا يَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، نَسْأَلُهُ جَلَّ وَعَلَا بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ وَجُوْدِهِ وَجَمِيْعِ أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْنَا مَنًّا مِنْهُ وَتَكَرَّمًا بِأَنْ يِجْعَلَنَا مِنْ هَؤُلَاءِ عِبَادِ الرَّحْمَنِ؛ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيْعُ الدُّعَاءِ وَهُوَ أَهْلُ الرَّجَاءِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ .</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ،</p>
<p dir="rtl">أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ فِي السِّرِّ وَالعَلَانِيَةِ وَالغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Dari pemaparan kisah-kisah di atas, banyak pelajaran penting dan berharga yang dapat dipetik, di antaranya:<br>
Nabi Ibrahim <i>‘alaihissallam</i> adalah hamba Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dan Rasul-Nya <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang amat taat kepada-Nya <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, sehingga Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menjadikannya sebagai hamba yang sangat disayangi.Pilar utama upaya tazkiyyatun-nufus adalah dalam hal tauhid. Dan berdakwah menyeru kepada tauhid merupakan amanat yang dipikul para nabi, dan sekaligus menjadi panutan bagi setiap dai.Kesabaran dalam mendakwahkan tauhid dan ketabahan dalam menghadapi ujian di jalan itu, harus dilakukan sesuai dengan cara yang dicontohkan oleh para rasul <i>‘alaihissallam</i>.Yakin terhadap Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengarungi kehidupan.Perintah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> merupakan hal terpenting di atas segalanya. Ketulusan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> adalah kebahagiaan. Maka selayaknya kita berupaya secara maksimal untuk melaksanakannya diiringi doa memohon taufik serta kemudahan dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.Segala contoh kebaikan telah ada pada diri para Rasul <i>‘alaihissallam</i> yang harus selalu menjadi suri tauladan bagi kita dalam setiap hal.Wallahul Musta`an..</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)).</p>
<p dir="rtl">للَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةِ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وُلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلَنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">[Diadaptasi dari tulisan Ustadz Rizal Yuliar di majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII/1429/2008M]<br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-51353699470869894562016-07-12T08:56:00.001-07:002016-07-12T08:57:06.745-07:00Seribu Penyebab Kematian Manusia<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ ومُبلِّغُ النَّاسِ شَرْعَهُ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ:</p>
<p dir="rtl">اَتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ.</p>
<p dir="rtl">وَتَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا عَمَلٌ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكٌ لِمَعْصِيَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ خِيْفَةَ عَذَابِ اللهِ .</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Manusia hidup di dunia ini telah ditentukan ajalnya, telah dijatah lama kehidupannya. Dengan berjalannya hari-hari, berlalunya bulan demi bulan, dan bergantinya tahun-tahun, maka sesungguhnya semua itu mendekatkan manusia kepada ajalnya. Ironisnya, mayoritas manusia tidak memperhatikan itu, bahkan kebanyakan sibuk dan menyibukkan diri dengan berbagai urusan dunia yang fana dan melalaikan akhirat yang kekal selamanya.<br>
Allah <i>Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ</p>
<p dir="rtl">“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. al-A’la: 16-17).<br>
Jika manusia mau mengamati orang-orang yang hidup di sekitarnya, banyak orang yang dikenalnya telah mendahuluinya menuju alam baka. Di antara kita sudah ditinggal mati oleh kakek atau neneknya, ayah atau ibunya, kakak atau adiknya, suami atau istrinya, bahkan anak atau cucunya. Demikian juga tetangganya, kawan sekolahnya, teman bermainnya, atau kawan kerjanya. Sebagian sudah mendahului pergi.<br>
Sahabat Ali bin Abi Thalib <i>radhiyallahu ‘anhu</i> telah memberikan nasihat sangat berharga, sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab <i>Shahih</i>-nya:</p>
<p dir="ltr">ارْتَحَلَتْ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتْ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ</p>
<p dir="rtl">“Dunia telah berjalan menjauhi, sedangkan akhirat telah berjalan mendekati. Dunia dan akhirat memiliki orang-orang (yang memburunya), maka hendaklah kamu menjadi orang-orang (yang memburu) akhirat, janganlah kamu menjadi orang-orang (yang memburu) dunia. Karena sesungguhnya hari ini (di dunia) ada amal, dan belum ada hisab (perhitungan amal), sedangkan besok (akhirat) ada hisah dan tidak ada amal.” (HR Bukhari).<br>
Sahabat yang mulia ini, Ali bin Abi Thalib <i>radhiyallahu ‘anhu</i> , telah berkata benar, telah memberikan nasihat kepada umat, maka siapakah orang beruntung yang mau mengambil nasihatnya ?<br>
Ibadallah,<br>
Banyak faktor yang menjadi penyebab kematian menghadang manusia. Salah satu di antaranya pasti menimpanya, tidak ada pilihan. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> telah memberitakan hakikat ini dalam banyak hadits, diantaranya:</p>
<p dir="ltr">عَنْ مُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُثِّلَ ابْنُ آدَمَ وَإِلَى جَنْبِهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ مَنِيَّةً إِنْ أَخْطَأَتْهُ الْمَنَايَا وَقَعَ فِي الْهَرَمِ</p>
<p dir="rtl">Dari Mutharrif bin Abdillah bin asy-Syikhkhir, dari bapaknya, ia berkata: Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “Telah diciptakan di dekat anak Adam sembilan puluh sembilan musibah (sebab kematian). Jika dia tidak terkena semua musibah itu, dia pasti mengalami ketuaan. (HR Tirmidzi).<br>
Kandungan dari “sembilan puluh sembilan” dalam hadits ini memiliki maksud yang sangat banyak, bukan membatasi dengan jumlah sembilan puluh sembilan saja. Sedangkan “maniyyah”, artinya ialah musibah atau kematian,<i>wallahu a’lam</i>.<br>
Ada dua makna yang disebutkan Ulama tentang hadits ini.<br>
Pertama: Sangat banyak faktor-faktor yang menjadi penyebab kematian manusia. Seandainya manusia itu berulang kali selamat dari sebab-sebab kematian yang berupa penyakit, kelaparan, tenggelam, terbakar, dan lainnya, niscaya dia pasti mengalami ketuaan sampai meninggal dunia.<br>
Kedua: Asal penciptaan manusia tidak terlepas dari musibah, bencana dan penyakit. Sebagaimana dikatakan oleh sebuah ungkapan:</p>
<p dir="ltr">اَلْبَرَايَا أَهْدَافُ الْبَلَايَا</p>
<p dir="rtl">“Semua makhluk adalah sasaran musibah.”<br>
Atau seperti dikatakan Ibnu Atha <i>rahimahullah</i>:</p>
<p dir="ltr">مَا دُمْتَ فِيْ هَذِهِ الدَّارِ لَا تَسْتَغْرِبْ وُقُوْعَ الْأَكْدَارِ</p>
<p dir="rtl">“Selama engkau berada di dunia ini, jangan heran terjadinya kesusahan-kesusahan.”<br>
Jika seseorang tidak tertimpa semua muisbah itu, dan ini sangat jarang terjadi, pasti akan ditimpa penyakit paling ganas yang tidak ada obatnya, yaitu ketuaan. Intinya, dunia adalah penjara seorang mukmin dan surga orang kafir. Sehingga sepantasnya seorang Mukmin bersabar menghadapi keputusan Allah, ridha terhadap yang ditakdirkan dan diputuskan Allah.<br>
Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> memberitakan, semua penyakit ada obatnya kecuali ketuaan yang membawa kepada kematian.<br>
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَدَاوَوْا عِبَادَ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُنَزِّلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ مَعَهُ شِفَاءً إِلَّا الْمَوْتَ وَالْهَرَمَ<br>
Dari Usamah bin Syarik, bahwa Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “Hendaklah kamu berobat, wahai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan obat bersamanya, kecuali kematian dan ketuaan”. (HR Ahmad).<br>
Di dalam hadits lain disebutkan:</p>
<p dir="ltr">عَنْ أَبِيِ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً أَوْ لَمْ يَخْلُقْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ أَوْ خَلَقَ لَهُ دَوَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ إِلَّا السَّامَ قَالُوْا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَ مَا السَّامُ؟ قَالَ : الْمَوْتُ</p>
<p dir="rtl">Dari Abu Sa’id al-Khudri <i>radhiyallahu ‘anhu</i> , bahwa Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit atau tidak menciptakan penyakit kecuali menurunkan atau menciptakan obat untuknya. Orang yang telah mengetahuinya dia mengetahui, orang yang tidak mengetahuinya dia tidak mengetahuinya, kecuali as-saam”. Para sahabat bertanya, “Apakah as-saam itu?” Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjawab, “Kematian”. (HR al-Hakim).<br>
Ibadallah,<br>
Manusia memiliki beraneka angan-angan sesuai dengan keyakinannya, atau orang-orang sekitarnya yang mempengaruhinya, atau lainnya. Banyak orang yang memiliki angan-angan tentang dunia dan kemewahannya; Pekerjaan mudah, rumah dan mobil mewah, dan perkara wah lainnya. Namun kebanyakan tidak menyadari bahwa sesungguhnya kematian lebih dekat dari angan-angan.<br>
Oleh karena itu Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> banyak mengingatkan kepada umatnya tentang masalah ini. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> pernah menjelaskan masalah tersebut dengan membuat gambar yang dituliskan, sehingga hal itu lebih menjadikan gamblang dan menyentuh hati orang-orang yang memperhatikan. Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam hadits shahih di bawah ini:</p>
<p dir="ltr">عَنْ عَبْدِ اللَّهِ z قَالَ خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا وَخَطَّ خَطًّا فِي الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ وَخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي فِي الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْوَسَطِ وَقَالَ هَذَا الْإِنْسَانُ وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ وَهَذَا الَّذِي هُوَ خَارِجٌ أَمَلُهُ وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ الْأَعْرَاضُ فَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا وَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا</p>
<p dir="rtl">Dari Abdullah, ia berkata: “Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menggambar persegi empat dan membuat garis yang keluar darinya di tengahnya. Beliau juga membuat garis-garis kecil ke arah garis yang berada di tengah tersebut dari arah sampingnya. Beliau bersabda, ‘Ini adalah manusia, dan (persegi empat) ini adalah ajalnya, mengelilinginya atau telah mengelilinginya. Sedangkan (garis) yang keluar ini adalah angan-angannya. Dan garis-garis kecil ini adalah musibah-musibah. Jika ia tidak terkena ini (suatu jenis musibah, Pen), dia pasti terkena ini (suatu jenis musibah, Pen). Jika dia tidak terkena ini, dia pasti terkena ini’.” (HR. al- Bukhari).<br>
Ya, manusia tidak akan selamat dari kematian, dan kematiannya itu lebih dekat dari angan-angannya.</p>
<p dir="ltr">عَنْ أَنَسٍ قَالَ خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطُوطًا فَقَالَ هَذَا الْأَمَلُ وَهَذَا أَجَلُهُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ جَاءَهُ الْخَطُّ الْأَقْرَبُ</p>
<p dir="rtl">Dari Anas, ia berkata: “Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menggaris beberapa garis, lalu bersabda, ‘Ini angan-angan (manusia), dan ini ajalnya. Ketika ia dalam keadaan demikian (mengejar angan-angannya), tiba-tiba datang kepadanya garis yang terdekat (ajalnya)’.” (HR. al-Bukhari).<br>
Dalam riwayat lain disebutkan:</p>
<p dir="ltr">عَنْ أَنَسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَامِلَهُ فَنَكَتَهُنَّ فِي الْأَرْضِ فَقَالَ هَذَا ابْنُ آدَمَ وَقَالَ بِيَدِهِ خَلْفَ ذَلِكَ وَقَالَ هَذَا أَجَلُهُ قَالَ وَأَوْمَأَ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ وَثَمَّ أَمَلُهُ ثَلَاثَ مِرَارٍ</p>
<p dir="rtl">Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mengumpulkan jari-jarinya, lalu menurunkannya ke tanah, lalu beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>bersabda, ‘Ini anak Adam,’ lalu beliau menggerakkan tangannya di belakangnya itu sambil mengatakan, ‘Ini ajalnya,’ kemudian beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>mengisyaratkan ke arah depan sambil bersabda, ‘Dan di sana angan-angannya,’ tiga kali”. (HR Ahmad).<br>
Bahkan Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga menerangkan kedekatan ajal pada manusia itu dengan isyarat-isyarat dengan anggota badan beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,</p>
<p dir="ltr">عن أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا ابْنُ آدَمَ وَهَذَا أَجَلُهُ وَوَضَعَ يَدَهُ عِنْدَ قَفَاهُ ثُمَّ بَسَطَهَا فَقَالَ وَثَمَّ أَمَلُهُ وَثَمَّ أَمَلُهُ وَثَمَّ أَمَلُهُ</p>
<p dir="rtl">Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>bersabda,’Ini adalah anak Adam, dan ini adalah ajalnya,” beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> meletakkan tangannya pada tengkuknya, lalu beliau menyebarkannya lalu bersabda, “Dan disana adalah angan-angannya, dan disana adalah angan-angannya’.” (HR Tirmidzi).<br>
Demikianlah antara kita dan kematina –kaum muslimin rahimakumullah-. Di antara kita ada yang malas mengingatnya, walaupun dia tidak memungkiri itu akan menimpa dirinya. Di antara kita ada yang tidak suka mendengarkannya, padahal bisa jadi hal itu sudah sangat dekat dengannya.</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.</p>
<p dir="rtl">أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Semoga sedikit keterangan ini mengingatkan kita tentang pentingnya persiapan menghadapi kematian, masalah besar yang dihadapi setiap insan. Demikianlah yang paling penting sebagaimana diperintahkan Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> :</p>
<p dir="ltr">عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ n فِي جِنَازَةٍ فَجَلَسَ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ فَبَكَى حَتَّى بَلَّ الثَّرَى ثُمَّ قَالَ يَا إِخْوَانِي لِمِثْلِ هَذَا فَأَعِدُّوا</p>
<p dir="rtl">Dari al-Bara’, di berkata: “Kami bersama Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>pada suatu jenazah, lalu beliau duduk pada tepi kubur, kemudian beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu beliau bersabda,’Wahai saudara-saudaraku! Untuk semisal ini, maka persiapkanlah!’.” (HR Ibnu Majah).<br>
Terakhir kami katakan: “Wahai saudara-saudaraku! Persiapkanlah dirimu menghadapi kematian!” Wallahu al-Musta’an.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنثوْبَنَا وَاجْعَلْ عَمَلَنَا فِي رِضَاكَ، وَوَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl">(Disalin dari tulisan Ustadz Abu Isma’il Muslim Atsari al-Atsari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVI/1433H/2012M.<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-68232300524161763042016-07-09T20:27:00.001-07:002016-07-09T20:27:55.474-07:00Memahami Takdir Secara Adil<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Bagi sebagian orang, memahami masalah takdir tidaklah mudah. Buktinya, dalam hal ini banyak di antara kaum muslimin yang terjebak pada salah satu di antara dua kutub kesesatan yang saling berlawanan.<br>
<b>Pertama</b>: Kesesatan Jabariyah. Yaitu golongan yang berlebihan dalam masalah takdir hingga menganggap bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan tidak memiliki pilihan untuk berbuat. Semua serba dipaksa oleh Allah, laksana gerakan getar tubuh yang tidak dapat dikendalikan oleh pemiliknya.<br>
<b>Kedua</b>: Kesesatan Qadariyah. Yaitu golongan yang berlebihan menolak takdir hingga semua kegiatan manusia tidak dicampuri oleh Allah <i>Azza wa Jalla</i> dan kehendak-Nya.<br>
Mengapa demikian? Sebab dalam memahami takdir, sebagian orang lebih banyak berpijak pada asas logika. Padahal masalah takdir termasuk perkara ghaib yang tidak akan dapat dijangkau detail-detailnya hanya berdasarkan logika. Bukan wilayah logika untuk memahami takdir dengan tuntas. Ia harus dipahami berdasarkan wahyu dan keimanan. Ketika takdir sudah terjadi pun, kadang orang tidak mampu menangkap hikmah yang terkandung di baliknya.<br>
Yang pasti, takdir Allah <i>Azza wa Jalla</i> harus diimani sebagaimana orang mengimani ketetapan syariat-Nya. Keduanya merupakan ketetapan Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Ketika orang menjalankan ketetapan-ketetapan syariat Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dan mengimaninya, misalnya syariat shalat, orang juga harus mengimani ketetapan takdir Allah <i>Azza wa Jalla</i>, misalnya takdir hidup, mati, laki-laki, perempuan, sakit, miskin, dan takdir-takdir lainnya. Karena semuanya berasal dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, Pencipta alam semesta dan penetap syariat bagi sekalian hamba-Nya.<br>
Iman kepada takdir merupakan salah satu rukun dan asas keimanan di antara rukun Iman yang enam. <b>Barangsiapa yang mengingkari takdir, maka ia bukanlah seorang mukmin yang sesungguhnya</b>.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> ketika ditanya oleh Malaikat Jibril Alaihissallam tentang Iman, Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. رواه مسلم</p>
<p dir="rtl">“Iman ialah jika engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhirat, dan jika engkau beriman kepada takdir, baiknya dan buruknya.” (HR. Muslim).<br>
Jadi orang yang beriman adalah orang yang beriman kepada takdir, dan beriman kepada rukun-rukun iman lainnya. Sebab, takdir merupakan kekuasaan, kewenangan dan kehendak Allah <i>Azza wa Jalla</i>. Iman kepada takdir, tidak bisa dipisahkan dengan Iman kepada Allah <i>Azza wa Jalla</i> dan kepada rukun-rukun iman yang lain. Semua saling terkait erat. Maka orang yang beriman kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, kepada Malaikat-malaikat-Nya, para rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari akhirat, harus pula beriman kepada takdir.<br>
Sebagaimana halnya nama dan sifat-sifat Allah <i>Azza wa Jalla</i> serta masalah ghaib lainnya, takdir juga merupakan masalah yang diluar jangkauan akal manusia. Maka kebenaran dalam memahami takdir harus sesuai dengan petunjuk wahyu yang datangnya dari Allah <i>Azza wa Jalla</i>, Dzat yang Maha menentukan takdir bagi segala sesuatu. Bukan dengan petunjuk logika atau perasaan orang yang serba terbatas.<br>
Sama halnya ketika orang mengimani Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, nama-nama dan sifat-Nya pun, harus berdasarkan wahyu. Demikian pula ketika orang menjalankan dan mengimani syariat, juga harus sesuai dengan petunjuk wahyu. Dan di antara wahyu Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> adalah Sunnah Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, sebab Beliau adalah utusan-Nya yang dipercaya untuk menerima dan menyampaikan wahyu-Nya, baik berupa Alquran maupun Sunnah.<br>
Dalam hal ini Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">أَلاَ وَإِنِّي أُوتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ. رواه أحمد وأبوداود</p>
<p dir="rtl">“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi wahyu Alquran, dan yang semisal Alquran (Sunnah) didatangkan bersamanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).<br>
Hadits ini menunjukkan bahwa ada wahyu lain yang datang bersama Alquran, yaitu Sunnah Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br>
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,<br>
Supaya seorang Muslim bisa benar dalam memahami dan mengimani takdir, maka ia harus memahami dan mengimani empat peringkat (perkara) takdir secara benar, seperti dinyatakan oleh para Ulama.<br>
Imam Ibnu al-Qayyim <i>rahimahullah</i> dalam kitabnya, <i>Syifa’ul ‘Alil</i>, menyatakan, “Bab kesepuluh tentang peringkat-peringkat Qadha’ dan Qadar. Barangsiapa tidak mengimani peringkat-peringkat ini berarti ia belum beriman kepada Qadha’ dan Qadar”.<br>
Di bawahnya beliau menjelaskan peringkat-peringkat tersebut, beliau katakan: peringkat takdir ada empat:<br>
<b>Pertama</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> mengetahui segala sesuatu sebelum kejadiannya.<br>
<b>Kedua</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menuliskan segala sesuatu itu (di Lauh Mahfuzh) sebelum kejadiannya.<br>
<b>Ketiga</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> Maha menghendaki kejadian segala sesuatu itu.<br>
<b>Keempat</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> pasti menciptakan dan mengadakan segala sesuatu yang telah diketahuinya itu.<br>
Itulah empat peringkat atau empat perkara yang hakikatnya merupakan takdir itu sendiri. Artinya, ketetapan takdir Allah pada hakikatnya tidak lepas dari ilmu pengetahuan Allah <i>Azza wa Jalla</i> terhadap segala sesuatu semenjak sebelum segala sesuatu itu ada, kemudian apa yang diketahuinya ini dituliskan di Lauh Mahfuzh, selanjutnya apa yang diketahui dan dituliskan itu pasti dikehendaki terjadinya oleh Allah <i>Azza wa Jalla</i> . Terakhir, Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> pasti menciptakan dan mengadakan apa yang telah diketahui dan dikehendaki-Nya itu.<br>
Takdir baik ataupun buruk, iman atau kufur, semuanya merupakan takdir Allah. Sebab Allah <i>Azza wa Jalla</i> sudah mengetahui sebelumnya bahwa itu akan terjadi dan sudah dituliskannya di Lauh Mahfuzh. Dengan demikian, maka pasti Allah menghendaki terjadinya, dan jika Allah menghendaki, pasti Allah akan mengadakannya.<br>
Tidak mungkin Allah menghendaki suatu kejadian sedangkan sebelumnya Allah tidak tahu. Atau mengetahui bahwa sesuatu akan terjadi, tetapi kemudian Allah menghendaki lain. Misalnya, seseorang yang sudah diketahui Allah bahwa ia akan mati kafir, maka tidak mungkin Allah <i>Azza wa Jalla</i> menghendaki agar ia tidak mati dalam keadaaan kafir. Sebab antara ilmu dan kehendak-Nya tidak mungkin saling berlawanan; Tidak mungkin apa yang diketahui-Nya bertentangan dengan apa yang dikehendaki-Nya. Maha suci Allah dari hal-hal yang demikian. Tidak mungkin dalam wilayah kekuasaan-Nya terjadi sesuatu yang diluar kehendak-Nya.<br>
Tetapi perlu dipahami bahwa sesuatu yang dikehendaki Allah <i>Azza wa Jalla</i>tidak selalu identik dengan sesuatu yang di sukai dan dicintai-Nya. Tidak setiap yang Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> kehendaki terjadi, pasti Allah <i>Azza wa Jalla</i>sukai. Misalnya, homoseksual terjadi dengan kehendak Allah <i>Azza wa Jalla</i>, tetapi Allah tidak menyukai kema’siatan itu.<br>
Fakta yang semacam ini banyak sekali contohnya. Itulah yang disebut dengan<i>iradah kauniyah</i>, kehendak Allah yang bersifat takdir. Salah satu contohnya adalah pencurian. Pencurian tidak akan terjadi tanpa kehendak kauniyah Allah<i>Azza wa Jalla</i>. Buktinya, banyak pencurian yang gagal meskipun sudah dengan perhitungan yang super teliti. Sebab, Allah tidak menghendaki pencurian itu terjadi.<br>
Maka terjadinya pencurian adalah karena kehendak Allah, tetapi apakah lantas berarti pencurian itu diridhai oleh Allah <i>Azza wa Jalla</i>? Tentu tidak. Jadi tidak setiap yang Allah <i>Azza wa Jalla</i> kehendaki terjadi, pasti Allah sukai.<br>
Empat peringkat itu sangat banyak dalilnya, baik dari Alquran maupun Sunnah yang shahih. Dan bahkan merupakan kesepakatan seluruh para Nabi Allah dan kitab-kitab-Nya.<br>
Oleh sebab itu, berkaitan dengan empat peringkat takdir tersebut, Imam Ibnu al-Qayyim selanjutnya menjelaskan, ringkasnya antara lain sebagai berikut:<br>
Adapun yang pertama, yaitu bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> sudah terlebih dahulu mengetahui segala sesuatu sebelum segala sesuatu itu terjadi. Ini sudah menjadi kesepakatan seluruh Rasul Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, mulai dari Rasul Allah yang pertama hingga Rasul Allah penutup. Demikian pula telah menjadi kesepakatan seluruh Sahabat Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> serta umat Islam sesudahnya yang mengikuti jejak mereka. Yang menyelisihi kesepakatan mereka adalah golongan Majusinya umat Islam ini. Dan penulisan segala sesuatu di Lauh Mahfuzh sebelum kejadiannya, membuktikan bahwa Allah sudah mengetahui segala sesuatu itu sebelum kejadiannya.<br>
Beliau juga mengatakan hal yang sama tentang peringkat kedua, ketiga, dan keempat, tentang penulisan takdir segala sesuatu di Lauh Mahfuzh, tentang kehendak Allah bagi terjadinya segala sesuatu dan tentang penciptaan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Bahwa hal itu semua juga sudah merupakan kesepakatan seluruh rasul Allah dan kesepakatan semua kitab-Nya yang diturunkan kepada para rasulNya.<br>
Di antara dalil-dalilnya yang sangat banyak antara lain firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>,</p>
<p dir="ltr">إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan (yang mengandung berkah), dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa hasil yang diusahakannya besok, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui, Maha Mengenal.” (QS. Luqman:34).<br>
Dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu anhu</i>, sesungguhnya Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَفَاتِيْحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَيَعْلَمُهَا إِلاَّ اللهُ: لاَيَعْلَمُ مَا فِى غَدٍ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَاتَغِيْضُ الْأَرْحَامُ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَتَى يَأْتِي الْمَطَرُ أَحَدٌ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَتَى تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ اللهُ. رواه البخاري</p>
<p dir="rtl">“Kunci-kunci perkara ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah: Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi esok kecuali Allah, tidak ada yang mengetahui apa yang berkurang dari rahim kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan hujan datang kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi mana ia mati, dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah.” (HR. Bukhari dan lainnya).<br>
Dalam riwayat Ibnu Umar <i>radhiyallahu anhuma</i>, ia berkata, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَفَاتِيْحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ، ثُمَّ قَرَأَ : (إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ …..). رواه البخاري</p>
<p dir="rtl">“Kunci-kunci perkara ghaib ada lima. Lalu Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>membaca firman Allah (Luqman/31: 34): “Sesungghnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat,…”. (HR. Bukhari).<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ</p>
<p dir="rtl">“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59).<br>
Juga firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ</p>
<p dir="rtl">“Bukankah engkau mengetahui bahwa Allah Maha Mengetahui apa-apa yang ada di langit maupun bumi. Sesungguhnya yang demikian itu sudah tertulis di dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya penulisan yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70).<br>
Dua ayat di atas merupakan sebagian dalil tentang penulisan takdir segala sesuatu di Lauh Mahfuzh, sekaligus juga dalil tentang ilmu Allah terhadap segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, dan tidak ada sesuatupun yang tidak tertuliskan di Lauh Mahfuzh. Penulisan itu sangatlah mudah bagi Allah.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga bersabda antara lain,</p>
<p dir="ltr">كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ. قَالَ : وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ. رواه مسلم</p>
<p dir="rtl">“Allah telah menuliskan ketetapan takdir bagi segenap makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit-langit dan bumi. Nabi bersabda: Dan (waktu itu) Arsy-Nya sudah ada di atas air.” (HR. Muslim).<br>
Demikianlah kekuasaan Allah dalam menetapkan takdir bagi makhluk-Nya. Dia berkuasa atas segala sesuatu. Ilmu-Nya meliputi segala hal. Dialah Rab kita, falaa haula walaa quwwata illaa billaah..</p>
<p dir="ltr">نَسْأَلُ اللهَ الكَرِيْمَ أَنْ يُبَصِّرَنَا جَمِيْعاً بِحُدُوْدِ دِيْنِهِ، وَأَنْ يُفَقِّهَنَا فِي شَرْعِهِ وَتَنْزِيْلِهِ، وَأَنْ يَّمُنَّ عَلَيْنَا بِالرِّزْقِ الطَيِّبِ اَلْحَلَالِ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَعْمَارِنَا وَأَمْوَالِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنِانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah<br>
Ada banyak hikmah yang terkandung dalam beriman kepada takdir, diantaranya bahwa, beriman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Di samping itu juga merupakan sempurnanya keyakinan seseorang terhadap tauhid Rububiyah Allah <i>Azza wa Jalla</i> . Kemudian, dengan beriman kepada takdir, akan terwujud tawakkal yang benar kepada Allah tanpa mengabaikan usaha-usaha. Pun orang akan merasa tenang dalam kehidupannya karena memahami bahwa apa yang menimpanya pasti memang harus menimpanya, dan apa yang tidak akan menimpanya pasti tidak akan menimpanya.<br>
Dengan beriman kepada takdir, orang juga tidak akan membanggakan diri sendiri ketika berhasil memperoleh sesuatu yang diinginkannya, dan tidak akan merasa sangat sedih ketika gagal memperolehnya. Sebab ia memahami bahwa kesuksesannya memperoleh sesuatu tidak lain kecuali karena ketetapan takdir dari Allah <i>Azza wa Jalla</i> . Sedangkan usaha yang ia lakukan hingga berhasil mendapatkan sesuatu, bukan lain karena usaha itu merupakan sebab yang dimudahkan oleh Allah baginya. Adapun ketika gagal memperoleh sesuatu, iapun memahami bahwa itu adalah ketetapan Allah, sehingga ia ridha menerimanya.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> telah mengisyaratkan dua sikap di atas; tidak bangga terhadap diri sendiri ketika sukses meraih cita-cita, dan tidak sedih secara berlebihan ketika gagal meraih sukses, dalam firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴿٢٢﴾لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ</p>
<p dir="rtl">“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah . Agar kamu tidak bersedih hati terhadap yang luput dari kamu, dan tidak pula menjadi bangga terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 22-23).<br>
Demikianlah, sebenarnya sangat mudah memahami dan mengimani takdir Allah secara benar, yaitu hanya dengan tunduk kepada wahyu, dan tidak mendewakan akal. Akal harus tunduk kepada wahyu, bukan wahyu tunduk kepada akal. Sementara mengimani takdir tidak berarti meniadakan usaha, karena melakukan usaha merupakan perintah, sedangkan antara perintah dan takdir tidak bertentangan sama sekali. Wallahu al-Muwaffiq…</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl">(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin di majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVI/1433H/2012M).<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-45834368556955287012016-07-06T16:33:00.001-07:002016-07-06T16:33:53.281-07:00Memahami Takdir Secara Adil<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Bagi sebagian orang, memahami masalah takdir tidaklah mudah. Buktinya, dalam hal ini banyak di antara kaum muslimin yang terjebak pada salah satu di antara dua kutub kesesatan yang saling berlawanan.<br>
<b>Pertama</b>: Kesesatan Jabariyah. Yaitu golongan yang berlebihan dalam masalah takdir hingga menganggap bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan tidak memiliki pilihan untuk berbuat. Semua serba dipaksa oleh Allah, laksana gerakan getar tubuh yang tidak dapat dikendalikan oleh pemiliknya.<br>
<b>Kedua</b>: Kesesatan Qadariyah. Yaitu golongan yang berlebihan menolak takdir hingga semua kegiatan manusia tidak dicampuri oleh Allah <i>Azza wa Jalla</i> dan kehendak-Nya.<br>
Mengapa demikian? Sebab dalam memahami takdir, sebagian orang lebih banyak berpijak pada asas logika. Padahal masalah takdir termasuk perkara ghaib yang tidak akan dapat dijangkau detail-detailnya hanya berdasarkan logika. Bukan wilayah logika untuk memahami takdir dengan tuntas. Ia harus dipahami berdasarkan wahyu dan keimanan. Ketika takdir sudah terjadi pun, kadang orang tidak mampu menangkap hikmah yang terkandung di baliknya.<br>
Yang pasti, takdir Allah <i>Azza wa Jalla</i> harus diimani sebagaimana orang mengimani ketetapan syariat-Nya. Keduanya merupakan ketetapan Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Ketika orang menjalankan ketetapan-ketetapan syariat Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dan mengimaninya, misalnya syariat shalat, orang juga harus mengimani ketetapan takdir Allah <i>Azza wa Jalla</i>, misalnya takdir hidup, mati, laki-laki, perempuan, sakit, miskin, dan takdir-takdir lainnya. Karena semuanya berasal dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, Pencipta alam semesta dan penetap syariat bagi sekalian hamba-Nya.<br>
Iman kepada takdir merupakan salah satu rukun dan asas keimanan di antara rukun Iman yang enam. <b>Barangsiapa yang mengingkari takdir, maka ia bukanlah seorang mukmin yang sesungguhnya</b>.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> ketika ditanya oleh Malaikat Jibril Alaihissallam tentang Iman, Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. رواه مسلم</p>
<p dir="rtl">“Iman ialah jika engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhirat, dan jika engkau beriman kepada takdir, baiknya dan buruknya.” (HR. Muslim).<br>
Jadi orang yang beriman adalah orang yang beriman kepada takdir, dan beriman kepada rukun-rukun iman lainnya. Sebab, takdir merupakan kekuasaan, kewenangan dan kehendak Allah <i>Azza wa Jalla</i>. Iman kepada takdir, tidak bisa dipisahkan dengan Iman kepada Allah <i>Azza wa Jalla</i> dan kepada rukun-rukun iman yang lain. Semua saling terkait erat. Maka orang yang beriman kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, kepada Malaikat-malaikat-Nya, para rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari akhirat, harus pula beriman kepada takdir.<br>
Sebagaimana halnya nama dan sifat-sifat Allah <i>Azza wa Jalla</i> serta masalah ghaib lainnya, takdir juga merupakan masalah yang diluar jangkauan akal manusia. Maka kebenaran dalam memahami takdir harus sesuai dengan petunjuk wahyu yang datangnya dari Allah <i>Azza wa Jalla</i>, Dzat yang Maha menentukan takdir bagi segala sesuatu. Bukan dengan petunjuk logika atau perasaan orang yang serba terbatas.<br>
Sama halnya ketika orang mengimani Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, nama-nama dan sifat-Nya pun, harus berdasarkan wahyu. Demikian pula ketika orang menjalankan dan mengimani syariat, juga harus sesuai dengan petunjuk wahyu. Dan di antara wahyu Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> adalah Sunnah Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, sebab Beliau adalah utusan-Nya yang dipercaya untuk menerima dan menyampaikan wahyu-Nya, baik berupa Alquran maupun Sunnah.<br>
Dalam hal ini Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">أَلاَ وَإِنِّي أُوتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ. رواه أحمد وأبوداود</p>
<p dir="rtl">“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi wahyu Alquran, dan yang semisal Alquran (Sunnah) didatangkan bersamanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).<br>
Hadits ini menunjukkan bahwa ada wahyu lain yang datang bersama Alquran, yaitu Sunnah Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br>
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,<br>
Supaya seorang Muslim bisa benar dalam memahami dan mengimani takdir, maka ia harus memahami dan mengimani empat peringkat (perkara) takdir secara benar, seperti dinyatakan oleh para Ulama.<br>
Imam Ibnu al-Qayyim <i>rahimahullah</i> dalam kitabnya, <i>Syifa’ul ‘Alil</i>, menyatakan, “Bab kesepuluh tentang peringkat-peringkat Qadha’ dan Qadar. Barangsiapa tidak mengimani peringkat-peringkat ini berarti ia belum beriman kepada Qadha’ dan Qadar”.<br>
Di bawahnya beliau menjelaskan peringkat-peringkat tersebut, beliau katakan: peringkat takdir ada empat:<br>
<b>Pertama</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> mengetahui segala sesuatu sebelum kejadiannya.<br>
<b>Kedua</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menuliskan segala sesuatu itu (di Lauh Mahfuzh) sebelum kejadiannya.<br>
<b>Ketiga</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> Maha menghendaki kejadian segala sesuatu itu.<br>
<b>Keempat</b>: Mengimani bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> pasti menciptakan dan mengadakan segala sesuatu yang telah diketahuinya itu.<br>
Itulah empat peringkat atau empat perkara yang hakikatnya merupakan takdir itu sendiri. Artinya, ketetapan takdir Allah pada hakikatnya tidak lepas dari ilmu pengetahuan Allah <i>Azza wa Jalla</i> terhadap segala sesuatu semenjak sebelum segala sesuatu itu ada, kemudian apa yang diketahuinya ini dituliskan di Lauh Mahfuzh, selanjutnya apa yang diketahui dan dituliskan itu pasti dikehendaki terjadinya oleh Allah <i>Azza wa Jalla</i> . Terakhir, Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> pasti menciptakan dan mengadakan apa yang telah diketahui dan dikehendaki-Nya itu.<br>
Takdir baik ataupun buruk, iman atau kufur, semuanya merupakan takdir Allah. Sebab Allah <i>Azza wa Jalla</i> sudah mengetahui sebelumnya bahwa itu akan terjadi dan sudah dituliskannya di Lauh Mahfuzh. Dengan demikian, maka pasti Allah menghendaki terjadinya, dan jika Allah menghendaki, pasti Allah akan mengadakannya.<br>
Tidak mungkin Allah menghendaki suatu kejadian sedangkan sebelumnya Allah tidak tahu. Atau mengetahui bahwa sesuatu akan terjadi, tetapi kemudian Allah menghendaki lain. Misalnya, seseorang yang sudah diketahui Allah bahwa ia akan mati kafir, maka tidak mungkin Allah <i>Azza wa Jalla</i> menghendaki agar ia tidak mati dalam keadaaan kafir. Sebab antara ilmu dan kehendak-Nya tidak mungkin saling berlawanan; Tidak mungkin apa yang diketahui-Nya bertentangan dengan apa yang dikehendaki-Nya. Maha suci Allah dari hal-hal yang demikian. Tidak mungkin dalam wilayah kekuasaan-Nya terjadi sesuatu yang diluar kehendak-Nya.<br>
Tetapi perlu dipahami bahwa sesuatu yang dikehendaki Allah <i>Azza wa Jalla</i>tidak selalu identik dengan sesuatu yang di sukai dan dicintai-Nya. Tidak setiap yang Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> kehendaki terjadi, pasti Allah <i>Azza wa Jalla</i>sukai. Misalnya, homoseksual terjadi dengan kehendak Allah <i>Azza wa Jalla</i>, tetapi Allah tidak menyukai kema’siatan itu.<br>
Fakta yang semacam ini banyak sekali contohnya. Itulah yang disebut dengan<i>iradah kauniyah</i>, kehendak Allah yang bersifat takdir. Salah satu contohnya adalah pencurian. Pencurian tidak akan terjadi tanpa kehendak kauniyah Allah<i>Azza wa Jalla</i>. Buktinya, banyak pencurian yang gagal meskipun sudah dengan perhitungan yang super teliti. Sebab, Allah tidak menghendaki pencurian itu terjadi.<br>
Maka terjadinya pencurian adalah karena kehendak Allah, tetapi apakah lantas berarti pencurian itu diridhai oleh Allah <i>Azza wa Jalla</i>? Tentu tidak. Jadi tidak setiap yang Allah <i>Azza wa Jalla</i> kehendaki terjadi, pasti Allah sukai.<br>
Empat peringkat itu sangat banyak dalilnya, baik dari Alquran maupun Sunnah yang shahih. Dan bahkan merupakan kesepakatan seluruh para Nabi Allah dan kitab-kitab-Nya.<br>
Oleh sebab itu, berkaitan dengan empat peringkat takdir tersebut, Imam Ibnu al-Qayyim selanjutnya menjelaskan, ringkasnya antara lain sebagai berikut:<br>
Adapun yang pertama, yaitu bahwa Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> sudah terlebih dahulu mengetahui segala sesuatu sebelum segala sesuatu itu terjadi. Ini sudah menjadi kesepakatan seluruh Rasul Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, mulai dari Rasul Allah yang pertama hingga Rasul Allah penutup. Demikian pula telah menjadi kesepakatan seluruh Sahabat Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> serta umat Islam sesudahnya yang mengikuti jejak mereka. Yang menyelisihi kesepakatan mereka adalah golongan Majusinya umat Islam ini. Dan penulisan segala sesuatu di Lauh Mahfuzh sebelum kejadiannya, membuktikan bahwa Allah sudah mengetahui segala sesuatu itu sebelum kejadiannya.<br>
Beliau juga mengatakan hal yang sama tentang peringkat kedua, ketiga, dan keempat, tentang penulisan takdir segala sesuatu di Lauh Mahfuzh, tentang kehendak Allah bagi terjadinya segala sesuatu dan tentang penciptaan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Bahwa hal itu semua juga sudah merupakan kesepakatan seluruh rasul Allah dan kesepakatan semua kitab-Nya yang diturunkan kepada para rasulNya.<br>
Di antara dalil-dalilnya yang sangat banyak antara lain firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>,</p>
<p dir="ltr">إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan (yang mengandung berkah), dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa hasil yang diusahakannya besok, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui, Maha Mengenal.” (QS. Luqman:34).<br>
Dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu anhu</i>, sesungguhnya Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَفَاتِيْحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَيَعْلَمُهَا إِلاَّ اللهُ: لاَيَعْلَمُ مَا فِى غَدٍ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَاتَغِيْضُ الْأَرْحَامُ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَتَى يَأْتِي الْمَطَرُ أَحَدٌ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَتَى تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ اللهُ. رواه البخاري</p>
<p dir="rtl">“Kunci-kunci perkara ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah: Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi esok kecuali Allah, tidak ada yang mengetahui apa yang berkurang dari rahim kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan hujan datang kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi mana ia mati, dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah.” (HR. Bukhari dan lainnya).<br>
Dalam riwayat Ibnu Umar <i>radhiyallahu anhuma</i>, ia berkata, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَفَاتِيْحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ، ثُمَّ قَرَأَ : (إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ …..). رواه البخاري</p>
<p dir="rtl">“Kunci-kunci perkara ghaib ada lima. Lalu Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>membaca firman Allah (Luqman/31: 34): “Sesungghnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat,…”. (HR. Bukhari).<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ</p>
<p dir="rtl">“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59).<br>
Juga firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ</p>
<p dir="rtl">“Bukankah engkau mengetahui bahwa Allah Maha Mengetahui apa-apa yang ada di langit maupun bumi. Sesungguhnya yang demikian itu sudah tertulis di dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya penulisan yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70).<br>
Dua ayat di atas merupakan sebagian dalil tentang penulisan takdir segala sesuatu di Lauh Mahfuzh, sekaligus juga dalil tentang ilmu Allah terhadap segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, dan tidak ada sesuatupun yang tidak tertuliskan di Lauh Mahfuzh. Penulisan itu sangatlah mudah bagi Allah.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga bersabda antara lain,</p>
<p dir="ltr">كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ. قَالَ : وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ. رواه مسلم</p>
<p dir="rtl">“Allah telah menuliskan ketetapan takdir bagi segenap makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit-langit dan bumi. Nabi bersabda: Dan (waktu itu) Arsy-Nya sudah ada di atas air.” (HR. Muslim).<br>
Demikianlah kekuasaan Allah dalam menetapkan takdir bagi makhluk-Nya. Dia berkuasa atas segala sesuatu. Ilmu-Nya meliputi segala hal. Dialah Rab kita, falaa haula walaa quwwata illaa billaah..</p>
<p dir="ltr">نَسْأَلُ اللهَ الكَرِيْمَ أَنْ يُبَصِّرَنَا جَمِيْعاً بِحُدُوْدِ دِيْنِهِ، وَأَنْ يُفَقِّهَنَا فِي شَرْعِهِ وَتَنْزِيْلِهِ، وَأَنْ يَّمُنَّ عَلَيْنَا بِالرِّزْقِ الطَيِّبِ اَلْحَلَالِ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَعْمَارِنَا وَأَمْوَالِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنِانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah<br>
Ada banyak hikmah yang terkandung dalam beriman kepada takdir, diantaranya bahwa, beriman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Di samping itu juga merupakan sempurnanya keyakinan seseorang terhadap tauhid Rububiyah Allah <i>Azza wa Jalla</i> . Kemudian, dengan beriman kepada takdir, akan terwujud tawakkal yang benar kepada Allah tanpa mengabaikan usaha-usaha. Pun orang akan merasa tenang dalam kehidupannya karena memahami bahwa apa yang menimpanya pasti memang harus menimpanya, dan apa yang tidak akan menimpanya pasti tidak akan menimpanya.<br>
Dengan beriman kepada takdir, orang juga tidak akan membanggakan diri sendiri ketika berhasil memperoleh sesuatu yang diinginkannya, dan tidak akan merasa sangat sedih ketika gagal memperolehnya. Sebab ia memahami bahwa kesuksesannya memperoleh sesuatu tidak lain kecuali karena ketetapan takdir dari Allah <i>Azza wa Jalla</i> . Sedangkan usaha yang ia lakukan hingga berhasil mendapatkan sesuatu, bukan lain karena usaha itu merupakan sebab yang dimudahkan oleh Allah baginya. Adapun ketika gagal memperoleh sesuatu, iapun memahami bahwa itu adalah ketetapan Allah, sehingga ia ridha menerimanya.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> telah mengisyaratkan dua sikap di atas; tidak bangga terhadap diri sendiri ketika sukses meraih cita-cita, dan tidak sedih secara berlebihan ketika gagal meraih sukses, dalam firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴿٢٢﴾لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ</p>
<p dir="rtl">“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah . Agar kamu tidak bersedih hati terhadap yang luput dari kamu, dan tidak pula menjadi bangga terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 22-23).<br>
Demikianlah, sebenarnya sangat mudah memahami dan mengimani takdir Allah secara benar, yaitu hanya dengan tunduk kepada wahyu, dan tidak mendewakan akal. Akal harus tunduk kepada wahyu, bukan wahyu tunduk kepada akal. Sementara mengimani takdir tidak berarti meniadakan usaha, karena melakukan usaha merupakan perintah, sedangkan antara perintah dan takdir tidak bertentangan sama sekali. Wallahu al-Muwaffiq…</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl">(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin di majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVI/1433H/2012M).<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-4783144646493711152016-07-05T08:09:00.001-07:002016-07-05T08:09:01.272-07:00Kesialan Dan Keberuntungan<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ))، ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً))، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً*يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً)). أَمَّا بَعْدُ :</p>
<p dir="rtl">فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.</p>
<p dir="rtl">Ma’asyiral mukminin,<br>
Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i> berfirman mengabarkan tentang keadaan Firaun dan kaumnya:</p>
<p dir="ltr">فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَٰذِهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَىٰ وَمَنْ مَعَهُ ۗ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ</p>
<p dir="rtl">Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf: 131).<br>
Agama Islam adalah agama yang memotivasi agar pemeluknya menjadi seorang yang optimis. Agama Islam adalah agama kegembiraan dan kebahagiaan. Kebahagiaan tersebut terwujud dalam ketaatan kepada Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dan berserah diri kepada-Nya. Kepada-Nya lah berserah diri orang-orang yang bertawakkal. Dan kepada-Nya orang-orang bertakwa mengusahakan amal ibadah mereka.<br>
Sebelum Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> diutus, manusia hidup dalam kejahiliyahan yang fanatik dan kesesatan yang buta. Suara burung dapat menghalangi mereka dari sesuatu, karena anggapan sial. Mereka hidup dalam khurofat dan hawa nafsu yang mungkar. Dan di antara kebiasaan jahiliyah tersebut yang dilarang oleh Islam adalah sifat pesimis karena anggapan sial.<br>
Pesimis dan merasal sial adalah lawan dari anugerah dan keberkahan. Anggapan sial adalah sebuah sikap yang menunjukkan prasangka buruk kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Sedangkan optimis artinya berprasangka baik kepada-Nya. Dan seorang mukmin adalah orang yang berprasangka baik kepada Allah <i>Ta’ala</i> dalam setiap keadaan.<br>
Syariat Islam datang dengan melarang <i>tathayyur</i>. Karena hal ini termasuk bentuk pesimis yang disebabkan melihat atau mendengar sesuatu. Dan ini juga merupakan bentuk keyakinan yang lemah dari orang-orang yang berbuat syirik. Mereka tidak bertawakal kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>.<br>
<i>Tathayyur</i> adalah anggapan sial karena melihat atau mendengar bunyi burung, kijang, bintang, atau selainnya. Apa yang mereka lihat dan dengar menghalangi mereka dari aktivitas yang mereka niatkan. Maka syariat Islam datang menghapuskan hal ini. Islam menekankan bahwa yang demikian sama sekali tidak berdampak dalam mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Yang demikian hanyalah keyakinan-keyakinan yang tidak berdasar sama sekali.<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُون</p>
<p dir="rtl">“Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 131).<br>
Dalam ayat yang mulia ini, Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menjelaskan bahwa tathayyur adalah amalannya orang-orang musyrikin. Dan perbuatan itu dicela oleh syariat. Dahulu, kaum Firaun apabila mereka ditimpa pacek kelik dan kemarau panjang, mereka sangka bahwa musibah dan bala’ itu karena Musa dan kaumnya yang membawa sial. Sebagaimana dalam firman Allah,</p>
<p dir="ltr">وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُواْ بِمُوسَى وَمَن مَّعَهُ</p>
<p dir="rtl">“Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.” (QS. Al-A’raf: 131).<br>
Maka Allah bantah mereka dengan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُون</p>
<p dir="rtl">“Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 131).<br>
Yakni musibah yang menimpa mereka merupakan qadha dan qadar yang telah Allah tetapkan disebabkan kekufuran, dosa, dan pengingkaran mereka terhadap risalah yang dibawa Nabi Musa <i>‘alaihissalam</i>. Setelah itu Allah sifati mayoritas mereka sebagai orang-orang yang bodoh.<br>
Musa <i>‘alaihissalam</i> adalah utusan Rabb semesta alam. Ia datang dengan membawa kebaikan, keberkahan, dan kemenangan bagi siapa yang beriman dan mengikutinya.<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">قَالُوا اطَّيَّرْنَا بِكَ وَبِمَنْ مَعَكَ ۚ قَالَ طَائِرُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ ۖ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تُفْتَنُونَ</p>
<p dir="rtl">Mereka menjawab: “Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu”. Shaleh berkata: “Nasibmu ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji”. (QS. An-Naml: 47).<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> juga menjelaskan keadaan orang-orang musyrik di selain zaman Nabi Musa. Ketika mereka ditimpa musibah, maka mereka merasa pesimis dan menyangka bahwa sebab musibah tersebut datangnya dari para rasul.</p>
<p dir="ltr">قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ</p>
<p dir="rtl">“Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu.” (QS. Yasin: 18).<br>
Allah bantah mereka dengan mengatakan,</p>
<p dir="ltr">قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ</p>
<p dir="rtl">Rasul-rasul itu berkata: “Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri”. (QS. Yasin: 19).<br>
Tidaklah orang-orang musyrik itu ditimpa musibah yang telah Allah tetapkan dengan qadha dan qadar-Nya, kecuali dikarenakan dosa-dosa mereka. Para rasul datang dengan kebaikan dan keberkahan bagi orang-orang yang mengikuti mereka.<br>
Dalam sebuah hadits yang muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah <i>radhiallahu ‘anhu</i>, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ</p>
<p dir="rtl">“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada tiyaroh (mengkaitkan nasib buruk dengan apa yang dilihat atau didengar), tidak ada burung yang menunjukkan akan ada anggota keluarga yang mati, dan tidak ada kesialan di bulan shafar” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Dalam riwayat Imam Muslim ada tambahan lafadz,</p>
<p dir="ltr">لاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ</p>
<p dir="rtl">“Tidak benar juga meyakini bintang, dan tidak pula mempercayai hantu.”<br>
Kehidupan pada masa jahiliyah, dipenuhi dengan hal-hal yang berbau klenik dan khurofat. Ketika Islam datang, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>membuang jauh-jauh keyakinan demikian dengan sabdanya “Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya)”.<br>
Penyakit itu tidak menular dengan sendirinya, akan tetapi ia menular atas takdir dan ketetapan dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Hadits yang menjelaskan bahwa penyakit tidak menular dengan sendirinya ini, tidak bertentangan dengan hadits Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> yang lain. Semisal sabda beliau,</p>
<p dir="ltr">وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ</p>
<p dir="rtl">“Menjauhlah (menghindarlah) dari penyakit kusta sebagaimana engkau menjauh dari singa.”(HR. al-Bukhari dan yang lainnya).<br>
Hadits ini menjelaskan agar seseorang bertawakal kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dengan cara berusaha menjauhi musibah tersebut. Dan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ</p>
<p dir="rtl">“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195).<br>
Dan di antara bentuk khurofat lainnya yang terjadi di masa jahiliyah adalah pesimis dengan sesuatu yang mereka dengar di suatu tempat. Jika ada bunyi burung tertentu di sebuah rumah, maka penghuni rumah itu merasa akan ditimpa kesialan dan musibah. Mereka berkeyakinan salah seorang di antara mereka penghuni rumah akan meninggal. Dan Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>menepis keyakinan ini dengan mengatakan,</p>
<p dir="ltr">وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ</p>
<p dir="rtl">“Tidak ada tiyarah (mengkaitkan nasib buruk dengan apa yang dilihat atau didengar) dan tidak ada burung yang menunjukkan akan ada anggota keluarga yang mati.”<br>
Burung adalah ciptaan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang tidak memiliki campur tangan dalam urusan ketetapan takdir-Nya. Suatu ketika ada burung tertentu yang lewat lalu berkicau, maka seseorang berkata akan datang kebaikan dan kebaikan. Abdullah bin Abbas <i>radhiallahu ‘anhuma</i> berkata, “Tidak ada keberuntungan (karena burung itu) dan tidak juga keburukan.” Beliau mengingkari keyakinan demikian.<br>
Di antara bentuk pesimis dan anggapan sial yang lainnya adalah anggapan sial dengan angka. Biasanya angka 13 dijadikan angka sial. Inilah keyakinan orang-orang Nasrani. Ada lagi anggapan sial pada hari tertentu. Kemudian juga anggapan sial atau tidak beruntung ketika orang menyatukan jari-jari tangan kanan dan jari-jari tangan kiri (<i>tasybiq</i>). Atau benda tertentu pecah. Atau tanggal pernikahan. Dll.<br>
Bentuk anggapan sial lainnya adalah anggapan sial kepada seseorang. Seperti perkataan: Fulan wajahnya membawa sial. Atau juga anggapan sial pada warna. Seperti warna hitam karena dianggap warna kesedihan dan duka cita.<br>
Demikian juga orang-orang yang membuka Alquran saat mereka akan berdagang atau bersafar. Mereka berkeyakinan akan mendapatkan keberuntungan. Apabila saat membuka Alquran, mereka langsung menemukan ayat-ayat yang bercerita tentang surga, maka mereka yakin akan dapat keberuntungan. Mereka pun dengan percaya diri dan optimis melakukan aktivitasnya. Namun apabila berjumpa dengan ayat-ayat tentang neraka, mereka pun tidak berani melanjutkan atau mengurungkan safarnya.<br>
Ini sama persis dengan amalan orang-orang jahiliyah yang mengundi nasib dengan anak panah.<br>
Di antara bentuk khurofat orang-orang jahiliyah juga adalah anggapan sial pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Shafar. Orang-orang jahiliyah juga tidak mengadakan resepsi pernikahan di bulan-bulan tertentu. Maka Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> memberantas keyakinan demikian dengan sabda beliau yang telah khatib sebutkan</p>
<p dir="ltr">لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ</p>
<p dir="rtl">“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada tiyaroh (mengkaitkan nasib buruk dengan apa yang dilihat atau didengar), tidak ada burung yang menunjukkan akan ada anggota keluarga yang mati, dan tidak ada kesialan di bulan shofar” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Bulan Shafar itu sama dengan bulan-bulan lainnya. Tidak memiliki pengaruh terhadap ketetapan takdir Allah.<br>
Orang-orang jahiliyah juga memiliki keyakinan yang menyimpang tentang bintang-bintang. Mereka berkeyakinan letak-letak bintang atau bintang tertentu menentukan datangnya hujan. Mereka juga berkeyakinan kalau ada hantu yang bisa mencelakakan mereka. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menghapus keyakinan demikian dengan sabdanya,</p>
<p dir="ltr">لاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ</p>
<p dir="rtl">“Tidak benar juga meyakini bintang, dan tidak pula mempercayai hantu.”<br>
Bintang tidak berpengaruh sama sekali pada turunnya hujan. Bintang dan juga setan atau hantu tidak akan mampu menyesatkan dan mencelakakan seseorang kecuali atas izin Allah. Dan seorang muslim disyariatkan untuk berlindung dari kejelekannya.</p>
<p dir="ltr">للَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي مَقَامِنَا هَذَا أَنْ تَوْفِقَنَا لِلْقِيَامِ بِمَا أَوْجَبْتَ عَلَيْنَا وَأَنْ نَكُوْنَ مِنْ عِبَادِكَ المُخْبِتِيْنَ الصَّادِقِيْنَ البَارِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ إِنَّكَ جَوَادٌ كَرِيْمٌ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ .</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ وَأَشْهَدُ اَلَّا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً نَرْجُوْ بِهَا النَجَاةَ يَوْمَ نَلْقَاهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Wajib bagi kaum muslimin menjauhkan dan menjaga diri dari keyakinan-keyakinan batil seperti yang telah khotib sebutkan. Kaum muslimin wajib bertawakal hanya kepada Allah dan bersandar kepada-Nya. Di tangan Allah lah segala ketentuan yang terjadi. Tidak ada yang bisa menangkalnya.<br>
Ma’asyiral mukminin,<br>
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas <i>radhiallahu ‘anhu</i>, Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">« لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَيُعْجِبُنِى الْفَأْلُ » . قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ « كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ</p>
<p dir="rtl">“Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah) dan tidak dibenarkan beranggapan sial. Sedangkan al-fa’lu membuatkan takjub.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al-fa’lu?” beliau bersabda,“Kalimat yang baik thayyib.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Anggapan sial hanya memandang jelek dan pesimis. Misalnya seseorang berkeinginan untuk menikah atau bersafar, kemudian dia melihat atau mendengar sesuatu yang membuatnya khawatir atau benci, ia pun membatalkan keinginannya tadi. Hukum yang demikian adalah syirik. Karena yang demikian sama saja berburuk sangka kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Hal seperti ini hanyalah was-was dan khayalan. Dimana hati bersandar kepada selain Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>.<br>
Adapun al-fa’lu yakni kalimat-kalimat yang baik, terjadi karena adanya sifat optimis dan merasa lapang. Ia merasa mudah dan kuat rasa harapnya kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Seperti seorang yang menderita sakit, kemudian ia mendengar seseorang berkata kepadanya “wahai orang yang sehat”, maka di hatinya akan tertanam energi positif. Ia yakin akan sembuh dari sakitnya.<br>
Dan Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> takjub dengan orang yang memiliki sifat al-fa’lu. Karena ia memasukkan kebahagiaan kepada hati seseorang tanpa bersandar kepada dirinya. Yang demikian dianjurkan dalam agama kita karena menanamkan prasangka baik kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Allah <i>Ta’ala</i>berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرا</p>
<p dir="rtl">“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (QS. Ath-Thalaq: 5).</p>
<p dir="ltr">وَاعْلَمُوْا أَنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الُهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثاَتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ فِي الدِّيْنِ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ</p>
<p dir="rtl">فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ اِجْتَمِعُوْا وَلَا تَتَفَرَّقُوْا اِجْتَمِعُوْا عَلَى دِيْنِ اللهِ اِجْتَمِعُوْا عَلَى مَا فِيْهِ الصَّلَاحُ فِي دِيْنِكُمْ وَدُنْيَاكُمْ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ، شَذَّ فِي النَّارِ</p>
<p dir="rtl">وَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِي مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا اَللَّهُمَّ صَلِّي وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مَحَبَّتَهُ وَاتِّبَاعَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا اَللَّهُمَّ تَوَفَّنَا عَلَى مِلَّتَهُ اَللَّهُمَّ احْشُرْنَا فِي زَمْرَتِهِ اَللَّهُمَّ اسْقِنَا مِنْ حَوْضِهِ اَللَّهُمَّ أَدْخِلْنَا فِي شَفَاعَتِهِ اَللَّهُمَّ اجْمَعْنَا بِهِ فِي جَنَّاتٍ النَّعِيْمٍ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ ارْضَى عَنْ خُلَفَائِهِ الرَاشِدِيْنَ وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ عَنِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غَلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ الرَؤُوْفُ الرَحِيْمُ أَمَّا بَعْدُ.</p>
<p dir="rtl">فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا.يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا</p>
<p dir="rtl">(إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا</p>
<p dir="rtl">Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Sulthan bin Abdurrah al-Id dengan judul (at-Tafa-ul wa Tasya-um)<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-20914431353133483552016-06-26T05:41:00.001-07:002016-06-26T05:41:37.462-07:00Kedudukan Akal Dalam Islam<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرّاً إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Segala puji bagi Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, yang telah menganugerahkan kepada umat manusia hati nurani, yang dengannya mereka menjadi berakal, mampu berfikir, merenung, dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dialah yang menjadikan kalian memiliki pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kalian bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78).<br>
Imam Ibnu Katsir <i>rahimahullah</i> ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, “Allah<i>‘Azza wa Jalla</i> memberikan mereka telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, dan hati -yakni akal yang tempatnya di hati- untuk membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang membahayakan… Dan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>memberikan umat manusia kenikmatan-kenikmatan ini, agar dengannya mereka dapat beribadah kepada Rabb-nya”.<br>
Shalawat dan salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, sang teladan yang telah mendorong umatnya, untuk terus meningkatkan kemampuan akalnya dalam memahami agama ini, sebagaimana dalam sabdanya,</p>
<p dir="ltr">مَنْ يُرِدْ اللهُ بهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Dia akan dipahamkan dalam agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Begitu pula dalam sabdanya,</p>
<p dir="ltr">خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ، إِذَا فَقُهُوا</p>
<p dir="rtl">“Orang yang paling baik di masa jahiliyyah, adalah orang yang paling baik setelah masuk Islam, jika mereka menjadi seorang yang faqih (ahli dan alim dalam ilmu syariat).” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Ibadallah,<br>
Lihatlah bagaimana Rasul <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> memberikan dorongan kepada umatnya untuk menjadi muslim yang benar-benar memahami syariat Islam, dan itu tidak mungkin dicapai, kecuali dengan memanfaatkan sebaik mungkin akalnya.<br>
Perlu diketahui bahwa sebagian ulama membagi akal menjadi dua jenis yaitu akal insting dan akal tambahan. Akal insting adalah kemampuan dasar manusia untuk berfikir dan memahami sesuatu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan akal tambahan adalah kemampuan berfikir dan memahami, yang dibentuk oleh pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.<br>
Ibnul Qayyim <i>rahimahullah</i> mengatakan, “Jika dua akal ini berkumpul pada seorang hamba, maka itu merupakan anugerah besar yang diberikan oleh Allah kepada hamba yang dikehendaki-Nya, urusan hidupnya akan menjadi baik, dan pasukan kebahagiaan akan mendatanginya dari segala arah.<br>
Tentunya adanya pembedaan dua jenis akal di atas, tidak berarti adanya pemisah antara akal insting dengan akal tambahan. Karena akal tambahan pada dasarnya adalah akal insting yang telah berkembang seiring bertambahnya ilmu dan pengalaman yang diperoleh seseorang. Bisa dikatakan, bahwa akal tambahan melazimkan adanya akal insting. Sebaliknya, sangat jarang adanya akal insting yang tidak berkembang seiring berjalannya waktu,<i>wallahu a’lam</i>.<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Akal merupakan karunia agung yang diberikan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> kepada bani Adam. Ia adalah pembeda antara manusia dengan hewan, dengannya mereka dapat terus berinovasi dan membangun peradaban, dan dengannya mereka dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya sesuai jangkauan akal mereka.<br>
Karena besarnya karunia akal ini, Islam menggariskan banyak syariat untuk menjaga dan mengembangkannya, seperti:<br>
Mengharamkan apapun yang dapat menghilangkan akal, baik makanan, minuman, ataupun tindakan. Juga memberikan hukuman khusus berupa cambuk, bagi mereka yang sengaja makan atau minum apapun yang memabukkan.Memasukkan akal dalam lima hal primer yang harus dijaga dalam syariat Islam, yakni: agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.Menjadikannya sebagai syarat utama <i>taklif</i> (kewajiban dalam syariat). Oleh karena itu, ada batasan baligh, karena orang yang belum baligh biasanya kurang sempurna akalnya. Oleh karena itu pula, semua orang yang hilang akalnya, bebas atau gugur kewajibannya menjalankan syariat.Menganjurkan, bahkan mewajibkan umatnya untuk belajar. Lalu memberikan derajat yang tinggi bagi mereka yang berilmu dan mengamalkan ilmunya.Melarang umatnya membaca bacaan atau mendengarkan perkataan-perkataan, yang dapat menyesatkannya dari pemahaman yang benar.Semua hal di atas digariskan oleh Islam, terutama untuk menjaga nikmat akal, mensyukurinya, dan mengembangkannya. Bahkan dalam Alquran, sangat banyak kita dapati ayat-ayat yang mendorong manusia agar memanfaatkan akalnya untuk hal-hal yang berguna, terutama untuk mencari hakikat kebenaran. Berikut ini, merupakan sebagian kecil dari contoh ayat-ayat tersebut:</p>
<p dir="ltr">وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dialah yang menghidupkan dan mematikan, Dia pula yang mengatur pergantian malam dan siang. Tidakkah kalian menalarnya?!” (QS. Al-Mukminun: 80).</p>
<p dir="ltr">قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ</p>
<p dir="rtl">“Katakanlah: samakah antara orang yang buta dengan orang yang melihat?! Tidakkah kalian memikirkannya?!” (QS. Al-An’am: 50).</p>
<p dir="ltr">انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ</p>
<p dir="rtl">“Perhatikanlah, bagaimana kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda kekuasaan Kami, agar mereka memahaminya!” (QS. Al-An’am: 65).</p>
<p dir="ltr">أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا</p>
<p dir="rtl">“Tidakkah mereka merenungi Alquran?! Sekiranya ia bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.” (QS. An-Nisa': 82).</p>
<p dir="ltr">أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ ﴿١٧﴾ وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ ﴿١٨﴾ وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ ﴿١٩﴾ وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ ﴿٢٠﴾ فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ</p>
<p dir="rtl">“Tidakkah kalian memperhatikan pada onta, bagaimana ia diciptakan? Dan pada langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan pada gunung-gunung, bagaimana itu ditegakkan? Dan pada bumi, bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, sesungguhnya engkau hanyalah pemberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20).<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Betapa pun jenius dan tingginya kemampuan akal, tetap saja ia merupakan salah satu dari kekuatan manusia. Dan tidak bisa kita pungkiri bahwa semua kekuatan manusia pasti memiliki batasan dan titik lemah. Tidak lain, itu disebabkan karena sumber kekuatannya adalah makhluk yang lemah, dan sumber yang lemah, tentu akan menghasilkan sesuatu yang ada lemahnya pula.<br>
Di antara bukti adanya titik lemah pada akal manusia, adalah adanya banyak hakikat yang tidak bisa dijelaskan olehnya, seperti: hakikat ruh, mimpi, jin, mukjizat, karamah, dan masih banyak lagi. Belum lagi, seringnya kita dapati adanya perubahan pada hasil penelitiannya; dahulu berkesimpulan dunia ini datar, lalu muncul teori bulat, lalu muncul teori lonjong. Dahulu mengatakan minyak bumi adalah sumber energi tak terbarukan, lalu muncul teori sebaliknya. Dahulu mengatakan matahari mengitari bumi, lalu muncul teori sebaliknya, dan begitu seterusnya.<br>
Kenyataan ini menunjukkan, bahwa akal tidak layak dijadikan sebagai sandaran untuk menetapkan kebenaran hakiki. Apabila ada sumber kebenaran hakiki yang diwahyukan, maka itulah yang harus dikedepankan, sedangkan akal diberi ruang untuk memahami dan menerima dengan apa adanya.<br>
Oleh karenanya –kaum muslimin rahimakumullah-, Islam memberi ruang khusus bagi akal, ia hanya boleh menganalisa sesuatu yang masih dalam batasan jangkauannya, ia tidak boleh melewati batasan tersebut, kecuali dengan petunjuk nash-nash yang diwahyukan.<br>
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah <i>rahimahullah</i> mengatakan, “Akal merupakan syarat dalam mempelajari semua ilmu. Ia juga syarat untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengannya ilmu dan amal menjadi lengkap. Namun (untuk mencapai itu semua), akal bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tapi akal merupakan kemampuan dan kekuatan dalam diri seseorang, sebagaimana kemampuan melihat yang ada pada mata. Maka apabila akal itu terhubung dengan cahaya iman dan Alquran, maka itu ibarat cahaya mata yang terhubung dengan cahaya matahari atau api”.<br>
Ibadallah,<br>
Karena kenyataan ini, maka hendaklah kita mengetahui batasan-batasan akal, sehingga kita tahu, kapan kita boleh melepas akal kita di lautan pandangan, dan kapan kita harus mengontrolnya dengan wahyu Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Ini merupakan bentuk lain dari penghormatan Islam terhadap akal. Islam menempatkannya pada posisi yang layak, sekaligus menjaganya agar tidak terjatuh ke dalam jurang kesesatan yang membingungkan.<br>
Di antara beberapa hal, yang kita tidak boleh mengedepankan akal dalam membahasnya adalah:<br>
Hal-hal yang berhubungan dengan akidah dan perkara-perkara ghaib. Seperti menetapkan atau menafikan Nama dan Sifat Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, surga dan neraka, nikmat dan siksa kubur, jin dan setan, malaikat, keadaan hari kiamat, dan lain-lain.Dasar-dasar akhlak dan adab yang tidak bertentangan dengan syariat, seperti adab makan dan minum, adab buang hajat, akhlak terhadap orang tua, sesama, dan anak kecil, dan lain-lain.Ajaran syariat Islam, terutama dalam masalah ibadah, seperti menetapkan atau menafikan syariat shalat, zakat, puasa, haji, jihad, dan lain-lain.Dalam perkara-perkara ini, memang dibutuhkan akal untuk memahami, merenungi, dan menyimpulkan suatu hukum dari dalil, tapi akal tidak boleh keluar dari dalil yang ada, ia tidak boleh menentangnya, ataupun mengada-ada.<br>
Adapun yang berhubungan dengan alam semesta yang kasat-mata, maka itulah lautan luas yang diberikan kepada akal manusia untuk terus menganalisa dan meneliti, terus menemukan dan mengolahnya. Inilah yang banyak disinggung dalam firman-firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>:</p>
<p dir="ltr">أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ</p>
<p dir="rtl">“Tidakkah mereka memperhatikan kerajaan langit dan bumi, serta segala sesuatu yang diciptakan Allah?!” (QS. Al-A’raf: 185).</p>
<p dir="ltr">وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِين ﴿٢٠﴾ وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونََ</p>
<p dir="rtl">“Di bumi itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang yakin… dan juga pada diri kalian sendiri, tidakkah kalian memperhatikannya?!” (QS. Adz-Dzariyat: 20-21).</p>
<p dir="ltr">أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوج ﴿٦﴾ وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ ﴿٧﴾ تَبْصِرَةً وَذِكْرَىٰ لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ</p>
<p dir="rtl">“Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangun dan menghiasinnya dan tidak ada keretakan sedikitpun padanya?… Dan (bagaimana) bumi Kami hamparkan, Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan di atasnya tanaman-tanaman yang indah… Agar menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (tunduk kepadaNya).” (QS. Qaf: 6-8).<br>
Demikianlah syariat Islam menegaskan fungsi akal bagi manusia. Ia tidak dilebih-lebihkan dengan menganggapnya serba bisa, karena hakikatnya memang akal memiliki batasan. Ia juga tidak diremehkan, karena dengannya juga syariat bisa diterima dan ditalar.</p>
<p dir="ltr">بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرِ لَهُ عَلَى مَنِّهِ وَجُوْدِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Setelah kita memahami uraian sebelumnya, tentu kita akan sampai pada kesimpulan, bahwa akal merupakan nikmat yang sangat agung, namun ia bukanlah segalanya. Kita harus menempatkannya pada tempat yang layak, dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak bisa dijangkau olehnya.<br>
Jika ada keterangan wahyu dalam masalah apapun, maka itulah yang harus didahulukan, dan akal harus menyesuaikan dengannya, memahaminya, dan menerimanya dengan apa adanya. Memang, kadang keterangan wahyu menjadikan akal tertegun, namun ia tidak akan menganggapnya sebagai sesuatu yang mustahil.<br>
Akhirnya, khotib tutup khotbah yang singkat ini dengan perkataan yang layak ditorehkan dengan tinta emas, dari salah seorang ulama besar Islam, beliau adalah Ibnu Abil Izz <i>rahimahullah</i> dalam Syarah Aqidah Thahawiyyah:</p>
<p dir="ltr">وَقَدْ تَوَاتَرَتِ الأَخْبَارُ عَنْ رَسُوِلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثُبُوْتِ عَذَابِ الْقَبْرِ, وَنَعِيْمِهِ لِمَنْ كَانَ لِذَلِكَ أَهْلاً, وَسُؤَالِ الْمُكَلَّفِيْنَ , فَيَجِبُ إِعْتِقَادُ ثُبُوْتِ ذَلِكَ , وَالإيْمَانُ بِهِ , وَلاَ نَتَكَلَّمُ فِي كَيْفِيَّتِهِ , إِذْ لَيْسَ لِلْعَقْلِ وُقُوْفٌ عَلَى كَيْفِيَّتِهِ, لِكَوْنِهِ لاَ عَهْدَ لَهُ بِهِ غَيْرُ هَذِهِ الدَّارِ, وَالشَّرْعُ لاَ يَأْتِي بِمَا تُحِيْلُهُ الْعُقُوْلُ , وَلَكِنَّهُ قَدْ يَأْتِي بِمَا تُحَارُ فِيْهِ الْعُقُوْلُ</p>
<p dir="rtl">“Telah datang keterangan dalam banyak hadits yang telah mencapai derajat mutawatir, tentang adanya adzab kubur dan nikmatnya bagi orang yang berhak, serta pertanyaan kubur bagi mereka yang mukallaf. Maka itu wajib diyakini dan diimani kebenarannya, dan kita tidak boleh membicarakan tentang gambaran detailnya, karena memang akal tidak boleh menerka gambaran detailnya, demikian itu, karena akal tidaklah menyaksikan kecuali dunia yang ada ini. Dan syariat tidak akan datang dengan sesuatu yang dimustahilkan akal, meski kadang datang dengan sesuatu yang membingungkannya.”<br>
Mudah-mudahan khotbah yang singkat ini bermanfaat, terutama bagi penulis sendiri, dan umumnya bagi para jamaah sekalian.</p>
<p dir="ltr">عِبَادَ اللهِ: وَ صَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .</p>
<p dir="rtl">(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Musyafa di majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVI/1433H/2012M).<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-79293936731211296172016-06-18T17:14:00.001-07:002016-06-18T17:14:35.669-07:00Umroh Dan Haji Sebagai Penebus Dosa<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ, وَأَسْأَلُهُ الْمَغْفِرَةَ يَوْمَ الدِّيْنِ.وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَامَحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِاالْهُدَى وَالنُّوْرِالْمُبِيْنِ,صَلَّى اللهُ وَ عَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ</p>
<p dir="rtl">فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى:</p>
<p dir="rtl">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ</p>
<p dir="rtl">يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا</p>
<p dir="rtl">فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ</p>
<p dir="rtl">وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ</p>
<p dir="rtl">مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimani warahimakumullah,<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ﴿العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ﴾.</p>
<p dir="rtl">Dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu ‘anhu</i> berkata, “Sesungguhnya Rasulullah<i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> bersabda, “Umrah satu ke umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Ibadallah,<br>
Dalam hadits yang baru saja khotib sebutkan, Rasulullah <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> menjelaskan keutamaan umrah dan haji. Yaitu umrah dapat menebus dosa antara dua umrah. Penebus dosa semacam ini digolongkan oleh para ulama dalam kategori amal shaleh atau ketaatan. Akan tetapi amal shaleh tersebut menurut mayoritas ulama ahlus sunnah hanya dapat menebus dosa kecil saja, itu pun dengan syarat menjauhi dosa-dosa besar. Sebagaimana sabda Rasulullah <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> dalam beberapa hadis, di antaranya:</p>
<p dir="ltr">الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ</p>
<p dir="rtl">“Shalat lima waktu, dan Jumat satu ke Jumat lainnya, dan Ramadhan satu ke Ramadhan lainnya adalah penebus dosa antara kesemuanya itu selagi seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”<br>
Beliau <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> juga bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَا مِنَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا، إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ»</p>
<p dir="rtl">“Tidaklah seorang muslim kedatangan waktu shalat fardhu kemudian ia membaguskan wudhunya, membaguskan khusyuknya dan rukuknya kecuali hal itu sebagai penebus dosa yang telah ia lakukan sebelumnya selagi ia tidak melakukan dosa besar, dan penebusan dosa itu berlangsung sepanjang zaman.” (HR. Muslim).<br>
Imam Nawawi <i>rahimahullah</i> berkata, “Semua dosa itu dapat diampuni dengan sebab amal shaleh kecuali dosa besar karena dosa besar itu hanya dapat ditebus dengan taubat.<br>
Al-Qadhi ‘Iyadh <i>rahimahullah</i> berkata, “Ampunan yang disebutkan dalam hadis ini adalah selagi yang bersangkutan tidak melakukan dosa besar dan ini adalah pendapat ahlus sunnah, dan dosa besar itu hanya dapat ditebus dengan taubat atau rahmat dan keutamaan dari Allah <i>Ta’ala</i>.<br>
Ibadallah,<br>
Kemudian ada satu pertanyaan, “Jika seseorang tidak memiliki dosa kecil, karena dosa-dosa kecilnya telah tertebus dengan amal saleh lainnya seperti shalat lima waktu, Jumat, puasa Arafah dan lain-lain, dosa apakah yang akan ditebus oleh umrah tersebut?”<br>
Jawabannya adalah, “Jika seseorang tidak memiliki dosa kecil dan dosa besar, maka umrah satu ke umrah lainnya tersebut dicatat sebagai amal shaleh yang dengannya derajat seorang hamba menjadi tinggi. Dan jika ia tidak memiliki dosa kecil akan tetapi memiliki dosa besar, maka diharapkan semoga dapat meringankannya.”<br>
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh as-Suyuthi <i>rahimahullah</i> pada salah satu hikmah yang beliau nukil dari Imam Nawawi <i>rahimahullah</i> bahwasannya jika ada yang mengatakan, “Jika wudhu itu penebus dosa, maka dosa apa yang akan ditebus oleh shalat? Dan jika shalat itu penebus dosa, maka dosa apa yang akan ditebus oleh puasa Arafah, puasa ‘Asyura’, dan ucapan amin seorang makmum yang bertepatan dengan ucapan amin para malaikat? Yang mana semua itu adalah penebus dosa sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi. Maka jawabannya adalah sebagaimana jawaban para ulama yaitu semua amal shaleh itu adalah penebus dosa kecil jika dosa itu ada pada diri seorang hamba, dan jika pada dirinya tidak terdapat dosa besar atau kecil, maka semua amal shaleh itu ditulis sebagai kebaikan yang dengannya derajat seorang hamba ditinggikan, dan jika pada dirinya tidak ada dosa kecil, akan tetapi terdapat dosa besar maka kami berharap dapat memperingannya.<br>
Kemudian apakah wujud penebusan dosa tersebut berupa penambahan berat timbangan kebaikan nanti pada hari kiamat atau penghapusan dosa?<br>
Jawabannya adalah penebusan dosa tersebut berupa penghapusan dosa, sebagaimana yang telah Nabi <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> sebutkan dalam hadits lain bahwa amal kebaikan itu dapat menghapus dosa seorang hamba. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا</p>
<p dir="rtl">“Dan iringilah perbutan jelek dengan perbuatan baik, maka perbuatan baik tersebut akan menghapusnya.” (HR. Tirmidzi).<br>
Seorang hamba ketika meninggalkan dunia ini dalam keadaan berbeda-beda, ada yang tidak memiliki dosa sama sekali, karena ia telah diberi taufik oleh Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> untuk melakukan amal shaleh dan bertaubat kepada-Nya dari semua dosa-dosa besarnya, ada pula yang membawa amal shaleh dan membawa dosa besar selain syirik. Jika Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> menghendaki pengampunan maka dosa besar seorang hamba akan diampuni-Nya, dan jika tidak, maka Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> akan melakukan timbangan amal untuk menentukan salah satu dari keduanya mana yang berat.<br>
Oleh karena itu hendaknya seorang Muslim senantiasa waspada! Jika ia terjatuh ke dalam kubangan dosa kecil, maka hendaknya ia segera melakukan amal shaleh agar dosa akibat perbuatannya itu terhapus dengan amal shaleh yang dilakukannya. Sedangkan, jika ia terjatuh pada kubangan dosa besar, maka hendaknya ia segera bertaubat sebelum ia lupa dan sebelum datang kematian menghampirinya.<br>
Kaum muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,<br>
Dalam hadits tentang keutamaan haji dan umrah yang telah khotib sebutkan, Rasulullah <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> juga menjelaskan keutamaan haji mabrur yakni haji yang tidak tercampuri dengan dosa. Balasan bagi orang yang hajinya mabrur tiada lain kecuali surga. Imam Nawawi <i>rahimahullah</i> menambahkan bahwa balasan bagi orang yang hajinya mabrur itu tidak hanya diampuni dosa-dosanya akan tetapi juga dimasukkan ke dalam surga.<br>
Lalu timbul pertanyaan, “Apakah kriteria haji mabrur itu?<br>
Para ulama, semisal Muhammad bin Shalih al-Utsaimin <i>rahimahullah</i>menyebutkan empat kriteria haji mabrur, yaitu:<br>
<b>Pertama</b>: Ikhlas karena Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, bukan karena riya’ seperti ingin mendapatkan pujian dan penghormatan dari masyarakat, dan juga bukan karena sum’ah seperti menceritakan bahwa ia sudah pernah berhaji dengan tujuan agar dipanggil Pak haji atau Bu hajah.<br>
<b>Kedua</b>: Mutaba’ah mengikuti tuntunan Rasulullah <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i>dalam manasiknya, sebagaimana sabda Beliau <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i>,</p>
<p dir="ltr">لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ</p>
<p dir="rtl">“Hendaknya engkau ambil dariku tuntunan manasik kalian.” (HR. Muslim).<br>
<b>Ketiga</b>: Dari harta yang halal, bukan dari harta yang haram seperti riba, hasil dari perjudian atau hasil dari merampas hak orang lain, atau hasil korupsi dan lain sebagainya, sebagaimana sabda Nabi:</p>
<p dir="ltr">أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ [المؤمنون: 51] وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟ ”</p>
<p dir="rtl">“Wahai manusia, sesungguhnya Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik pula. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kaum Mukminin seperti yang Dia perintahkan kepada para rasul. maka, Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman, ’Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,’Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> menyebutkan orang yang bepergian dalam waktu lama; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, ‘Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan?”. (HR. Ahmad, Muslim, dan selainnya).<br>
<b>Keempat</b>: Terbebas dari perbuatan <i>rafats</i> (jima’ atau perkataan dan perbuatan yang mengarah ke sana), dan fusuq (kefasikan), serta jidal (berdebat bukan dalam rangka menegakkan kebenaran). Hal ini sebagaimana penjelasan Nabi<i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> dalam hadis belia <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i>,</p>
<p dir="ltr">مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> tanpa berbuat keji dan kefasikan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana waktu ia dilahirkan oleh ibunya”. (HR. Bukhari).<br>
Ulama yang lain menyebutkan bahwa tanda haji mabrur adalah amal perbuatan seseorang setelah menunaikan ibadah haji lebih baik dibandingkan sebelumnya.<br>
Demikian –ibadallah- di antara keutamaan haji dan umrah. Mudah-mudahan sedikit penjelasan ini bisa menjadi motivasi kita untuk menunaikan ibadah haji dan umrah yang sesuai dengan tuntunan syariat Allah. Yakni syariat Islam yang diridhainya.</p>
<p dir="ltr">بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرِ لَهُ عَلَى مَنِّهِ وَجُوْدِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Dari sabda Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,</p>
<p dir="ltr">العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ﴾.</p>
<p dir="rtl">“Umrah satu ke umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br>
Dapat kita petik pelajaran sebagai berikut:<br>
Pertama: Amal shaleh dapat menebus dosa kecil, dan diantara amalan shaleh itu adalah umrah dan haji.<br>
Kedua: Balasan haji mabrur selain bisa menebus dosa juga bisa menyebabkan masuk surga.<br>
Ketiga: Harta yang halal merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan haji mabrur.<br>
Keempat: Amal shaleh dapat mengangkat derajat seseorang di sisi Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> .<br>
Kelima: Ikhlas dan mutaba’ah merupakan syarat dasar diterimanya amal shaleh.<br>
Keenam: Taubat merupakan penebus dosa kecil dan besar.<br>
Ketujuh: Bagi seorang hamba jika ia terjatuh dalam dosa kecil maka hendaknya ia segera melakukan amal shaleh sebagai kaffarah-nya, dan jika ia terjatuh dalam dosa besar maka hendaknya ia lekas-lekas bertaubat sebelum ia lupa atas dosa tersebut dan sebelum ajal menjemput nyawa.<br>
Kedelapan: Seorang Muslim dalam melakukan amal shaleh hendaknya diniatkan untuk menebus dosa, kemudian diniatkan untuk mendapatkan pahala dan ridha Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> .<br>
Kesembilan: Wujud dari penebusan dosa bagi seorang hamba adalah terhapusnya dosa hamba yang bersangkutan.<br>
Kesepuluh: Dosa besar selain kesyirikan itu tergantung pada kehendak Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> , jika Dia menghendaki pengampunan maka diampuni dosa tersebut, dan jika tidak, maka dilakukan hisab.<br>
Mudah-mudahan khotbah yang singkat ini bermanfaat bagi khotib pribadi dan jamaah sekalian.</p>
<p dir="ltr">عِبَادَ اللهِ: وَ صَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .</p>
<p dir="rtl">[Diadaptasi dari tulisan Ustadz Ustadz Nur Kholis bin Kurdian di majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVI/1433H/2012M).<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-49673056453027363972016-05-21T22:58:00.001-07:002016-05-21T22:58:31.650-07:00Menggapai Kejayaan Umat<p dir="ltr"></p>
<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.</p>
<p dir="rtl">{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} ,</p>
<p dir="rtl">{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}</p>
<p dir="rtl">{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا }</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ…</p>
<p dir="rtl">فَإِنَّ خَيْرَ الكَلَامِ كَلَامُ اللهِ وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ رَسُوْلِ اللهِ وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin <i>rahimakumullah</i>,<br>
Sesungguhnya umat Islam pada hari ini berada dalam keadaan lemah, sangat lemah. Kita dengar darah mengalir, luka-luka menganga, rumah dihancurkan, orang-orang mengungsi, anak-anak menjadi yatim, wanita-wanita menjadi janda, semua itu terjadi pada kita kaum muslimin. Kita menjadi umat yang lemah, diremehkan, dan tertinggal. Musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir mencengkeram kita dan mengucurkan darah kita. Mereka menodai kehormatan wanita-wanita muslimah dan menghancurkan rumah-rumah kaum muslimin.<br>
Keadaan ini adalah musibah yang besar. Umat ini berada dalam kondisi sakit parah dan perlu segera diberikan solusi secara khusus agar menjadi obat mujarab yang menyembuhkan mereka.<br>
Ibadallah,<br>
Orang-orang berbeda pendapat tentang bagaiamana pengobatan yang harus ditempuh. Ketika berbeda pendapat dan berselisih kita diperintahkan agar mengembalikan perselisihan tersebut kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ</p>
<p dir="rtl">“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59).<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ</p>
<p dir="rtl">“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah.” (QS. Asy-Syura: 10).<br>
Ibdallah,<br>
Sebagian kelompok ada yang mengatakan, “Sesungguhnya sebab kelemahan umat Islam adalah karena mereka dikuasai oleh orang-orang kafir. Kalau orang-orang kafir ini tidak menguasai kaum muslimin, niscaya umat Islam akan menjadi kuat”.<br>
Kemudian mereka membuat formula sebagai solusinya. Mereka mengatakan, “Oleh karena itu, umat Islam harus sibuk mempelajari konspirasi-konspirasi dan tipu daya orang-orang kafir”. Kemudian kelompok ini pun disibukkan dengan permasalahan politik atau hal yang serupa dengannya.<br>
Kelompok yang lain mengatakan, “Sebab lemahnya kaum muslimin karena mereka dikuasai oleh pemimpin-pemimpin yang zalim”. Maka mereka menjadikan hal ini sebagai isu utama untuk mengentaskan masalah kelemahan umat.<br>
Yang lain lagi menyatakan, “Sebab lemahnya kaum muslimin adalah karena mereka meninggalkan jihad. Sekiranya kita kembali berjihad, niscaya kita akan menjadi kuat. Dan kita hadapi saja mereka”.<br>
Ada lagi yang menyatakan, “Lemahnya kaum muslimin dikarenakan mereka berpecah belah. Sekiranya mereka bersatu, mereka layaknya menjadi tangan yang satu yang memberikan kekuatan yang utuh yang mampu mengalahkan musuh-musuh mereka”.<br>
Tidak diragukan lagi, sebab-sebab ini adalah hal yang menjadikan umat Islam lemah. Namun, hal ini bukanlah penyebab inti dan utama.<br>
Kaum muslimin <i>rahimakumullah</i>,<br>
Perhatikanlah hal berikut ini:<br>
<b>Pertama</b>: Orang yang mengatakan “Sebab lemahnya kaum muslimin karena kuatnya musuh mereka”. Telah dibantah oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dalam Alquran. Dia menjelaskan seandainya kita berpegang teguh dengan agama kita, maka kekuatan musuh itu tidak akan memiliki dampak bahaya pada kaum muslimin. Jika umat ini berpegang teguh pada ajarannya, Allah akan menguatkan umat ini dengan sebab-sebab yang dinalar oleh akal. Allah <i>Ta’ala</i>berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا</p>
<p dir="rtl">“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (QS. Ali Imran: 120).<br>
<b>Kedua</b>: Mereka yang mengatakan “Sebab lemahnya kaum muslimin karena penguasa-penguasanya zalim”. Kita katakan, Allah telah menjelaskan dalam Alquran bahwa penguasa itu satu tipe dengan rakyatnya. Jika rakyatnya adalah orang-orang yang zalim, maka Allah akan menjadikan penguasa mereka dari kalangan orang-orang zalim itu sendiri. Dia berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS: Al-An’am: 129).<br>
<b>Ketiga</b>: Mereka yang mengatakan “Sebab lemahnya umat Islam karena mereka berpecah belah”. Lalu mereka berpendapat, solusinya adalah mempersatukan umat ini walaupun akidahnya berbeda-beda. Allah <i>Ta’ala</i> menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi dicela dengan persatuan seperti ini. Dia berfirman,</p>
<p dir="ltr">تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى</p>
<p dir="rtl">“Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah.” (QS. Al-Hasyr: 14).<br>
<b>Keempat</b>: Adapun bagi mereka yang menyatakan bahwa sebab lemahnya umat Islam ini karena meninggalkan jihad, maka kita katakan Allah telah membantah pendapat mereka dengan menuntunkan untuk tidak berjihad saat sedang dalam kondisi lemah. Ketika mereka tidak mampu menghadapi musuh, tapi mereka malah memaksa berperang, maka mereka malah mendapat dosa. Karena peperangan akan memperparah keadaan dan kelemahan. Tidak mesti selalu, meninggalkan jihad adalah sebab lemahnya umat Islam.<br>
Jika demikian –kaum muslimin <i>rahimakumullah</i>- apa yang menjadi penyebab lemahnya umat Islam? Bagaimana kita bisa menjadi kuat sebagaimana umat Islam terdahulu kuat di masa Khulafa-ur Rasyidin? Dan juga umat Islam terdahulu dengan kerajaan-kerajaan mereka, kuat dalam masa ratusan tahun lamanya.<br>
Jawabannya adalah Allah yang Maha Bijaksana telah menjelaskan kepada kita secara gamblang bahwa kelemahan kita saat ini dikarenakan dosa yang telah kita lakukan.<br>
Sesungguhnya maraknya kemaksiatan dan dosa di tengah-tengah kaum muslimin adalah sebab lemahnya mereka. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ</p>
<p dir="rtl">“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165).<br>
Dia juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ</p>
<p dir="rtl">“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS. Ar-Rum: 41).<br>
Firman-Nya juga,</p>
<p dir="ltr">وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS: Al-An’am: 129).<br>
Dan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا</p>
<p dir="rtl">“dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun.” (QS. At-Taubah: 25).<br>
Subhanallah! Perbuatan dosa adalah sebab yang mengacaukan barsan kaum muslimin di Perang Hunain, padahal jumlah mereka saat itu banyak dan keadaan mereka superior atas musuhnya.<br>
Kaum muslimin <i>rahimakumullah</i>,<br>
Renungkanlah keadaan ini dan bandingkanlah dengna keadaan kita saat ini. Betapa banyak syirik besar menyebar di masyarakat kita dan di negeri-negeri kaum muslimin. Betapa banyak kita saksikan makam dan kuburan yang diagungkan dan disembah selain Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.<br>
Baru-baru ini terjadi di salah satu negeri Islam, pada hari maulid Nabi, mereka berkumpul di makam orang yang mereka sebut sebagai orang shaleh atau wali. Kemudian mereka menyembelih 3000 hewan sembelihan untuk penghuni makam tersebut. Setelah itu mereka meminta-minta kepada penghuni makam. Mereka telah menyekutukan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Mereka telah berbuat maksiat kepada Allah dengan kemaksiatan terbesar yakni syirik akbar. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> sangat murka dengan perbuatan yang demikian. Dia berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa: 48).<br>
Dan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72).<br>
Ibadallah,<br>
Betapa banyak kuburan dan mayit yang dijadikan tempat meminta selain Allah. Mereka adukan kebutuhan mereka di kala sulit dan ditimpa musibah.<br>
Betapa banyak bid’ah yang tersebar di timur dan barat negeri kaum muslimin.<br>
Adapun perbuatan maksiat dan memperturutkan hawa nafsu, tidak perlu diperdebatkan lagi. Hal ini tersebar di negeri-negeri Islam di dunia ini. Kita sama sekali tidak sulit menemukan wanita-wanita muslimah membuka auratnya sebagaimana orang-orang Barat melakukannya.<br>
Kita temukan cara berpakaian wanita muslimah tidak ada bedanya dengan non muslimah. Hingga kita tidak bisa membedakan mana yang muslimah dan mana yang bukan.<br>
Subhanallah! Dimanakah ayah-ayah yang bertanggung jawab atas mereka? Dan dimanakah suami-suami yang semestinya melindungi mereka?<br>
Dan masih banyak lagi kemaksiatan semisal riba, sihir atau perdukunan, zina, gibah, dll. Kita memohon kepada Allah yang tiada sesembahan yang benar kecuali Dia, agar menjaga kita dan menganugerahkan kasih sayang-Nya kepada kita.<br>
Kaum muslimin <i>rahimakumullah</i>,<br>
Setelah begitu banyak dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan, di antara kita ada yang masih bertanya “mengapa umat Islam lemah dan tertinggal?”<br>
Ibdallah,<br>
Jika kita menginginkan kejayaan, datangnya pertolongan Allah, kuat, dan dikokohkan kedudukan kita, maka hendaklah kita kembali kepada agama kita. Kembali memurnikan tauhid kepada Allah. Mengikuti sunnah Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Meninggalkan kemaksiatan, baik yang besar maupun yang kecil. Apabila salah seorang dari kita berbuat dosa dan maksiat, maka hendaknya yang lain peduli dengan cara menasihatinya.<br>
Tidak kita pungkiri, perbuatan dosa tersebar hingga di jalan-jalan. Namun kaum muslimin tidak berusaha mencegahnya. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ</p>
<p dir="rtl">“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79).<br>
Jika mencegah kemungkaran sudah kita tinggalkan, maka apa yang kita lakukan tersebut menjadi sebab terbesar lemahnya kaum muslimin. Demi Allah, sekiranya bagian dari dunia kita diambil oleh orang lain, maka kita akan berusaha mencegah orang itu agar tidak mengambil hak dunia kita tersebut. Namun sayang, ketika hak agama –yakni Islam menjadi lemah-, maka kaum muslimin berpikir ulang untuk mencegah orang yang menyebabkan Islam menjadi lemah. Oleh karena itulah kita menjadi umat yang lemah.</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيْمُ مُنَّ عَلَيْنَا بِالاِسْتِقَامَةِ عَلَى دِيْنِكَ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِالتَوْحِيْدِ قَائِمِيْنَ، وَلِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّبِعِيْنَ، اَللَّهُمَّ قَوِّ الإِسْلَامَ بِأَهْلِهِ وَقَوِّ أَهْلَهُ بِهِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin <i>rahimakumullah</i>,<br>
Karena lemahnya kaum muslimin, orang-orang kafir pun sekarang berani mengejek dan mengolok-olok Nabi kita, Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Sampai mereka berlomba-lomba untuk mengolok-olok Nabi kita dan kekasih kita, Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Keadaan lemah ini pula yang membuat orang-orang kafir menguasai kaum muslimin.<br>
Dalam keadaan lemah ini, kaum muslimin masih terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang tidak peduli terhadap permasalahan ini. Ini benar-benar bentuk kelemahan yang sangat. Terkadang ketika diri kita sendiri dicandai oleh sebagian teman kita dengan gurauan tertentu, itu saja bisa membuat kita marah. Lalu bagaimana bisa ia tidak peduli dengan kehormatan Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br>
Kelompok kedua, mereka yang berlebih-lebihan hingga menyakiti dan menyerang orang-orang non muslim di negeri-negeri mereka. Atau membunuh orang non muslim yang tidak bersalah. Atau mengadakan pengerusakan di sana.<br>
Perbuatan-perbuatan ini semakin menambah permusuhan dari kalangan orang-orang kafir dan olok-olok mereka terhadap Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> pun kian menjadi-jadi. Mereka juga kian mengintimidasi umat Islam yang minoritas di negeri-negeri mereka. Oleh karena itu, wajib bagi kita menjadi seorang muslim yang bijak. Hendaknya kita bisa membedakan dimana kondisi lemah dan kondisi kuat. Namun tetap tidak takut terhadap mereka. Allah <i>Ta’ala</i>berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. Ar-Rum: 60).<br>
Ibadallah,<br>
Wajib bagi setiap muslim untuk berlaku bijak. Kita saat ini sedang berada dalam kondisi lemah. Orang yang cerdas akan pandai melihat hal-hal yang cenderung kepada kemaslahatan. Janganlah hanya mengandalkan semangat dan emosi semata yang malah berakibat bencana bagi kaum muslimin lainnya. Dan ia pun menjadi penyebab tidak diterimanya dakwah Islam. Juga menjadi penyebab semakin tersebarnya olok-olok orang kafir kepada Rasulullah Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br>
Sungguh membuat kita sedih ketika melihat orang-orang yang merendahkan Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dengan membuat gambar yang mereka sebut itu adalah Rasulullah. Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> adalah orang yang paling kita cintai lebih dari diri kita, ayah kita, dan ibu kita. Dan gara-gara tindakan ceroboh kita, mereka malah semakin menghina Nabi dan menyanjung para kartunis yang menghina beliau itu.<br>
Kaum muslimin <i>rahimakumullah</i>,<br>
Hendaknya kita berdiri di barisan yang sama. Hendaknya kita juga memiliki tekad yang satu. Yakni membela agama Allah dan agama Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Jangan kita berloyalitas berdasarkan kelompok dan partai. Kita membela kelompok dan partai kita semata. Walaupun terkadang kelompok dan partai kita berada dalam kekeliruan, penyimpangan, atau bahkan menentang Islam.</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِالكَافِرِيْنَ اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِالْكَافِرِيْنَ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِكُلِّ مَنْ سَبَّ رَسُوْلَنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللهُ شَلْ يَدَهُ، اَللَّهُمَّ جَمْدِ العُرُوْقَ فِي دَمِهِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ عِبْرَةً وَآيَةً لِمَنْ وَرَاءَهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ اَلَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَرْحَمَ إِخْوَانَنَا فِي بِلَادِ الشَّامِ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ وَفِي كُلِّ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Aziz ar-Rais</p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-1646263820010946752016-05-20T19:13:00.001-07:002016-05-20T19:13:54.522-07:00Keutamaan Bersyukur Dan Pahala Bagi Orang Orang Yang Bersyukur<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama :</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اَلْعَلِيُّ الكَبِيْرُ، اَلعَلِيْمُ القَدِيْرُ، أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ، وَأَسْأَلُهُ دَوَامَ الشُّكْرِ عَلَى نِعَمِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَيْهِ المَصِيْرُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ اَلبَشِيْرُ النَّذِيْرُ، وَالسِّرَاجُ المُنِيْرُ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَلَّذِيْنَ جَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ لِنُصْرَةِ دِيْنِ اللهِ حَتَّى أَشْرَقَتِ الأَرْضُ بِالهُدَى وَالنُّوْرِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">فَاتَّقُوْا اللهَ تَبْلُغُوْا رِضْوَانَهُ وَجَنَّاتَهُ، وَتَنْجُوْ مِنْ غَضَبِهِ وَعُقُوْبَاتِهِ.</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Sesungguhnya Rab kalian yang Maha Mulia mengingatkan kalian dengan nikmat-nikmat yang umum dan yang khusus agar kalian bersyukur kepadaNya. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ</p>
<p dir="rtl">“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS. Fathir: 3).<br>
Allah juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ إِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٧)</p>
<p dir="rtl">“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: “Kami dengar dan Kami taati”. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati(mu).” (QS. Al-Maidah: 7).<br>
Dan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً</p>
<p dir="rtl">“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (QS. Luqman: 20).<br>
Dan Allah mengabarkan kepada kita bahwasanya seluruh karunia berasal dari-Nya agar kita menunaikan hak Allah <i>Ta’ala</i> dalam beribadah dan bersyukur. Dan kita berharap tambahan kepada-Nya. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ</p>
<p dir="rtl">“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisaa: 79).<br>
Maka kebaikan-kebaikan yang dirasakan oleh manusia semuanya adalah semata-mata karunia dari-Nya dan kasih sayang dari segala sisi. Dan keburukan-keburukan dikarenakan oleh manusia dan Allah telah menetapkan dan mentaqdirkannya, dan Allah tidaklah zalim sedikit pun kepada siapa pun.<br>
Orang-orang mengenal banyak kenikmatan, akan tetapi lupa akan mayoritas kenikmatan, sungguh betapa sering kenikmatan Allah giringkan kepadamu –wahai manusia- manjadikanmu menikmatinya sementara engkau tidak menyadarinya. Betapa banyak keburukan dan musibah yang Allah tolak darimu sementara engkau tidak menyadarinya.<br>
Allah berfirman tentang penjagaan manusia:</p>
<p dir="ltr">لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ</p>
<p dir="rtl">“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Ra’du: 11).</p>
<p dir="ltr">وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jaatsiyah: 13).<br>
Dan banyak dari anggota badan yang bergerak dengan sendirinya –diluar kesadaran manusia- untuk kemanfaatan badan dan berlangsungnya kehidupan badan. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ (٢١)</p>
<p dir="rtl">“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Ad-Dzaariyat: 21).</p>
<p dir="ltr">وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ</p>
<p dir="rtl">“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).<br>
Barangsiapa yang tidak mampu menghitung nikmat Allah maka tentu ia tidak tahu mayoritas karunia-Nya.<br>
Allah memberi karunia kepada kita untuk kita gunakan dalam menjalankan ketaatan-Nya dan beribadah kepada-Nya, untuk memakmurkan dunia dan memperbaikinya. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ</p>
<p dir="rtl">“Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. An-Nahl: 81).</p>
<p dir="ltr">وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (٧٨)</p>
<p dir="rtl">“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl: 78).<br>
Maka bersyukur atas karunia adalah dengan mengumpulkan beberapa perkara:<br>
Pertama: Dengan mencintai Sang Pemberi Karunia atas karunia-Nya.<br>
Kedua: Tunduk kepada Allah yang maha suci atas karunia-Nya, disertai keyakinan hati bahwasanya seluruh nikmat adalah semata-mata karunia dan pemberian Allah dalam segala hal, sang hamba asalnya tidak punya hak atas nikmat tersebut.<br>
Ketiga: Memuji Rab dengan lisan atas karunia-karunia tersebut.<br>
Keempat: Menerima karunia tersebut dengan menunjukkan kemiskinan dan kefaqiran kepada Allah.<br>
Kelima: Mengagungkan karunia tersebut dan menggunakannya pada perkara yang dicintai oleh Allah.<br>
Barangsiapa yang menggunakan karunia Allah pada perkara yang dicintai oleh Allah dan diridhainya serta menjadikannya sarana untuk menegakan agama pada dirinya, menjalankan kewajiban-kewajiban yang diwajibkan kepadanya, dengan berbuat baik kepada makhluk Allah maka ia telah mensyukuri karunia tersebut. Dan barangsiapa yang menggunakan karunia Allah pada perkara yang dibenci oleh Allah atau menghalangi hak-hak yang wajib pada karunia tersebut maka ia telah kufur nikmat (mengingkari nikmat).<br>
Ummul Mukminin Asiyah <i>radhiallahu ‘anha</i> menulis kepada Mu’awiyah<i>radhiallahu ‘anhu</i>:</p>
<p dir="ltr">إِنَّ أَقَلَّ مَا يَجِبُ لِلْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَنْعَمَ عَلَيْهِ أَلَّا يَجْعَلْ مَا اَنْعَمَ عَلَيْهِ سَبِيْلاً إِلَى مَعْصِيَتِهِ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya minimal yang wajib atas orang yang mendapat karunia kepada Sang Pemberi karunia adalah tidak menjadikan karunia tersebut jalan untuk bermaksiat kepada-Nya.”<br>
Keenam: Hendaknya nikmat tersebut tidak menjadikannya sombong dan tertipu, dan syaitan membisikannya bahwa ia lebih baik dari orang lain karena nikmat tersebut, dan ia tidaklah terkhususkan dengan nikmat tersebut kecuali karena ia memiliki keistimewaan dibandingkan yang lainnya.<br>
Hendaknya ia mengetahui bahwasanya Allah menguji dengan kebaikan dan keburukan agar Allah mengetahui orang-orang yang bersyukur dan orang-orang yang bersabar. Dan keimanan setengahnya adalah bersyukur dan setengahnya lagi bersabar. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">أَلَمْ تَرَ أَنَّ الْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِنِعْمَةِ اللَّهِ لِيُرِيَكُمْ مِنْ آيَاتِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (٣١)</p>
<p dir="rtl">“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.” (QS. Luqman: 31).<br>
Dan diatas manzilah bersyukur atas nikmat adalah bersyukur karena musibah dan keburukan, serta memuji Allah atas perkara-perkara yang dibenci yang menimpa seorang muslim. Dan para pemilik manzilah ini adalah orang yang pertama kali dipanggil untuk masuk ke surga, karena mereka senantiasa memuji Allah dalam segala kondisi.<br>
Allah telah memerintahkan kita untuk bersyukur, Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ (١٥٢)</p>
<p dir="rtl">“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152).</p>
<p dir="ltr">وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (٦)</p>
<p dir="rtl">“Tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6).</p>
<p dir="ltr">وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (١١٤)</p>
<p dir="rtl">“Dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl: 114).<br>
Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ</p>
<p dir="rtl">“Cintailah Allah karena nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kalian” (HR. At-Tirmidzi).<br>
Bentuk syukur yang terbesar adalah beriman kepada Rabbul ‘alamin, dan ia adalah bentuk bersyukur atas nikmat risalah Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> yang diutus sebagai rahmat terhadap seluruh manusia. Dan setelahnya adalah bersyukur atas tiap-tiap kenikmatan masing-masing, bahkan terhadap kenikmatan yang terkecil, meskipun tidak ada kenikmatan Allah yang kecil.<br>
Dan bentuk kekufuran yang terbesar adalah kufur kepada Alquran dan sunnah, maka tidak ada faedahnya bersyukur atas kenikmatan apapun jika dibarengi dengan kekufuran terhadap Islam. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٥)</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang kafir terhadap keimanan maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5).<br>
Dan Allah telah manjanjikan bagi orang-orang yang bersyukur berkesinambungannya kenikmatan, bertambahnya dan keberkahannya. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (٧)</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).<br>
Dan orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang meraih kemenangan dengan kebaikan dunia dan akhirat. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ (١٤٥)</p>
<p dir="rtl">“Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145).<br>
Orang-orang yang bersyukur merekalah yang selamat dari hukuman di dunia, keburukan-keburukan di dunia dan selamat dari penderitaan di akhirat. Allah berfirman tentang kaum Nabi Luth <i>‘alaihissalam</i>:</p>
<p dir="ltr">إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا إِلا آلَ لُوطٍ نَجَّيْنَاهُمْ بِسَحَرٍ (٣٤)نِعْمَةً مِنْ عِنْدِنَا كَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ شَكَرَ (٣٥)</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari kami. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-Qamar: 34-35).<br>
Dan bersyukur merupakan kedudukan para Nabi, para Rasul, dan hamba-hamba Allah yang beriman. Allah berfirman tentang Nabi Nuh <i>‘alaihissalam</i>:</p>
<p dir="ltr">إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا (٣)</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra': 3).<br>
Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٢٠)شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (١٢١)</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. dan sekali-kali bukanlah Dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” (QS. An-Nahl: 120-121).<br>
Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (١٤٤)</p>
<p dir="rtl">“Hai Musa, sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 144).<br>
Aisyah <i>radhiallahu ‘anha</i> berkata,<br>
“Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> sholat malam hingga kedua kakinya pecah-pecah”. Maka Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah engkau sholat malam hingga kedua kakimu pecah-pecah padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang?”. Maka Nabi berkata, “Mengapa tidakkah lebih baik aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).<br>
Maka orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang Allah khususkan kepada mereka kenikmatan yang tidak diberikan kepada selain mereka. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَؤُلاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ (٥٣)</p>
<p dir="rtl">“Dan Demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?” (QS. Al-An’am: 53).<br>
Dan orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang khusus di sisi Allah, oleh karenanya mereka sedikit. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (١٣)</p>
<p dir="rtl">“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba': 13).<br>
Wahai orang yang bersyukur, tetaplah terus bersyukur dan istiqomah, barangsiapa yang benar bersama Allah maka Allah akan memenuhi janji-Nya. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (٤٠)</p>
<p dir="rtl">“Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al-Baqarah: 40).<br>
Jangan sampai engkau ditutup oleh setan –wahai hamba yang bersyukur- sehingga engkaupun kurang dalam bersyukur atau kau merubah bersyukur menjadi kufur terhadap nikmat, kondisi juga akan berubah kepadamu dari kebaikan menjadi keburukan dan kejelekan. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢١١)</p>
<p dir="rtl">“Tanyakanlah kepada Bani Israil: “Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka”. dan Barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, Maka Sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 211).<br>
Barangsiapa yang senantiasa bersyukur maka Allah akan menambahkan kenikmatan baginya, dan barangsiapa yang berpindah dari kemaksiatan menuju keridoan Allah maka akan berubah kondisinya dari hal yang dibencinya kepada hal yang disukainya. Barangsiapa yang mentaati Allah dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan maka Allah akan mengatur urusannya dan memberi taufiq kepadanya dan membaguskan kesudahannya dalam segala perkara. Dari Anas <i>radhiallahu ‘anhu,</i> dari Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dari Jibril dari Allah berfirman:<br>
“Barangsiapa yang merendahkan wali-Ku maka ia telah mengumandangkan perang dengan-Ku. Dan Aku tidaklah bimbang terhadap perkara yang hendak Aku lakukan sebagaimana kebimbangan-Ku dalam mencabut nyawa seorang mukmin. Ia benci kematian sementara aku tidak ingin melakukan sesuatu yang ia tidak sukai, padahal ia harus meninggal.<br>
Dan sesungguhnya diantara hamba-hamba-Ku yang beriman ada yang menghendaki sebuah pintu dari ibadah, maka Aku pun menahannya agar ia tidak dimasuki oleh ujub yang akhirnya merusak amalannya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku sebagaimana ia menunaikan apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan dirinya dengan yang sunnah-sunnah hingga Aku mencintainya. Barangsiapa yang Aku mencintainya maka aku baginya menjadi pendengaran, penglihatan, tangan, dan penolong. Ia berdoa kepada-Ku maka Aku kabulkan, ia meminta kepada-Ku maka aku berikan. Ia telah berbuat kebaikan demi Aku maka Aku memberikannya kebaikan.<br>
Dan diantara hamba-hamba-Ku ada yang tidak baik keimanannya kecuali disertai kekayaan. Kalau Aku menjadikannya miskin, maka hal itu akan merusaknya. Dan diantara hamba-hamba-Ku ada yang imannya tidak baik kecuali dengan kemiskinan. Kalau Aku lapangkan hartanya, maka akan merusaknya. Dan di antara hamba-hamba-Ku ada yang tidak baik keimanannya kecuali dengan sakit, kalau Aku menyehatkannya maka akan merusaknya. Dan diantara hamba-hambaKu ada yang tidak baik keimanannya kecuali dengan kesehatan, kalau Aku menjadikannya sakit maka akan merusaknya. Aku mengatur hamba-hamba-Ku dengan ilmu-Ku tentang apa yang ada di hati-hati mereka, sesungguhnya Aku maha mengetahui lagi maha mengenal” (HR Ath-Thabrani, dan sebagian lafalnya memiliki syawahid dalam riwayat yang shahih).<br>
Maka hendaknya engkau –wahai hamba Allah- bersama orang-orang yang bersyukur yang Allah mencurahkan kebaikan kepada mereka.<br>
Al-Imam Ibnul Qoyyim <i>rahimahullah</i> menyebutkan sebuah atsar ilahi:<br>
Allah berfirman: Orang yang mengingat-Ku orang yang bermujalasah dengan-Ku, orang yang bersyukur kepada-Ku adalah orang yang mendapatkan tambahan-Ku, orang yang taat kepada-Ku adalah orang yang mendapatkan kemuliaan-Ku, dan para pelaku maksiat tidaklah Aku menjadikan mereka putus asa dari rahmat-Ku jika mereka bertaubat, maka Aku kekasih mereka, dan jika mereka tidak bertaubat maka Aku menjadi Tabib mereka, Aku menguji mereka dengan musibah-musibah untuk mensucikan mereka dari kesalahan-kesalahan.”<br>
Dan sungguh Allah telah memerintahkanmu untuk termasuk mereka yang beruntung, Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (٦٦)</p>
<p dir="rtl">“Karena itu, Maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Az-Zumar: 66).<br>
Allah telah menyebutkan kenikmatan-kenikmatan secara khusus dalam kitab-Nya karena manfaatnya dan karena keberkahannya bagi umat hingga hari kiamat.<br>
Dan diantara washiat Nabi kita <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> yang bermanfaat adalah sabda beliau:<br>
“Wahai Mu’aadz sesungguhnya aku mencintaimu, maka hendaknya di setiap dubur (akhir) setiap sholat engkau berkata:</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ</p>
<p dir="rtl">“Ya Allah tolonglah aku untuk mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan baik dalam beribadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa-i).<br>
Dan al-Hamdu dan asy-Syukru saling bercampur makna keduanya disamping masing-masing memiliki makna detail yang khusus. Dan setiap waktu Allah memiliki nikmat-nikmat yang khusus dan umum. Dan bersatunya umat merupakan karunia bagi umat dan kekuatan bagi agama Allah dan penjagaan bagi teraturnya kemaslahatan dunia.<br>
Dan membaiat Pelayan Dua Kota Suci, Raja Salman bin Abdil Aziz <i>hafizahullah,</i>yang telah dilakukan baru saja dan baiat terhadap wakilnya Pangeran Muqrin bin Abdil Aziz <i>hafizahullah</i>, dan baiat kepada wakil dari wakil Raja yaitu Pangeran Muhammad bin Nayif <i>hafizahullah</i> akan merealisasikan manfaat-manfaat, maslahat-maslahat, keuntungan-keuntungan agama dan duniawi bagi negeri dan penduduknya, serta terpenuhinya banyak kebaikan dan hilangnya makar dan kejahatan syaitan terhadap negeri ini. Sebagaimana telah berlaku baiat-baiat sebelumnya. Allah mengingatkan kita untuk bersatu dan melarang kita dari perselisihan. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا</p>
<p dir="rtl">“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103).<br>
Dan ini adalah baiat dari Ahlu Al-Hil wa Al-Aqd dari kalangan para pangeran/pemimpin dan para ulama serta para pemuka merupakan kelaziman –secara syar’i- bagi yang hadir maupun yang tidak hadir. Dan seluruh pemduduk wajib terkena baiat, barangsiapa yang memandang bahwa baiat tersebut tidak wajib baginya maka ia adalah seorang mubtadi’ dan ia tidak memberi kemudharatan kecuali hanya kepada dirinya sendiri. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٠٢)</p>
<p dir="rtl">“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).<br>
Mensyukuri nikmat manfaat-manfaatnya bagi orang yang bersyukur baik di dunia maupun akhirat. Lalai dari bersyukur mendatangkan kemudorotan bagi yang lalai itu sendiri. Allah berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (١٢)</p>
<p dir="rtl">“Dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12).</p>
<p dir="ltr">بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلِهِ القَوِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua :</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ إِلَى الخَيْرَاتِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ بِعَدْلِهِ وَحِكْمَتِهِ فَاتَّبَعَ الشَهَوَاتِ، أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ، وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رَبُّ الأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ كعبةُ المَكْرُمَاتِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِيْ الطَّعَاتِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">فَاتَّقُوْا اللهَ قِيَامًا بِشُكْرِهِ، وَاذْكُرُوْهُ حَقَّ ذِكْرِهِ.</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٧)</p>
<p dir="rtl">“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.” (QS. A-Zumar: 7).<br>
Ketahuilah bahwasanya seorang hamba bagaimanapun ia berusaha untuk taat kepada Rabnya dan mendekatkan dirinya kepada Allah dengan berbagai ibadah, maka ia tidak akan bisa menegakkan rasa syukur kepada Rabnya dengan sempurna. Akan tetapi cukup baginya untuk mengerjakan yang wajib-wajib dan tidak malakukan perkara-perkara yang dilarang. Hendaknya ia mengetahui kalau bukan karena rahmat Allah, maka ia termasuk orang-orang yang merugi. Hendaknya ia selalu beristighfar dari kekurangan, dan memperbanyak doa kepada Rabnya agar ditolong dan diberi taufik.<br>
Dari Ibnu ‘Abbas <i>radhiallahu ‘anhuma</i> bahwasanya Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> berdoa:</p>
<p dir="ltr">رَبِّ اجْعَلْنِي لَكَ شَكَّارًا، لَكَ ذَكَّارًا، لَكَ رَهَّابًا، لَكَ مِطْوَاعًا، لَكَ مُخْبِتًا، إِلَيْكَ أَوَّاهًا مُنِيبًا، رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِي، وَاغْسِلْ حَوْبَتِي، وَأَجِبْ دَعْوَتِي، وَثَبِّتْ حُجَّتِي، وَسَدِّدْ لِسَانِي، وَاهْدِ قَلْبِي، وَاسْلُلْ سَخِيمَةَ صَدْرِي</p>
<p dir="rtl">“Wahai Rabku jadikanlah aku hamba yang selalu bersyukur kepada-Mu, selalu berdzikir kepadamu, selalu takut kepada-Mu, selalu taat kepada-Mu, selalu menghiba kepada-Mu, selalu kembali kepada-Mu. Wahai Rabku, terimalah taubatku, cucilah dosa-dosaku, kabulkanlah doaku, kokohkanlah hujjahku, luruskanlah lisanku, tunjukilah hatiku, dan bersihkanlah dadaku dari penyakit-penyakit.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)).</p>
<p dir="rtl">للَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .</p>
<p dir="rtl">Diterjemahkan dari khotbah Jumat Asy-Syaikh Ali bin Abdirrahman Al-Hudzaifi (Imam dan Khotib Masjid Nabawi)<br>
Oleh Abu Abdil Muhsin Firanda<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-42953758903272952902016-04-18T17:23:00.001-07:002016-04-18T17:23:35.163-07:00Peringatan Agar Menjauhi Dukun<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ)) ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً)) ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً* يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً))</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ :</p>
<p dir="rtl">فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.</p>
<p dir="rtl">Ma’asyiral mukminin,<br>
Rab kita, Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَن تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ*تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ</p>
<p dir="rtl">“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa.” (QS. Asy-Syu’ara: 221-222).<br>
Setan telah membentuk pasukannya di muka bumi ini dari kalangan penyihir dan dukun. Mereka adalah orang-orang yang memainkan peranan kekufuran. Setan telah “menjelma” dalam diri mereka. Berbicara dengan lisan mereka. Oleh karena itu, kita lihat setan sangat cenderung pada jiwa-jiwa seseorang yang mempelajari ilmu perdukunan atau sihir ini. Karena mereka telah berbaur dengan kejelekan dan ridha dengannya. Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” (QS. Al-An’am: 121).<br>
Dan sungguh mereka telah merelakan diri mereka terjerembab di jalan kesesatan. Para dukun dan tukang sihir itu ridha kalau jiwa mereka telah terkotori dengan dosa dan kesyirikan. Mereka telah berkubang dengan perbuatan najis. Dan mempraktikkannya di tempat-tempat yang kotor pula. Mereka benci mendengar Alquran dan lari dari tempat-tempat yang dibacakan Alquran. Mereka menyembelih hewan dengan menyebut nama selain Allah<i>‘Azza wa Jalla</i>. Mereka tidak bersuci apalagi berwudhu. Mereka disifati dengan pandir dan sesat, dusta dan penipu. Setiap praktik sihir yang mereka lakukan pasti sebelumnya mereka mempersembahkan sesuatu bentuk ibadah kepada setan. Mereka cemari diri mereka dengan sesuatu yang kotor dan merusak. Mereka hinakan pribadi mereka dengan kejelekan dan musibah. Semakin hari, semakin bertambahlah kecintaan mereka terhadap kejelekan. Akhirnya mereka pun kian jauh dari Allah. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ</p>
<p dir="rtl">“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong.” (QS. Al-Maidah: 42).<br>
Bagi mereka kehinaan dan kerendahan.<br>
Di dalam syariat kita, terdapat ayat dan hadits yang menjelaskan tentang ancaman keras terhadap perdukunan. Di dalam syariat, dukun dikenal dengan dua jenis. Ada yang namanya ‘<i>arraf</i>, yaitu mereka yang mengaku mengetahui sesutu yang gaib yang telah terjadi, namun tidak diketahui orang. Misalnya ketika ditanyakan kepada mereka siapa yang mencuri barang ini, maka mereka akan menjawab fulan yang mencurinya. Dan ada pula yang namanya <i>kahin</i>yaitu mereka yang mengaku mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok.<br>
Kahin adalah orang-orang yang memiliki jiwa yang jahat. Mereka mengabdikan diri, bertanya, dan meminta pendapat para jin. Ketika menghadapi suatu persoalan, maka mereka meminta petuah para jin. Dan jin pun memberikan masukan kepada para kahin ini.<br>
Sebelum Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> diutus, sangat banyak terdapat dukun. Di antara mereka ada yang mengaku bahwa mereka adalah pengikut jin dan jin itu memberi kabar kepada mereka. Di antara mereka ada yang mengaku mengetahui perkara-perkara yang telah terjadi di masa yang lalu, dan juga tahu penyebab-penyebab terjadinya. Mereka inilah yang disebut ‘<i>arraf</i>. Mereka mengaku mengetahui pencurian, tempat-tempat rahasia, dll.<br>
Setelah Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> diutus menjadi Rasul, kesaktian para ‘<i>arraf</i> ini berkurang. Berita-berita dari jin yang mereka dapatkan tidak lagi sehebat sebelumnya. Karena Allah <i>Tabaraka wa Ta’ala</i> menjaga langit dengan bintang-bintang pelontar. Dahulu jin mendengar kabar dari langit kemudian mengabarkannya kepada para dukun. Kemudian jin-jin itu dilempari dengan bintang-bintang pelontar itu sehingga sedikit kabar yang sampai kepada para dukun.<br>
Di zaman sekarang, para dukun dan tukang sihir ini sering berpenampilan seorang yang agamis. Mereka disebut wali, kiyai, atau ustadz. Banyak orang-orang yang tertipu dengan penampilan mereka ini. Orang-orang awam menyangkanya seorang wali Allah, padahal mereka sejatinya adalah wali setan. Sebagaimana firman Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>,</p>
<p dir="ltr">وَيَوْمَ يِحْشُرُهُمْ جَمِيعاً يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ الإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ</p>
<p dir="rtl">“Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): “Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia”, lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain).” (QS. Al-An’am: 121).<br>
Dalam sebuah hadits, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mengancam para dukun. Beliau menjelaskan ganjaran bagi mereka. Karena mereka telah lancang menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal gaib yang hanya Allah <i>Jalla wa ‘Ala</i> saja yang mengetahuinya. Hukuman bagi mereka yang bertanya adalah tidak dihitung pahala shalatnya selama 40 hari. Sementara para dukun dan penyihir ini, hukuman mati untuk mereka. Oleh karena itu, para dukun dan tukang sihir ini harus menjadi musuh bersama. Tidak boleh mendatangi mereka.<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang mendatangi kahin atau ‘arraf dan membenarkan apa yang yang ia katakan maka sungguh telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.” (HR. Ahmad).<br>
Di dalam hadits ini, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjelaskan sebuah ancaman yang berat bagi mereka yang mendatangi para dukun, bertanya kepada mereka tentang hal-hal gaib, kemudian membenarkannya merupakan sebuah bentuk kekufuran terhadap wahyu yang diturunkan kepada beliau. Karena wahyu telah menjelaskan bahwasanya hanya Allah saja yang mengetahui perkara-perkara gaib.<br>
Wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk mencegah peraktik sihir dan perdukunan ini untuk melakukan segala daya dan upaya agar perbuatan ini dihentikan, terutama bagi mereka yang duduk di pemerintahan.<br>
Dari Imran bin Hushain <i>radhiallahu ‘anhu</i>, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>bersabda,</p>
<p dir="ltr">لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم</p>
<p dir="rtl">“Bukan dari golongan kami, orang yang percaya kepada nasib sial dan yang minta diramal tentang nasib sialnya atau yang melakukan praktik dukun dan yang didukuni atau yang menyihir atau yang meminta bantuan sihir, dan barang siapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammad<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.” (HR. Al Bazzar).<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjelaskan sebuah ancaman yang keras bagi mereka yang berpaling dari syariat Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Seperti berkeyakinan sial atau hoki dan mendatangi dukun serta membenarkan ucapannya. Atau siapa saja yang mengaku mengetahui yang gaib, baik dinamakan wali, kiyai, ustadz. Tidak ada yang mengetahui hal gaib kecuali Allah<br>
Ada pula di antara orang-orang yang menulis hurfuf-huruf dan angka-angka untuk meramalkan sesuatu.<br>
Menulis huruf atau angka hukumnya dibagi menjadi dua:<br>
Pertama: diperbolehkan. Jika hal itu dipelajari untuk menghitung.<br>
Kedua: diharamkan. Apabila mempelajari angka-angka tersebut hanya bertujuan untuk mempelajari dan mengaku mendapat ilmu gaib. Menghitung-hitung pergerakan bintang kemudian menentukan nasib dan kejadian yang akan terjadi di bumi. Yang demikian masuk ke dalam hukum mempelajari ilmu perdukunan.</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.<br>
أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">Ma’asyiral muslimin,<br>
Kita lihat para tokoh-tokoh sihir, pengaruh sihir mereka akan berdampak pada orang-orang yang lemah hatinya. Atau yang jiwanya cenderung kepada syahwat. Karena itulah, umumnya orang-orang yang terkena pengaruh sihir adalah mereka yang lemah agama dan tawakalnya kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Mereka yang tidak ambil bagian dalam perkara-perkara ilahi. Atau mereka yang jauh dari tuntunan dzikir-dzikir nabawi.<br>
Dan sihir itu tidak akan berpengaruh kepada seseorang kecuali atas izin dan kehendak dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Sebagaimana dalam firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ</p>
<p dir="rtl">“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah: 102).<br>
Mereka para tukang sihir dan dukun menyembah sesuatu yang lemah, yang tidak bisa membuka pintu yang tertutup dan tidak pula mampu membuka bejana yang tertutup. Mereka menyembah sesuatu yang lari terbirit-birit tatkala mendengar adzan dan dzikrullah <i>‘Azza wa Jalla</i>.<br>
Tukang sihir dan dukun itu telah menghinakan diri mereka kepada setan. Mereka telah merusak diri mereka. Menggelapkan hati mereka. Dan menghancurkan pondasi akhlak yang mereka miliki. Mereka lakukan itu semua dengan bersungguh-sungguh melewati rintangan kesulitan. Padahal apa yang mereka usahakan itu adalah jalannya setan, merendahkan diri padanya, dan mencari ridha setan tersbut. Di sisi Allah kelak mereka akan mendapatkan kerugian dan penyesalan. Yang mereka temui hanyalah musibah dan bencana. Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>n telah menafikan mereka dari kemenangan dengan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى</p>
<p dir="rtl">“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaha: 69).<br>
Mereka tidak akan menang dan berhasil dari sisi manapun mereka datang.<br>
Kemampuan tukang sihir itu sangat terbatas. Mereka tidak bisa memberhentikan matahari, menjatuhkan bintang, tidak juga mampu mengeluarkan apa yang ada di muka bumi. Wajib bagi seorang muslim untuk terus memperkokoh keimanan mereka kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dari segala syubhat dan hal-hal yang membuatnya ragu. Melepaskan diri mereka dari segala khurofat. Menyingkirkan awan kelam yang meragukan.<br>
Jangan sampai seorang hamba tertipu oleh setan. Jangan sampai setan berhasil menghembuskan keraguan kepada mereka. Apalagi sampai gandrung dengan penyakit sihir ini. Seseorang dalam kehidupan ini akan berhadapan dengan berbagai penyakit yang menimbulkan keraguan pada imannya. Mereka bisa saja terperosok ke dalamnya karena dosa-dosa yang mereka lakukan. Sebagaimana firman Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>,</p>
<p dir="ltr">وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ</p>
<p dir="rtl">“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS: Asy-Syura: 30).<br>
Wajib bagi seseorang untuk mengumpulkan tekad yang kuat sehingga ia bisa bertaubat dan kembali beramal shaleh. Menjadikan penguasa timur dan barat, Allah <i>Ta’ala</i>, sebagai tempat berserah diri. Bermunajat kepada-Nya di akhir malam dan diujung siang. Kemudian meneladani Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dan para sahabatnya yang mulia. Meniti jejak para hamba yang shaleh dalam bertawakal kepada Allah, kembali kepada-Nya, dan memohon kebutuhan dari-Nya. Tidak lupa kita menempuh usaha-usaha yang dibenarkan dalam setiap hal yang kita inginkan. Inilah jalan kesuksesan dunia dan akhirat.<br>
Kita memohon kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> keselamatan dan penjagaan dari-Nya.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-41630905438483180392016-04-13T15:54:00.001-07:002016-04-13T15:54:43.972-07:00Keshalehan Rakyat Adalah Pilar Suatu Negara<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى، وَاعْلَمُوْا أَنَّ تَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا هِيَ أَسَاسُ الفَلَاحِ وَعُنْوَانُ السَعَادَةِ فِي الدُنْيَا وَالآخِرَةِ، وَتَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَعْمَلَ العَبْدُ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ يَرْجُوْ ثَوَابَ اللهِ، وَأَنْ يَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ يَخَافُ عِقَابَ اللهِ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimani warahimakumullah,<br>
Suatu komponen bangsa yang tidak bisa tidak, mesti ada adalah adanya pemimpin dan ada pula rakyat. Inilah unsur pokok yang membangun suatu bangsa. Pemimpin tidak akan mampu membangun bangsa dengan baik jika rakyatnya tidak turut serta memberikan dukungan yang positif dan memiliki perhatian terhadap tanah airnya. Oleh karena itu, tidak jarang para pemimpin mengkampanyekan slogan-slogan kebersamaan agar rakyat pun turut sadar sebuah bangsa tidak bisa dibangun oleh pemimpin seorang diri.<br>
Banyak rakyat yang hanya menunggu dan menuntut. Pemimpin harus kreatif, tapi mereka sendiri orang-orang yang pasif. Pemimpin harus berani, tapi rakyat adalah mereka yang sulit diatur dan diedukasi. Pemimpin harus amanah, tapi ketika kejujuran ditetapkan, merekalah yang pertama kali protes karena merasa ketat dan kaku.<br>
Sebuah komunitas atau lebih besar lagi sebuah negara, akan mengalami kekacauan dan kerusakan jika tidak ada pemimpin walaupun satu hari saja. Dikatakan oleh orang-orang terdahulu, meskipun pemimpinnya jahat dan memerintah selama enam puluh tahun dengan kejahatan, itu masih lebih baik daripada sehari umat hidup tanpa seorang pemimpin.<br>
Dengan demikian pemimpin dan rakyat harus memiliki sinergi.<br>
Dalam hal ini Allah telah mengatur hak dan kewajiban masing-masing dengan firman-Nya:</p>
<p dir="ltr">إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴿٥٨﴾يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 58-59).<br>
Ibadallah,<br>
Menurut para ulama, ayat pertama berkaitan dengan kewajiban pemimpin, yaitu harus menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila mengadili orang-orang yang dipimpin, harus mengadili dengan adil. Sedangkan ayat kedua turun berkenaan dengan kewajiban orang-orang yang dipimpin, yaitu mereka harus menaati perintah serta ketetapan pemimpin, selama perintah atau ketetapan itu bukan kemaksiatan. Apabila perintah atau ketetapan pemimpin adalah kemaksiatan, maka kemaksiatan itu tidak boleh di taati. Jika mereka memperselisihkan sesuatu, maka harus dikembalikan kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br>
Namun jika pemimpin tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah dan tidak adil, maka umat tetap mentaati perintah pemimpin yang tidak berbentuk kemaksiatan. Sebab mentaati pemimpin termasuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Umat harus tetap menunaikan kewajiban mereka kepada pemimpin sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Selanjutnya, pada kondisi tertentu, suatu bangsa akan mengalami kendala-kendala internal. Kondisi ini secara umum menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin <i>rahimahullah</i> terbagi menjadi 4 kondisi:<br>
<b>Pertama</b>: Kondisi prima, yaitu pada saat benteng keimanan umat (rakyat) serta ketahanan kekuasaan dalam keadaan kuat. Ini merupaan kondisi ideal. Sebab semuanya akan berjalan sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.<br>
<b>Kedua</b>: Saat benteng keimanan umat serta ketahanan kekuasaan dalam keadaan lemah semuanya. Ini adalah kondisi paling parah dan paling berbahaya bagi bangsa; bagi pemimpin dan bagi umat yang dipimpin. Sebab jika hal itu terjadi maka kekacauan akan merajalela. Rakyat tidak memiliki keimanan hingga berbuat tanpa kendali syariat, sedangkan kekuasaan tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan tindakan rakyat.<br>
<b>Katiga</b>: Pada saat benteng keimanan rakyat lemah, tetapi ketahanan kekuasaan dalam keadaan kuat. Ini merupakan kondisi pertengahan. Sebab bila ketahanan kekuasaan kuat, maka hal itu secara lahiriah akan lebih baik bagi umat. Jika kekuatan kekuasaan hilang pada kondisi ini, maka umat akan terpuruk dalam instabilitas dan kejahatan.<br>
<b>Keempat</b>: Ketika ketahanan keimanan rakyat kuat, tetapi kekuatan kekuasaan dalam keadaan lemah, maka kondisi secara lahiriah lebih rendah daripada kondisi ketiga. Tetapi dalam hubungan antar seorang manusia dengan Allah, akan lebih baik dan lebih sempurna daripada kondisi ketiga.<br>
Dengan demikian jika kondisi prima, paling ideal dan paling sempurna suatu bangsa tidak dapat dicapai secara utuh, maka tidak berarti mengabaikan sisi-sisi tertentu, misalnya membangun keimanan umat kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, supaya tindakan umat yang dipimpin dapat membantu terciptanya kondisi negeri yang lebih baik.<br>
Artinya, jika kondisi suatu negeri tidak memiliki wibawa penuh karena kekuasaan dikendalikan oleh orang-orang yang kurang memiliki ketaqwaan, maka paling tidak harus tercipta kondisi masyarakat yang beriman. Dan itu adalah tugas para da’i dan orang-orang ‘alim dalam ilmu-ilmu syar’i untuk membawa masyarakat kembali pada ajaran Islam yang benar. Dengan memahami ajaran Islam yang benar, mereka akan tetap berusaha menjaga kewibawaan para pengendali dan penguasa negeri, serta mentaatinya dalam hal-hal yang tidak menyimpang dari syariat. Masyarakat tidak berebut adu suara keras melakukan kritik-kritik bebas, baik melalui media cetak, media elektronik, situs-situs internet, unjuk rasa maupun mimbar-mimbar yang sebenarnya justeru tidak banyak memecahkan masalah. Keimanan yang benar kepada Allah akan mencegah masyarakat melakukan tindakan yang kontra produktif.<br>
Meskipun negeri tidak berada pada puncak Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur (negeri yang gemah ripah, adil, makmur dan selalu dalam naungan ampunan Allah) tetapi paling tidak, tetap tidak keluar dari lingkaran keamanan dan kesejahteraan, karena warganya adalah warga yang beriman, mengerti hak-hak serta kewajibannya dan tidak pernah menuntut apa yang bukan haknya. Tidak menjadi negeri yang penduduknya suka main hakim sendiri, tanpa sopan santun, tanpa syukur ni’mat yang justeru menyebabkan negeri menjadi makin kacau.</p>
<p dir="ltr">فَنَسْأَلُ اللهَ الكَرِيْمَ بِأَسْمَائِهِ الحُسْنَى وَصِفَاتِهِ العُلْىَ أَنْ يَحْفَظَ نِسَاءَنَا وَنِسَاءَ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ شَرٍّ وَبَلَاءٍ وَأَنْ يَجْنِبْهُنَّ الفِتَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَأَنْ يَرُدَّ كَيْدَ مَنْ أَرَادَ بِهِنَّ شَرّاً فِي نَحْرِهِ إِنَّهُ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ وَهُوَ أَهْلُ الرَّجَاءِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى، فَإِنَّ تَقْوَى الله جَلَّ وَعَلَا هِيَ خَيْرُ زَادِ يُبَلِّغُ إِلَى رِضْوَانِ اللهِ، وَهِيَ وَصِيَّةُ اللهِ لِلْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ مِنْ خَلْقِهِ، وَهِيَ وَصِيَةُ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُمَّتِهِ، وَهِيَ وَصِيَة ُالسَّلَفِ الصَالِحِ فِيْمَا بَيْنَهُمْ، وَنَسْأَلُ اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَجْعَلَنَا جَمِيْعًا مِنْ أَهْلِ التَّقْوَى وَأَنْ يُوَفِقَنَا لِتَحْقِيْقِهَا .</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Negara –dalam hal ini pemimpin- memang berkewajiban menjamin pendidikan, agama, pekerjaan, dan hak-hak lainnya dari para rakyat. Namun jangan lupa rakyat pun memiliki kewajiban terhadap pemimpinnya. Kaidah umum yang sudah disepakati bersama adalah kewajiban lebih didahulukan daripada menuntut hak.<br>
Cobalah kita renungkan, sudahkan kita melakukan kewajiban terhadap pemimpin-pemimpin kita sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Mereka berhak diberikan loyalitas. Bahkan salah satu rahasia kesuksesan dan jayanya negeri-negeri Islam di zaman dahulu adalah rakyatnya mendoakan kebaikan kepada pemimpin mereka. Rakyatnya memohonkan kepada Allah agar pemimpinnya diberikan petunjuk dan bimbingan dalam kebenaran. Namun di zaman sekarang, pemimpin-pemimpin malah dicela di mimbar-mimbar. Nas’alullah at-taufiq..<br>
Ibadallah,<br>
Di antara kita ada yang cinta buta kepada pemimpin sehingga mereka melihat kesalahan pada pemimpin adalah sebuah kebenaran pula. Dan yang lain ada yang yang begitu benci kepada pemimpin sehingga segala yang dilakukan pemimpin semua salah di matanya. Lalu mereka menyebarkan aibnya di mana-mana.<br>
Kaum muslimin, renungkanlah. Pemimpin kita tidak butuh pembenaran atas semua yang ia lakukan. Karena mereka butuh nasihat dengan cara yang hikmah. Mereka juga tidka butuh celaan yang brutal. Karena mereka butuh doa. Kita saja, para kepala keluarga, butuh doa dari istri dan anak kita agar bisa memimpin bahtera rumah tangga dengan baik. Agar bisa bermuamalah dengan istri dan anak dengan cara yang penuh kasih. Agar bisa memenuhi kebutuhan mereka semua. Itu sekala kecil, rumah tangga. Tentu mengurus negara butuh doa yang lebih besar dan lebih banyak dari rakyatnya.<br>
Oleh karena itulah kaum muslimin, kita perlua pula memperbaiki diri kita agar masyarakat semakin baik. Jika masyarakat baik, maka negara pun akan menjadi baik, stabil, dan maju. Kemudian kita juga harus mendoakan pemimpin-pemimpin kita. Jika mereka mendapat petunjuk, yang menikmati kepemimpinannya juga kita sebagai rakyat.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا – رَحِمَكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">للَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl"><b>Oleh tim KhotbahJumat.com</b><br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-54933336121953829582016-03-20T16:37:00.001-07:002016-03-30T07:39:41.234-07:00Kewajiban Seorang Muslim Terhadap Alquran<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه،ُ ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ))، ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً))، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً*يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً)). أما بعد :</p>
<p dir="rtl">فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثاَتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Alquran merupakan sumber dari segala hukum Islam. Dengan Alquran itulah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> mengutus Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> kepada seluruh manusia. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا</p>
<p dir="rtl">“Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. al-Furqan: 1).<br>
Demikian pula dengan sunnah Nabi. Hadits-hadits Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> memiliki peran yang berdampingan dengan Alquran menjadi pedoman hukum dalam syariat Islam. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ</p>
<p dir="rtl">“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. al-Hasyr: 7).<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menurunkan Alquran secara berangsur-angsur. Wahyu pertama turun saat Ramadhan pada malam lailatul-qadr, sebagaimana Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan.” (QS. al-Qadr: 1).<br>
Usia Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> pada saat itu ialah 40 tahun sebagaimana masyhur disebutkan oleh kalangan ahli ilmu. Usia yang ideal bagi seseorang dalam mencapai kesempurnaan nalar, akal dan pengetahuan.<br>
Alquran turun dari sisi Allah <i>Ta’ala</i> kepada Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dengan perantaraan Malaikat Jibril Alaihissallam. Dia adalah pemimpin para malaikat. Allah <i>Ta’ala</i> mensifati Malaikat Jibril dengan firman-Nya,</p>
<p dir="ltr">إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ﴿١٩﴾ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ﴿٢٠﴾مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Alquran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati disana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (QS. at-Takwir: 19-21).<br>
Juga firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>,</p>
<p dir="ltr">عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ﴿٥﴾ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ</p>
<p dir="rtl">“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.” (QS. an-Najm: 5-6).<br>
Ibadallah,<br>
Dari uraian singkat di atas, kita bisa mengerti bahwa Alquran memiliki kedudukan yang tinggi. Alquran merupakan wahyu dari Rabbul-‘alamin, penguasa alam semesta, Dzat yang Mahakuasa atas segala sesuatu, yaitu Allah Tabaraka wa <i>Ta’ala</i>. Alquran diturunkan kepada manusia paling agung dan mulia semenjak Allah menciptakan manusia yang pertama hingga manusia yang terakhir. Pemimpin sekaligus pemimpin para nabi dan rasul. Beliau adalah Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Alquran diturunkan dengan perantara makhluk yang taat kepada Allah, yaitu malaikat. Bahkan merupakan malaikat terbaik dan pemimpin para malaikat. Dialah Malaikat Jibril. Dan Alquran diturunkan pada waktu yang sangat mulia, yaitu bulan Ramadhan. Bahkan malam diturunkan Alquran merupakan malam lailatul-qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan.<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ﴿١﴾وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ﴿٢﴾لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ﴿٣﴾تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ﴿٤﴾سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. al-Qadr: 1-5).<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Kemuliaan Alquran lainya, yaitu ia akan tetap terjaga kemurniaannya hingga hari Kiamat. Dan masih banyak lagi keistimewaan yang terdapat pada Alquran.<br>
Setelah mengetahui kedudukan Alquran, maka sebagai seorang Muslim, kita wajib mempedulikan Alquran. Kita lakukan amal-amal kebaikan berkaitan dengan kitab yang mulai ini.<br>
<b>Pertama</b>: Membaca Dan Menghafalkan Alquran.<br>
Membaca Alquran merupakan langkah awal seseorang bermuamalah dengan Alquran. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> memerintahkan agar kita rajin membacanya, sebagaimana tertuang dalam sabda beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,</p>
<p dir="ltr">اقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ…</p>
<p dir="rtl">“Bacalah Alquran, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat bagi orang yang membacanya…” (HR Muslim).<br>
Ketahuilah, Allah menjadikan amalan membaca Alquran termasuk sebagai salah satu yang bernilai ibadah kepada-Nya. Allah memberikan pahala bacaan Alquran bukan per surat atau per ayat, akan tetapi pahalanya per huruf dari Alquran yang kita baca. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَ لاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ</p>
<p dir="rtl">“Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf. Akan tetapi alif adalah satu huruf, lam adalah satu huruf dan mim adalah satu huruf.” (HR. at-Tirmidzi).<br>
<b>Kedua</b>: Mentadabburi Dan Mempelajarinya Alquran.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman:</p>
<p dir="ltr">أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا</p>
<p dir="rtl">“Maka, apakah mereka tidak memperhatikan Alquran, ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> juga berfirman,</p>
<p dir="ltr">كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ</p>
<p dir="rtl">“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shad: 29).<br>
<b>Ketiga</b>: Mengajarkan Alquran.<br>
Alquran merupakan sebaik-baik ilmu. Barangsiapa yang menyebarluaskan dan mengajarkannya kepada orang lain, maka ia akan mendapatkan balasan yang terus mengalir Allah <i>Ta’ala</i>. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَّةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ</p>
<p dir="rtl">“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara, (yaitu) shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).<br>
Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga bersabda,</p>
<p dir="ltr">خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ</p>
<p dir="rtl">“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR. Imam al-Bukhari).<br>
<b>Keempat</b>: Mengamalkannya.<br>
Demikianlah kewajiban seseorang yang telah mengetahui sebuah ilmu. Hendaklah ia mengamalkannya. Suatu ilmu tidak akan berguna jika tidak pernah diamalkan. Karena buah dari ilmu ialah amal. Dan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> hanya akan memberi balasan berdasarkan amal yang dikerjakan.<br>
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. ath-Thur: 16).</p>
<p dir="ltr">جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ</p>
<p dir="rtl">“Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-Waqi`ah: 24).<br>
Berkaitan dengan seorang ahlul-qur`an, Sahabat Abdullah bin Mas’ud pernah berkata: “Pengemban Alquran harus bisa dikenali saat malam hari ketika manusia tertidur lelap, saat siang hari ketika manusia berbuka, dengan tangisnya ketika menusia tertawa, dengan wara’nya ketika manusia berbaur, dengan diamnya ketika manusia larut dalam pembicaraan yang tidak bermanfaat, dengan kekhusyuannya ketika manusia bersikap angkuh, dan dengan sedihnya ketika manusia bersuka cita”.<br>
Semoga Allah <i>Ta’ala</i> menjadikan kita sebagai ahlul-qur’an. Yaitu orang-orang yang selalu menyibukkan diri dengan membaca, mempelajari, mengajarkan dan mengamalkan Alquran. Sehingga pada hari Kiamat, Alquran mendatangi untuk memberi syafaat bagi kita di hadapan Allah Tabaraka wa <i>Ta’ala</i>.</p>
<p dir="ltr">اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ</p>
<p dir="rtl">أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Sebagai wujud memuliakan Alquran, hendaklah kita menjaga adab-adab saat membacanya.<br>
<b>Pertama</b>: Membacanya dalam keadaan yang paling sempurna. Yaitu dengan bersuci, menghadap kiblat dan duduk dengan sopan.<br>
<b>Kedua</b>: Membacanya dengan tartil dan tidak tergesa-gesa. Karena tidak layak seseorang membaca Alquran dengan terlalu cepat, sehingga dalam waktu kurang dari tiga hari ia telah selesai mengkhatamkan bacaannya. Padahal terdapat sebuah riwayat tentang ashabus-sunnan dan dishahihkan at-Tirmidzi, bahwasanya Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثِ لَيَالٍ لَمْ يَفْقَهْهُ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang (mengkhatamkan) membaca Alquran dalam waktu kurang dari tiga hari maka ia tidak dapat memahaminya.”<br>
<b>Ketiga</b>: Selalu khusyu’ ketika membacanya, menampakkan kesedihan, dan berusaha menangis.<br>
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang jayyid, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">اُتْلُوْا الْقُرْآنَ وَابْكُوْا. فَإِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكُوْا</p>
<p dir="rtl">“Bacalah Alquran dan menangislah. Apabila kamu tidak bisa menangis, maka berusahalah membuat-buat diri menangis.”<br>
<b>Keempat</b>: Hendaklah memperindah suaranya.<br>
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Sahabat Abu Hurairah, bahwasanya Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنَ</p>
<p dir="rtl">“Bukan golongan kami orang yang tidak membaca Alquran dengan irama.”<br>
<b>Kelima</b>: Seorang yang membaca Alquran hendaklah menyembunyikan suaranya jika ia khawatir akan menimbulkan riya`, atau sum’ah pada dirinya, atau apabila dikhawatirkan akan mengganggu orang yang sedang shalat.<br>
Selanjutnya, hendaklah seorang muslim berusaha memperbanyak hafalan Alquran di dadanya, karena hal ini termasuk tanda keimanan seseorang, dan salah satu tanda orang yang diberi ilmu. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ</p>
<p dir="rtl">“Sebenarnya, Alquran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zhalim.” (QS. al-Ankabut: 49).</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl">(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Abu Sauda di majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M)<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-90863992026519189442016-03-20T16:34:00.001-07:002016-03-29T12:52:11.459-07:00Al Wadud Yg mencintai hamba nya yg sholeh<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ بَلَّغَ الرِسَالَةَ وَأَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ حَتَّى أَتَاهُ اليَقِيْنُ، وَمَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا تَرَكَ شَرّاً إِلَّا حَذَّرَ الْأُمَّةَ مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ. وَتَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا: عَمَلٌ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ رَجَاءَ ثَوَابَ اللهِ، وَتَرْكٌ لِمَعْصِيَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ خِيْفَةَ عَذَابِ اللهِ.</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Di antara asma-ul husna, nama-nama Allah yang agung adalah al-Wadud yaitu Yang Maha mencintai hamba-hamba-Nya yang shaleh.<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman,</p>
<p dir="ltr">وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ</p>
<p dir="rtl">“Dan mohonlah ampun kepada Rabb-mu (Allah) kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesengguhnya Rabb-ku Maha Mencintai hamba-hamba-Nya lagi Maha Pengasih.” (QS. Hud: 90).<br>
Kemudian Firman-Nya juga<i>a Jalla</i>,</p>
<p dir="ltr">إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ﴿١٣﴾وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Dia-lah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). Dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai hamba-hamba-Nya.” (QS. al-Buruj: 13-14).<br>
Berdasarkan ayat-ayat yang telah khotib sebutkan, para ulama menetapkan al-Wadud sebagai salah satu dari nama Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yang Maha Indah.<br>
Ibnu Faris <i>rahimahullah</i> dan Ibnul Atsir <i>rahimahullah</i> menjelaskan bahwa asal kata nama ini secara bahasa berarti al-mahabbah (kecintaan).<br>
Demikian pula Abdur Rahman as-Sa’di <i>rahimahullah</i> menerangkan bahwa asal kata nama ini berarti al-mahabbah ash-shafiyah (kecintaan yang murni).<br>
Para ulama juga menjelaskan bahwa nama Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> Al-Wadud bisa berarti al-maudud (yang dicintai), sehingga pengertiannya menjadi Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> itu dicintai dalam hati para kekasih-Nya (hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya). Juga bisa berarti Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> mencintai hamba-hamba-Nya yang shaleh. Sebagaimana firman-Nya:</p>
<p dir="ltr">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ</p>
<p dir="rtl">“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari (meninggalkan) agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siap yang dihendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Maidah: 54).<br>
Al-Wadud adalah Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> mencintai para nabi dan rasul-Nya, serta orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dan mereka pun mencintai-Nya. Mereka mencintai-Nya lebih dari segala sesuatu (yang ada di dunia), sehingga hati mereka dipenuhi dengan kecintaan kepada-Nya, lidah mereka selalu mengucapkan pujian bagi-Nya dan jiwa mereka selalu tertuju kepada-Nya dalam kecintaan, keikhlasan dan kembali kepada-Nya dalam semua keadaan”.<br>
Ketika menafsirkan firman Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>,</p>
<p dir="ltr">وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ</p>
<p dir="rtl">“Dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai hamba-hamba-Nya.” (QS. al-Buruj: 14).<br>
Dialah Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yang dicintai para wali-Nya, hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya, dengan kecintaan yang tidak ada bandingannya dengan apapun di dunia ini. Sebagaimana Dia <i>‘Azza wa Jalla</i> tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam sifat-sifat keagungan, keindahan, kesempurnaan makna dan perbuatan-perbuatan-Nya, maka kecintaan kepada-Nya di hati hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya sesuai dengan itu semua, (yaitu) tidak sesuatu pun dari bentuk-bentuk kecintaan yang menyamainya.<br>
Oleh karena itu, kecintaan kepada-Nya adalah landasan pokok peribadatan, dan kecintaan ini mendahalui dan melebihi semua kecintaan lainnya. Jika kecintaan-kecintaan lain itu tidak mengikuti/mendukung kecintaan kepada-Nya, maka semua itu akan menjadi siksaan dan bencana bagi seorang hamba.<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Orang yang paling sempurna dalam penghambaan diri dan ketakwaan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> adalah orang yang paling sempurna pemahamannya terhadap nama-nama Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna.<br>
Tidak terkecuali dalam hal ini nama Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> al-Wadud, memahami kandungan nama ini dengan benar merupakan sebab utama untuk meraih<i>mahabbatullah</i> (kecintaan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>) dan menjadikan-Nya lebih dicintai dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Karena, dengan memahami kandungan nama ini, seorang hamba akan mempersaksikan bahwa Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> sungguh telah memudahkan bagi hamba-hamba-Nya berbagai sebab dan sarana agar mereka bisa mencapai mahabbatullah (kecintaan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>), yang merupakan sumber kebaikan dan kebahagiaan hakiki bagi hati dan jiwa manusia.<br>
Sebab-sebab tersebut di antaranya: dengan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya melalui nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, ini merupakan sebab yang paling besar dan utama. Demikian pula dengan limpahan berbagai macam nikmat, karunia dan kebaikan dari-Nya kepada-hamba-Nya, ini tentu akan menggerakkan hati mereka untuk mencintai-Nya, karena jiwa manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang berbuat banyak kebaikan untuk dirinya.<br>
Al-Wadud berarti bahwa Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan memperkenalkan kepada mereka sifat-sifat-Nya yang maha indah, berbagai karunia-Nya yang sangat luas, kelembutan-Nya yang tersembunyi dan bemacam-macam nikmat-Nya yang tampak maupun tidak. Maka Dialah al-Wadud yang berarti al-waadud yang mencintai dan juga berarti al-maudud yang dicintai. Dialah yang mencintai para wali dan hamba yang dipilih-Nya, dan mereka pun mencintai-Nya, maka Dialah yang mencintai mereka dan menjadikan dalam hati mereka kecintaan kepada-Nya. Lalu ketika mereka mencintai-Nya Dia pun mencintai mereka dengan kecintaan lain yang lebih sempurna sebagai balasan kebaikan atas kecintaan tulus mereka kepada-Nya.<br>
Maka karunia/kebaikan semua kembali kepada-Nya, karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta kepada-Nya, Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam Alquran) sifat-sifat-Nya yang maha luas, agung dan indah, yang ini semua akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan.<br>
Dan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas. Masing-masing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam menyempurnakan penghambaan diri seorang hamba dan menarik hati hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya. Kemudian Dia mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya yang agung, yang dengan itu Allah menciptakan, menghidupkan, memperbaiki keadaan dan menyempurnakan semua urusan mereka. Bahkan dengan itu Allah menyempurnakan kebutuhan-kebutuhan pokok, memudahkan urusan-urusan, menghilangkan semua kesulitan dan kesusahan, menetapkan hukum-hukum syariat dan memudahkan mereka menjalankannya, serta menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka…<br>
Maka semua yang ada di dunia dari hal-hal yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia, yang lahir maupun batin, adalah (bersumber) dari kebaikan dan kedermawanan-Nya, untuk mengajak hamba-hamba-Nya agar mencintai-Nya.<br>
Ibadallah,<br>
Sungguh hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang selalu berbuat baik kepadanya. Maka kebaikan apa yang lebih agung dari kebaikan yang Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i> limpahkan kepada hamba-hamba-Nya? Kebaikan ini tidak sanggup untuk dihitung jenis dan macamnya, apalagi satuan-satuannya. Padahal setiap nikmat dari Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> mengharuskan bagi hamba untuk hati mereka dipenuhi dengan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan kepada-Nya”.<br>
Demikian pula, termasuk bukti sempurnanya kebaikan dan kedermawanan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yaitu bahwa seorang hamba yang lancang berbuat maksiat dan kurang dalam menunaikan kewajibannya dalam beribadah kepada-Nya, tapi bersamaan dengan itu semua, Dia <i>‘Azza wa Jalla</i> tetap melimpahkan berbagai macam nikmat kepadanya, mengondisikan berbagai sebab untuk memudahkan hamba tersebut kembali kepada-Nya, bahkan Dia <i>‘Azza wa Jalla</i>mengampuni dosa-dosa dan kekurangan hamba tersebut, sehingga kembalilah kecintaan-Nya kepada hamba tersebut.<br>
Lebih dari itu, bahkan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> sangat bergembira menerima taubat seorang hamba yang bertubat kepada-Nya melebihi kegembiraan terbesar yang pernah dialami manusia dan Dia <i>‘Azza wa Jalla</i> menyayangi hamba-hamba-Nya melebihi sayangnya seorang ibu kepada anak bayinya.<br>
Inilah rahasia mengapa dalam dua ayat di atas Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>menggandengkan nama-Nya al-Wadud dengan nama-Nya ar-Rahim (Maha Pengasih) dan al-Ghafur (Maha Pengampun).<br>
Imam Ibnul Qayyim <i>rahimahullah</i> berkata, “Dalam ayat ini terdapat rahasia hikmah yang halus, yaitu bahwa Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> mencintai hamba-hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya dan bahwa Dia <i>‘Azza wa Jalla</i> mencintai hamba-Nya setelah mendapat pengampunan-Nya. Maka Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>mengampuni-Nya kemudian mencintai-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:</p>
<p dir="ltr">إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. al-Baqarah: 222).<br>
Maka orang yang bertaubat adalah kekasih Allah”.<br>
Ibadallah,<br>
Demikian juga, termasuk pengaruh positif dari keimanan yang benar terhadap nama Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yang maha agung ini adalah memudahkan seorang hamba untuk menjadikan segala bentuk kecintaannya, baik yang bersifat agama maupun tabiat, seluruhnya mengikuti kecintaan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>.<br>
Adapun dalam kecintaan yang bersifat agama, maka ketika seorang hamba mencintai Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, dia pasti akan mencintai orang-orang yang dicintai-Nya, yaitu para nabi, rasul dan orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka. Demikian pula mencintai semua amal shaleh yang mendekatkan diri kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Iia akan mencintai semua yang dicintai oleh Allah<i>‘Azza wa Jalla</i>, berupa waktu, tempat, pebuatan maupun manusia. Sebagaimana doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>: “(Ya Allah) aku memohon kepada-Mu kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai semua amal perbuatan yang mendekatkan diriku kepada kecintaan kepada-mu”.<br>
Inilah ciri utama orang yang telah meraih kesempurnaan iman, sebagaimana sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>: “Ada tiga sifat, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman (kesempurnaan iman): menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih dicintai daripada (siapapun) selain keduanya, mencintai orang lain semata-mata karena Allah, dan merasa benci (enggan) untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana enggan untuk dilemparkan ke dalam api”.<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Adapun dalam kecintaan yang bersifat tabiat, maka seorang hamba yang mencintai Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> , dia akan melakukan hal-hal yang diinginkan oleh nafsunya secara fitrah bawaan manusia, seperti makan, minum, berpakaian dan tidur, semua itu dilakukannya dalam rangka membantunya untuk meraih kecintaan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> (untuk menguatkannya melakukan ketaatan kepada-Nya) dan dengan motivasi untuk menunaikan perintah-perintah-Nya yang bersifat mutlak dalam hal-hal yang mubah, seperti dalam firman-Nya:</p>
<p dir="ltr">وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا</p>
<p dir="rtl">“(Hai manusia), makan dan minumlah…” (QS. al-A’raf :31).<br>
Maka jadilah sebab yang mendorong hamba tersebut dalam melakukan semua ini adalah untuk menunaikan perintah Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dan tujuannya untuk membantunya meraih kecintaan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>. Sehingga dengan ini semua, hal-hal yang tadinya merupakan kebiasaan tersebut berubah menjadi ibadah dan jadilah seluruh waktu mereka diisi dengan hal-hal yang semakin mendekatkan mereka kepada-Nya.</p>
<p dir="ltr">بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتِ، لَهُ الْحَمْدُ أَمَرَ بِالفْضَائِلِ وَالصَّالِحَاتِ، وَنَهَى عَنِ الْبَغْيِ وَالعُدْوَانِ وَالرَّذَائِلِ وَالْمُنْكَرَاتِ، أَحْمَدُ رَبِّي عَلَى نِعَمِهِ الظَاهِرَاتِ وَالْبَاطِنَةِ الَّتِي أَسْبَغَهَا عَلَيْنَا وَعَلَى المَخْلُقَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ الأَقْوَالِ وَالأَفْعَالِ وَالإِرَدَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَعَثَ اللهُ بِالْبَيِّنَاتِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ السَّابِقِيْنَ إِلَى الخَيْرَاتِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ:</p>
<p dir="rtl">فَاتَّقُوْا اللهَ –عَزَّوَجَلَّ- وَأَطِيْعُوْهُ، وَكُوْنُوْا دَائِمًا عَلَى حَذْرٍ وَخَوْفٍ مِنَ المَعَاصِي، فَإِنَّ بَطْشَ اللهُ شَدِيْدٌ.</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Semua dampak positif yang agung dan mulia ini adalah termasuk buah dari kecintaan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Semua ini akan semakin kuat pengaruhnya sesuai dengan kuatnya kecintaan kepada-Nya yang ada dalam hati manusia, kecintaan ini adalah ruh keimanan, hakikat tauhid, inti penghambaan diri dan landasan pendekatan diri kepada-Nya.<br>
Maka, sebagaimana Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> tidak ada yang serupa dengan-Nya dalam zat dan sifat-sifat-Nya, demikian pula kecintaan kepada-Nya dalam hati para wali-Nya tidak ada bandingannya dalam sebab dan tujuannya, dalam kadar dan dampaknya, dalam kenikmatan dan kelezatannya, dalam ketetapan dan kesinambungannya, serta dalam kesuciannya dari segala noda dan kotoran dari semua sisi.<br>
Tidak lupa kami tegaskan di sini, bahwa termasuk sebab terbesar untuk meraih kecintaan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> adalah mencintai Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dan sunnah-sunnah beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, serta bersungguh-sungguh dalam mengikutinya(24) , sebagaimana firman-Nya:</p>
<p dir="ltr">قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ</p>
<p dir="rtl">Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Ali ‘Imran/3:31).<br>
Demikianlah, dan kami akhiri khotbah ini dengan memohon kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia <i>‘Azza wa Jalla</i> senantiasa memudahkan bagi kita untuk meraih kecintaan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia <i>‘Azza wa Jalla</i> Maha mendengar dan Maha Mengabulkan doa.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl">(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Abdullah bin Taslim di majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV/1433H/2012).<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-51351427976570088992016-03-20T16:30:00.001-07:002016-03-20T16:30:42.473-07:00Hak Suami Dan Istri<p dir="ltr"><b>Khutbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ ومُبلِّغُ النَّاسِ شَرْعَهُ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ:</p>
<p dir="rtl">اَتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ.</p>
<p dir="rtl">وَتَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا عَمَلٌ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكٌ لِمَعْصِيَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ خِيْفَةَ عَذَابِ اللهِ .</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Keluarga diibaratkan seperti batu bata pertama dalam sebuah bangunan masyarakat. Apabila keluarga baik, maka masyarakat pun akan ikut menjadi baik dan sebaliknya jika keluarga rusak, maka masyarakat akan menjadi rusak pula. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian kepada urusan keluarga dengan perhatian yang sangat besar, sebagaimana Islam juga mengatur hal-hal yang dapat menjamin keselamatan dan kebahagiaan keluarga tersebut.<br>
Islam mengibaratkan keluarga seperti suatu lembaga yang berdiri di atas suatu kerjasama antara dua orang. Penanggung jawab yang pertama dalam kerjasama tersebut adalah suami. Allah berfirman :</p>
<p dir="ltr">الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ</p>
<p dir="rtl">“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS.An-Nisaa’: 34)<br>
Islam menentukan hak-hak di antara keduanya yang dengan menjalankan hak-hak tersebut, maka akan tercapai ketenteraman dan keberlangsungan lembaga. Islam menyuruh keduanya agar menunaikan apa yang menjadi kewajibannya dan tidak mempermasalahkan beberapa kesalahan kecil yang mungkin saja terjadi.<br>
Ibadallah,<br>
Allah <i>Ta’ala</i> berfirman:</p>
<p dir="ltr">نْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً</p>
<p dir="rtl">“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Ruum: 21)<br>
Rasa cinta dan kasih sayang yang terjadi di antara suami isteri nyaris tidak dapat ditemukan di antara dua orang mukmin. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> akan senang jika cinta dan kasih sayang tersebut selalu ada dan langgeng pada setiap pasangan suami isteri. Oleh karena itu, Dia <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>menentukan beberapa hak bagi mereka yang dapat menjaga dan memelihara rasa cinta dan kasih sayang tersebut dari kesirnaan. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman:</p>
<p dir="ltr">وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ</p>
<p dir="rtl">“Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228)<br>
Hal ini merupakan suatu kaidah menyeluruh yang mengatakan bahwasanya seorang wanita memiliki kesamaan dengan laki-laki dalam semua hak, kecuali satu perkara yang diungkapkan oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dengan firman-Nya:</p>
<p dir="ltr">وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ</p>
<p dir="rtl">“Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya.” (QS. Al-Baqarah: 228)<br>
Dan hak-hak isteri maupun kewajiban-kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf telah diketahui di kalangan masyarakat dan apa yang berlaku pada ‘urf (kebiasaan) masya-rakat itu mengikuti syari’at, keyakinan, adab dan kebiasaan mereka. Hal ini akan menjadi tolak ukur pertimbangan bagi suami dalam memperlakukan isterinya dalam keadaan apa pun. Jika ingin meminta sesuatu kepada isterinya, suami akan ingat bahwa sesungguhnya ia mempunyai kewajiban untuk memberikan kepada isteri sesuatu yang semisal dengan apa yang ia minta. Oleh karena itu, Ibnu ‘Abbas <i>radhiyallahu ‘anhuma</i> berkata, “Sesungguhnya aku berhias diri untuk isteriku sebagaimana ia menghias diri untukku.”(1)<br>
Seorang mukmin yang hakiki akan mengakui adanya hak-hak bagi isterinya, sebagaimana firman Allah <i>Ta’ala</i>:</p>
<p dir="ltr">وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ</p>
<p dir="rtl">“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.”<br>
Dan juga sebagaimana sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>:</p>
<p dir="ltr">أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.</p>
<p dir="rtl">“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.”<br>
Dan seorang mukmin yang paham, ia akan selalu berusaha untuk memenuhi hak-hak isterinya tanpa melihat apakah haknya sudah terpenuhi atau belum, karena ia sangat menginginkan kelanggengan cinta dan kasih sayang di antara mereka berdua, sebagaimana ia juga akan selalu berusaha untuk tidak memberikan kesempatan sedikit pun bagi syaitan yang selalu ingin memisahkan mereka berdua.<br>
Sebagai bentuk pengamalan hadits “ad-Diinun Nashiihah” (agama adalah nasihat), kami akan menyebutkan apa saja hak-hak isteri atas suami yang kemudian akan dilanjutkan dengan penjelasan tentang hak-hak suami atas isteri dengan harapan agar para pasangan suami isteri paham dan kemudian mau saling nasehat-menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.</p>
<p dir="ltr">إِنَّ لِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا.</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya isteri-isteri kalian memiliki hak atas kalian”<br>
Kaum muslimin rahimani warahimakumullah,<br>
Di antara hak isteri adalah:<br>
Pertama: Suami harus memperlakukan isteri dengan cara yang ma’ruf, karena Allah <i>Ta’ala</i> telah berfirman:</p>
<p dir="ltr">وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ</p>
<p dir="rtl">“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An-Nisaa’: 19)<br>
Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperin-tahkan oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dalam mendidik isteri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (isteri) telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai, sebagaimana firman Allah<i>Subhanahu wa Ta’ala</i>:</p>
<p dir="ltr">وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا</p>
<p dir="rtl">“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. An-Nisaa: 34)<br>
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab:</p>
<p dir="ltr">أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.</p>
<p dir="rtl">“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).<br>
Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap isteri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>:</p>
<p dir="ltr">أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ.</p>
<p dir="rtl">“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya.” (HR. Tirmidzi).<br>
Ibdallah,<br>
Sikap memuliakan isteri menunjukkan kepribadian yang sempurna, sedangkan sikap merendahkan isteri adalah suatu tanda akan kehinaan orang tersebut. Dan di antara sikap memuliakan isteri adalah dengan bersikap lemah lembut dan bersenda gurau dengannya. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> selalu bersikap lemah lembut dan berlomba (lari) dengan para isterinya. ‘Aisyah <i>radhiyallahu ‘anhuma</i> pernah berkata, “Rasulullah<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> pernah mengajakku lomba lari dan akulah yang menjadi pemenangnya dan setiap kami lomba lari aku pasti selalu menang, sampai pada saat aku keberatan badan beliau mengajakku lari lagi dan beliaulah yang menang, maka kemudian beliau bersabda, ‘Ini adalah balasan untuk kekalahanku yang kemarin.’” (5)<br>
Dan Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menganggap setiap permainan itu adalah bathil kecuali jika dilakukan dengan isteri, beliau bersabda:</p>
<p dir="ltr">كُلُّ شَيْئٍ يَلْهُوْبِهِ ابْنُ آدَمَ فَهُوَ بَاطِلٌ إِلاَّ ثَلاَثًا: رَمْيُهُ عَنْ قَوْسِهِ، وَتَأْدِيْبُهُ فَرَسَهُ، وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ، فَإِنَّهُنَّ مِنَ الْحَقِّ.</p>
<p dir="rtl">“Segala sesuatu yang dijadikan permainan bani Adam adalah bathil kecuali tiga hal: melempar (anak panah) dari busurnya, melatih kuda dan bercanda dengan isteri, sesungguhnya semua itu adalah hak.” (HR. an-Nasai).<br>
Kedua: Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukan olehnya, karena Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda:</p>
<p dir="ltr">لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.</p>
<p dir="rtl">“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai.” (HR. Muslim).<br>
Di dalam hadits yang lain beliau juga pernah bersabda:</p>
<p dir="ltr">اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.</p>
<p dir="rtl">“Berilah nasihat kepada wanita (isteri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Sesuatu yang paling bengkok ialah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya (tanpa menggunakan perhitungan yang matang, maka kalian akan mematahkannya, sedang jika kalian membiarkannya), maka ia akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasihat kepada isteri dengan baik.” (Muttafaqun ‘alaihi).<br>
Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya tidak disebut akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari menyakitinya, namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya.” Dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Diriwayatkan bahwa para isteri beliau pernah protes, bahkan salah satu di antara mereka pernah mendiamkan beliau selama sehari semalam.”<br>
Ketiga: Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.<br>
Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepada-Nya, karena ia adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang isterinya. Ia adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya. Berdasarkan firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>:</p>
<p dir="ltr">الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ</p>
<p dir="rtl">“Para lelaki adalah pemimpin bagi para wanita.” (QS. An-Nisaa’: 34)<br>
Juga berdasarkan sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>:</p>
<p dir="ltr">وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِيْ أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.</p>
<p dir="rtl">“Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘alaihi).<br>
Keempat: Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelis-majelis ta’lim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman:</p>
<p dir="ltr">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ</p>
<p dir="rtl">“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6)<br>
Dan isteri adalah termasuk dalam golongan al-Ahl (keluarga). Kemudian menjaga diri dan keluarga dari api Neraka tentunya harus dengan iman dan amal shalih, sedangkan amal shalih harus didasari dengan ilmu dan pengetahuan supaya ia dapat menjalankannya sesuai dengan syari’at yang telah ditentukan.<br>
Kelima: Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>:</p>
<p dir="ltr">وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا</p>
<p dir="rtl">“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaahaa: 132)<br>
Keenam: Suami mau mengizinkan isteri keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin shalat berjamaah di masjid atau ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarruj (berhias) atau sufur.<br>
Ketujuh: Suami tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan umum. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Asma’ binti Yazid<i>radhiyallahu ‘anhuma</i>:<br>
Bahwasanya pada suatu saat ia bersama Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>dan para Sahabat dari kalangan laki-laki dan para wanita sedang duduk-duduk. Beliau bersabda, “Apakah ada seorang laki-laki yang menceritakan apa yang telah ia lakukan bersama isterinya atau adakah seorang isteri yang menceritakan apa yang telah ia lakukan dengan suaminya?”<br>
Akan tetapi semuanya terdiam, kemudian aku (Asma’) berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka semua telah melakukan hal tersebut.” Maka Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “Janganlah kalian melakukannya, karena sesungguhnya yang demikian itu seperti syaitan yang bertemu dengan syaitan perempuan, kemudian ia menggaulinya sedangkan manusia menyaksikannya.”</p>
<p dir="ltr">أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ</p>
<p dir="rtl">Kdelapan: Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua dan anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka. Seperti halnya pada saat Sulhul Hudaibiyah (perjanjian damai Hudaibiyyah), setelah beliau selesai menulis perjanjian, beliau bersabda kepada para Sahabat:</p>
<p dir="ltr">قُوْمُوْا فَانْحَرُوْا، ثُمَّ احْلِقُوْ.</p>
<p dir="rtl">“Segeralah kalian berkurban, kemudian cukurlah rambut-rambut kalian.”<br>
Akan tetapi tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah Rasululah Shaallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau mengulangi perintah tersebut tiga kali. Ketika beliau melihat tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah tersebut, beliau masuk menemui Ummu Salamah Radhiyallahu anha kemudian menceritakan apa yang telah terjadi. Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka melakukan perintahmu? Keluarlah dan jangan berkata apa-apa dengan seorang pun sampai engkau menyembelih binatang kurbanmu dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.” Maka beliau keluar dan tidak mengajak bicara seorang pun sampai beliau melakukan apa yang dikatakan oleh isterinya. Maka tatkala para Sahabat melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah, mereka bergegas untuk menyembelih hewan-hewan kurban, mereka saling mencukur rambut satu sama lain, sampai-sampai hampir saja sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya.<br>
Demikianlah, Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memberikan kebaikan yang banyak bagi Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> melalui pendapat isterinya yang bernama Ummu Salamah. Sangat berbeda dengan contoh-contoh kezhaliman yang dilakukan oleh sebagian orang, serta slogan-slogan yang melarang keras bermusyawarah dengan isteri. Seperti perkataan sebagian dari mereka bahwa, “Pendapat wanita jika benar, maka akan membawa kerusakan satu tahun dan jika tidak, maka akan membawa kesialan seumur hidup.”<br>
Kesembilan: Suami harus segera pulang ke rumah isteri setelah shalat ‘Isya’. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal tersebut berlangsung lama dan sering berulang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya. Oleh karena itu, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mengingkari apa yang telah dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr <i>radhiyallahu ‘anhuma</i> karena lamanya bergadang (beribadah) malam dan menjauhi isterinya, kemudian beliau bersabda:</p>
<p dir="ltr">إِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا.</p>
<p dir="rtl">“Sesungguhnya isterimu mempunyai hak yang wajib engkau tunaikan.” (Muttafaqun ‘alaihi).<br>
Kesepuluh: Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>melarang yang demikian. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda:</p>
<p dir="ltr">مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى أَحَدِهِمَا دُوْنَ اْلأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu di antara keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan miring sebelah.”(HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan selainnya).<br>
Demikianlah sejumlah hak para isteri yang harus ditunaikan oleh para suami. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam usaha memenuhi hak-hak isteri tersebut. Sesungguhnya dalam memenuhi hak-hak isteri adalah salah satu di antara sebab kebahagian dalam kehidupan berumah tangga dan termasuk salah satu sebab ketenangan dan keselamatan keluarga serta sebab menjauhnya segala permasalahan yang dapat mengusik dan menghilangkan rasa aman, tenteram, damai, serta rasa cinta dan kasih sayang.<br>
Kami juga memperingatkan kepada para isteri agar mau melupakan kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah ia menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam mengabdikan diri untuk suami, karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.</p>
<p dir="ltr">وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنثوْبَنَا وَاجْعَلْ عَمَلَنَا فِي رِضَاكَ، وَوَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .</p>
<p dir="rtl">(Didaptasi dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir)<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6197793813412212866.post-14743487078776542912016-03-15T05:03:00.001-07:002016-03-15T05:03:08.752-07:00Tawasul Kepada Allah<p dir="ltr">Kh<b>utbah Pertama:</b></p>
<p dir="ltr">إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرّاً إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.</p>
<p dir="rtl">Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman:</p>
<p dir="ltr">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ</p>
<p dir="rtl">“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya.” (QS. al-Ma-idah: 35)<br>
al-Wasilah secara bahasa (etimologi) berarti segala hal yang dapat menggapai sesuatu atau dapat mendekatkan kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah wasaa-il<br>
Ibnu Abbas <i>radhiyallahu anhu</i> berkata, “Makna wasilah dalam ayat tersebut adalah peribadahan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.” Demikian pula Qatadah mengatakan tentang makna ayat tersebut, “Mendekatlah kepada Allah dengan mentaati-Nya dan mengerjakan amalan yang diridhai-Nya.”<br>
Ibadallah,<br>
Tawassul (mendekatkan diri kepada Allah dengan cara tertentu) ada tiga macam:<br>
<b>Pertama</b>: Tawasul yang disyariatkan. Yaitu tawassul kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>dengan Asma’ dan Sifat-Nya dengan amal shalih yang dikerjakannya atau melalui doa orang shalih yang masih hidup.<br>
<b>Kedua</b>: Tawasul yang bid’ah. Yaitu mendekatkan diri kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>dengan cara yang tidak disebutkan dalam syariat, seperti tawassul dengan pribadi para Nabi dan orang-orang shalih, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka, dan sebagainya.<br>
<b>Ketiga</b>: Tawasul yang syirik. Yatiu bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam ibadah, termasuk berdoa kepada mereka, meminta keperluan dan memohon pertolongan kepada mereka.<br>
Tawassul yang yang disyariatkan juga ada 3 macam, yaitu:<br>
<b>Pertama</b>: Tawassul Dengan Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah <i>Subhanahu Wa Ta’ala</i>.<br>
Yaitu seseorang memulai doa kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dengan mengagungkan, membesarkan, memuji, mensucikan Dzat-Nya yang Maha Tinggi, Nama-Nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi kemudian berdoa (memohon) apa yang dia inginkan. Inilah bentuk doa dengan menjadikan pujian dan pengagungan sebagai wasilah kepada-Nya agar Dia mengabulkan doa dan permintaannya sehingga dia pun mendapatkan apa yang dia minta dari Rabb-nya.<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman:</p>
<p dir="ltr">وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ</p>
<p dir="rtl">“Dan Allah memiliki asma-ul husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah-artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf:180)<br>
Dalil dari al-Hadits tentang tawassul yang disyariatkan ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik <i>radhiyallahu anhu</i>, bahwa Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mendengar seseorang yang berucap dalam dalam shalatnya:</p>
<p dir="ltr">اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، اَلْمَنَّانُ، يَا بَدِيْعَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ، يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ، إِنِّي أَسْأَلُكَ ( الْجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ )</p>
<p dir="rtl">“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu. Sesungguhnya bagi-Mu segala pujian, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Mu, Maha Pemberi nikmat, Pencipta langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya. Ya Rabb Yang memiliki keagungan dan kemuliaan, ya Rabb Yang Mahahidup, ya Rabb yang mengurusi segala sesuatu, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu agar dimasukkan (ke surga dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka).”<br>
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda:</p>
<p dir="ltr">لَقَدْ دَعَا اللهَ بِاسْمِهِ الْعَظِيْمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ، وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى</p>
<p dir="rtl">“Sungguh dia telah meminta kepada Allah dengan Nama-Nya yang paling agung yang apabila seseorang berdoa dengannya niscaya akan dikabulkan, dan apabila ia meminta akan dipenuhi permintaannya.”(HR. Bukhari dan selainnya).<br>
Juga hadits lain yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> berdoa:</p>
<p dir="ltr">يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ أَصْلِحْ لِى شَأْنِي كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ.</p>
<p dir="rtl">“Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Maha Berdiri sendiri (tidak butuh segala sesuatu) dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan Engkau serahkan urusanku kepada diriku meskipun hanya sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).” (HR. an-Nasa-I dan Hakim).<br>
<b>Kedua</b>: Seorang Muslim Bertawassul Dengan Amal Shalih Yang Dilakukannya.<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman:</p>
<p dir="ltr">الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ</p>
<p dir="rtl">“(Yaitu) orang-orang yang berdoa: ‘Ya Rabb kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari adzab neraka.” (QS. Ali ‘Imran: 16).<br>
<b>Ketiga</b>: Tawassul Kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> Dengan Doa Orang Shalih Yang Masih Hidup.<br>
Jika seorang muslim menghadapi kesulitan atau tertimpa musibah besar, namun ia menyadari kekurangan-kekurangan dirinya di hadapan Allah <i>‘Azza wa Jalla</i>, sedang ia ingin mendapatkan sebab yang kuat kepada Allah, lalu ia pergi kepada orang yang diyakini keshalihan dan ketakwaannya, atau memiliki keutamaan dan pengetahuan tentang al-Qur-an serta as-Sunnah, kemudian ia meminta kepada orang shalih itu agar mendoakan dirinya kepada Allah supaya ia dibebaskan dari kesedihan dan kesusahan, maka cara demikian ini termasuk tawassul yang dibolehkan, seperti:<br>
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik <i>radhiyallahu anhu</i> bahwa ‘Umar bin al-Khaththab <i>radhiyallahu anhu</i> -ketika terjadi musim paceklik- ia meminta hujan kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> melalui ‘Abbas bin ‘Abdil Muthalib <i>radhiyallahu anhu</i>, lalu berkata, “Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepada-Mu melalui Nabi kami, lalu Engkau menurunkan hujan kepada kami. Sekarang kami memohon kepada-Mu melalui paman Nabi kami, maka berilah kami hujan.” Ia (Anas bin Malik) berkata, “Lalu mereka pun diberi hujan.”(HR. Bukhari dan selainnya).<br>
Seorang Mukmin dapat pula minta didoakan oleh saudaranya untuknya seperti ucapannya, “Berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan keselamatan bagiku atau memenuhi keperluanku.” Dan yang serupa dengan itu. Sebagaimana juga Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> meminta kepada seluruh ummatnya untuk mendoakan beliau, seperti bershalawat kepada beliau setelah adzan atau memohon kepada Allah agar beliau diberikan wasilah, keutamaan dan kedudukan yang terpuji yang telah dijanjikan oleh-Nya.<br>
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash <i>radhiyallahu anhu</i>, bahwasanya ia mendengar Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda:</p>
<p dir="ltr">إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ، ثُمَّ صَلُّوْا عَلَيَّ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لِيَ الْوَسِيْلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ تَعَالَى، وَأَرْجُو أَنْ أَكُوْنَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوَسِيْلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ.</p>
<p dir="rtl">“Apabila kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin. Kemudian bershalawatlah kepadaku, karena sesungguhnya barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah wasilah (derajat di Surga) kepada Allah untukku karena ia adalah kedudukan di dalam Surga yang tidak layak bagi seseorang kecuali bagi seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan aku berharap akulah hamba tersebut. Maka, barang siapa memohonkan wasilah untukku, maka dihalalkan syafaatku baginya.(HR. Muslim).<br>
Doa yang dimaksud adalah doa sesudah adzan yang diajarkan oleh Nabi<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>:</p>
<p dir="ltr">اَللّٰهُمَّ رَبَّ هٰذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ</p>
<p dir="rtl">“Ya Allah, Rabb Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang akan didirikan. Berilah al-wasilah (kedudukan di Surga) dan keutamaan kepada Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> . Bangkitkanlah beliau sehingga dapat menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan.” (HR. Bukhari).<br>
Kaum muslimin rahimakumullah,<br>
Suka atau tidak, sebuah realita yang terjadi pada umat ini adalah adanya bid’ah di tengah-tengah mereka. Suatu amalan baru yang menyerupai syariat akan tetapi sejatinya tidak dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tawassul yang bid’ah yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat. Tawassul yang bid’ah ini ada beberapa macam, di antaranya:<br>
Tawassul dengan kedudukan Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>atau kedudukan orang selainnya.Tawassul dengan dzat makhluk.Jika dimaksudkan: seseorang bersumpah dengan makhluk dalam meminta kepada Allah, maka tawassul ini—seperti bersumpah dengan makhluk—tidak dibolehkan, sebab sumpah makhluk terhadap makhluk tidak dibolehkan, bahkan termasuk syirik, sebagaimana disebutkan di dalam hadits, Nabi<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</p>
<p dir="ltr">مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ</p>
<p dir="rtl">“Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Nama Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” (HR. Tirmidzi).<br>
Apalagi bersumpah dengan makhluk kepada Allah, maka Allah tidak menjadikan permohonan kepada makhluk sebagai sebab terkabulnya doa dan Dia tidak mensyariatkannya.<br>
Tawassul dengan hak makhluk.Tawassul ini pun tidak dibolehkan, karena dua alasan:<br>
Pertama, bahwa Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> tidak wajib memenuhi hak atas seseorang, tetapi justru sebaliknya, Allah-lah yang menganugerahi hak tersebut kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman-Nya :</p>
<p dir="ltr">وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ</p>
<p dir="rtl">“… Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.” (QS. ar-Rum: 47).<br>
Orang yang taat berhak mendapatkan balasan (kebaikan) dari Allah karena anugerah dan nikmat, bukan karena balasan setara sebagaimana makhluk dengan makhluk yang lain.<br>
Kedua, hak yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya adalah hak khusus bagi diri hamba tersebut dan tidak ada kaitannya dengan orang lain dalam hak tersebut. Jika ada yang bertawassul dengannya, padahal dia tidak mempunyai hak berarti dia bertawassul dengan perkara asing yang tidak ada kaitannya antara dirinya dengan hal tersebut dan itu tidak bermanfaat untuknya sama sekali.<br>
Demikian kaum muslimin, khotib sampaikan pada khotbah yang pertama ini tentang dua bentuk tawassul. Tawassul yang disunnahkan dan tawassul yang menyerupai syariat akan tetapi bukan bagian dari syariat. Mudah-mudahan Allah menuntun kita untuk meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah kepada Allah dan dalam tindak-tanduk di kehidupan kita .</p>
<p dir="ltr">بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.</p>
<p dir="rtl"><b>Khutbah Kedua:</b></p>
<p dir="ltr">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرِ لَهُ عَلَى مَنِّهِ وَجُوْدِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ.</p>
<p dir="rtl">أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .</p>
<p dir="rtl">Ibadallah,<br>
Pada khotbah pertama telah khotib jelaskan bentuk tawassul yang terlarang meskipun ia masih mirip dengan bentuk ibadah. Adalah lagi bentuk tawassul yang merupakan ibadah yang utama ini, namun dicampuri kesyirikan. Inilah yang dinamakan dengan tawassul yang syirik.<br>
Tawassul yang syirik, yaitu menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai tempat ditujukannya ibadah seperti berdoa kepada mereka, meminta hajat, atau memohon pertolongan sesuatu kepada mereka.<br>
Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> berfirman :</p>
<p dir="ltr">أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ</p>
<p dir="rtl">“Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’ Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.” (QS. az-Zumar: 3).<br>
Tawassul dengan meminta doa kepada orang mati tidak diperbolehkan bahkan perbuatan ini adalah syirik akbar. Karena mayit sudah tidak bias lagi berdoa seperti ketika ia masih hidup. Demikian juga meminta syafa’at kepada orang mati, karena ‘Umar bin al-Khaththab <i>radhiyallahu anhu</i>, Mu’awiyah bin Abi Sufyan <i>radhiyallahu anhu</i> dan para Shahabat yang bersama mereka, juga para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik ketika ditimpa kekeringan mereka memohon diturunkannya hujan, bertawassul, dan meminta syafa’at kepada orang yang masih hidup, seperti kepada al-‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib dan Yazid bin al-Aswad. Mereka tidak bertawassul, meminta syafa’at dan memohon diturunkannya hujan melalui Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, baik di kuburan beliau atau pun di kuburan orang lain, tetapi mereka mencari pengganti (dengan orang yang masih hidup).<br>
‘Umar bin al-Khaththab <i>radhiyallahu anhu</i> berkata, ‘Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepada-Mu dengan perantaraan Nabi-Mu, sehingga Engkau menurunkan hujan kepada kami dan kini kami bertawassul kepada-Mu dengan perantaraan paman Nabi kami, karena itu turunkanlah hujan kepada kami.’ Ia (Anas) berkata: ‘Lalu Allah menurunkan hujan.’<br>
Mereka menjadikan al-‘Abbas <i>radhiyallahu anhu</i> sebagai pengganti dalam bertawassul ketika mereka tidak lagi bertawassul kepada Nabi Muhammad<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, sesuai dengan yang disyariatkan sebagaimana yang telah mereka lakukan sebelumnya. Padahal sangat mungkin bagi mereka untuk datang ke kubur Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dan bertawassul melalui beliau, jika memang hal itu dibolehkan. Dan mereka (para Sahabat) meninggalkan praktek-praktek tersebut merupakan bukti tidak diperbolehkannya bertawassul dengan orang mati, baik meminta doa maupun syafa’at kepada mereka. Seandainya meminta doa atau syafa’at, baik kepada orang mati atau maupun yang masih hidup itu sama saja, tentu mereka tidak berpaling dari Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> kepada orang yang lebih rendah derajatnya.</p>
<p dir="ltr">وَمَا يَسْتَوِي الْأَحْيَاءُ وَلَا الْأَمْوَاتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ</p>
<p dir="rtl">“Dan tidak (pula) sama orang yang hidup dengan orang yang mati. Sungguh, Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang Dia kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).<br>
Setelah kita mengetahui bentuk-bentuk tawassul ini, di antara kita mungkin akan mendapati ternyata bentuk-bentuk tawassul yang dilarang itu terjadi di sekitar kita. Maka wajib bagi kita memperingatkan keluarga, saudara, teman, dan masyarakat secara umum tentang bentuk yang dilarang ini.<br>
Dan bagi kita yang belum mengetahui bentuk tawassul yang diperbolehkan, maka ia bisa memanfaatkan syariat yang Allah tuntunkan ini dalam memanjatkan doa kepada-Nya. Mudah-mudahan hal itu menjadi penyebab diterimanya dan dikabulkannya doa-doa kita.</p>
<p dir="ltr">عِبَادَ اللهِ: وَ صَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.</p>
<p dir="rtl">للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.</p>
<p dir="rtl">عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .</p>
<p dir="rtl">(Didaptasi dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV/1433H/2012M).<br><br></p>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16545323160810823102noreply@blogger.com0