Saturday, May 21, 2016

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} ,

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا }

أَمَّا بَعْدُ…

فَإِنَّ خَيْرَ الكَلَامِ كَلَامُ اللهِ وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ رَسُوْلِ اللهِ وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

Kaum muslimin rahimakumullah,
Sesungguhnya umat Islam pada hari ini berada dalam keadaan lemah, sangat lemah. Kita dengar darah mengalir, luka-luka menganga, rumah dihancurkan, orang-orang mengungsi, anak-anak menjadi yatim, wanita-wanita menjadi janda, semua itu terjadi pada kita kaum muslimin. Kita menjadi umat yang lemah, diremehkan, dan tertinggal. Musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir mencengkeram kita dan mengucurkan darah kita. Mereka menodai kehormatan wanita-wanita muslimah dan menghancurkan rumah-rumah kaum muslimin.
Keadaan ini adalah musibah yang besar. Umat ini berada dalam kondisi sakit parah dan perlu segera diberikan solusi secara khusus agar menjadi obat mujarab yang menyembuhkan mereka.
Ibadallah,
Orang-orang berbeda pendapat tentang bagaiamana pengobatan yang harus ditempuh. Ketika berbeda pendapat dan berselisih kita diperintahkan agar mengembalikan perselisihan tersebut kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah.” (QS. Asy-Syura: 10).
Ibdallah,
Sebagian kelompok ada yang mengatakan, “Sesungguhnya sebab kelemahan umat Islam adalah karena mereka dikuasai oleh orang-orang kafir. Kalau orang-orang kafir ini tidak menguasai kaum muslimin, niscaya umat Islam akan menjadi kuat”.
Kemudian mereka membuat formula sebagai solusinya. Mereka mengatakan, “Oleh karena itu, umat Islam harus sibuk mempelajari konspirasi-konspirasi dan tipu daya orang-orang kafir”. Kemudian kelompok ini pun disibukkan dengan permasalahan politik atau hal yang serupa dengannya.
Kelompok yang lain mengatakan, “Sebab lemahnya kaum muslimin karena mereka dikuasai oleh pemimpin-pemimpin yang zalim”. Maka mereka menjadikan hal ini sebagai isu utama untuk mengentaskan masalah kelemahan umat.
Yang lain lagi menyatakan, “Sebab lemahnya kaum muslimin adalah karena mereka meninggalkan jihad. Sekiranya kita kembali berjihad, niscaya kita akan menjadi kuat. Dan kita hadapi saja mereka”.
Ada lagi yang menyatakan, “Lemahnya kaum muslimin dikarenakan mereka berpecah belah. Sekiranya mereka bersatu, mereka layaknya menjadi tangan yang satu yang memberikan kekuatan yang utuh yang mampu mengalahkan musuh-musuh mereka”.
Tidak diragukan lagi, sebab-sebab ini adalah hal yang menjadikan umat Islam lemah. Namun, hal ini bukanlah penyebab inti dan utama.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Perhatikanlah hal berikut ini:
Pertama: Orang yang mengatakan “Sebab lemahnya kaum muslimin karena kuatnya musuh mereka”. Telah dibantah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Alquran. Dia menjelaskan seandainya kita berpegang teguh dengan agama kita, maka kekuatan musuh itu tidak akan memiliki dampak bahaya pada kaum muslimin. Jika umat ini berpegang teguh pada ajarannya, Allah akan menguatkan umat ini dengan sebab-sebab yang dinalar oleh akal. Allah Ta’alaberfirman,

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (QS. Ali Imran: 120).
Kedua: Mereka yang mengatakan “Sebab lemahnya kaum muslimin karena penguasa-penguasanya zalim”. Kita katakan, Allah telah menjelaskan dalam Alquran bahwa penguasa itu satu tipe dengan rakyatnya. Jika rakyatnya adalah orang-orang yang zalim, maka Allah akan menjadikan penguasa mereka dari kalangan orang-orang zalim itu sendiri. Dia berfirman,

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS: Al-An’am: 129).
Ketiga: Mereka yang mengatakan “Sebab lemahnya umat Islam karena mereka berpecah belah”. Lalu mereka berpendapat, solusinya adalah mempersatukan umat ini walaupun akidahnya berbeda-beda. Allah Ta’ala menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi dicela dengan persatuan seperti ini. Dia berfirman,

تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى

“Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah.” (QS. Al-Hasyr: 14).
Keempat: Adapun bagi mereka yang menyatakan bahwa sebab lemahnya umat Islam ini karena meninggalkan jihad, maka kita katakan Allah telah membantah pendapat mereka dengan menuntunkan untuk tidak berjihad saat sedang dalam kondisi lemah. Ketika mereka tidak mampu menghadapi musuh, tapi mereka malah memaksa berperang, maka mereka malah mendapat dosa. Karena peperangan akan memperparah keadaan dan kelemahan. Tidak mesti selalu, meninggalkan jihad adalah sebab lemahnya umat Islam.
Jika demikian –kaum muslimin rahimakumullah- apa yang menjadi penyebab lemahnya umat Islam? Bagaimana kita bisa menjadi kuat sebagaimana umat Islam terdahulu kuat di masa Khulafa-ur Rasyidin? Dan juga umat Islam terdahulu dengan kerajaan-kerajaan mereka, kuat dalam masa ratusan tahun lamanya.
Jawabannya adalah Allah yang Maha Bijaksana telah menjelaskan kepada kita secara gamblang bahwa kelemahan kita saat ini dikarenakan dosa yang telah kita lakukan.
Sesungguhnya maraknya kemaksiatan dan dosa di tengah-tengah kaum muslimin adalah sebab lemahnya mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165).
Dia juga berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS. Ar-Rum: 41).
Firman-Nya juga,

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS: Al-An’am: 129).
Dan firman-Nya,

وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا

“dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun.” (QS. At-Taubah: 25).
Subhanallah! Perbuatan dosa adalah sebab yang mengacaukan barsan kaum muslimin di Perang Hunain, padahal jumlah mereka saat itu banyak dan keadaan mereka superior atas musuhnya.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Renungkanlah keadaan ini dan bandingkanlah dengna keadaan kita saat ini. Betapa banyak syirik besar menyebar di masyarakat kita dan di negeri-negeri kaum muslimin. Betapa banyak kita saksikan makam dan kuburan yang diagungkan dan disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baru-baru ini terjadi di salah satu negeri Islam, pada hari maulid Nabi, mereka berkumpul di makam orang yang mereka sebut sebagai orang shaleh atau wali. Kemudian mereka menyembelih 3000 hewan sembelihan untuk penghuni makam tersebut. Setelah itu mereka meminta-minta kepada penghuni makam. Mereka telah menyekutukan Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka telah berbuat maksiat kepada Allah dengan kemaksiatan terbesar yakni syirik akbar. Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat murka dengan perbuatan yang demikian. Dia berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa: 48).
Dan firman-Nya,

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72).
Ibadallah,
Betapa banyak kuburan dan mayit yang dijadikan tempat meminta selain Allah. Mereka adukan kebutuhan mereka di kala sulit dan ditimpa musibah.
Betapa banyak bid’ah yang tersebar di timur dan barat negeri kaum muslimin.
Adapun perbuatan maksiat dan memperturutkan hawa nafsu, tidak perlu diperdebatkan lagi. Hal ini tersebar di negeri-negeri Islam di dunia ini. Kita sama sekali tidak sulit menemukan wanita-wanita muslimah membuka auratnya sebagaimana orang-orang Barat melakukannya.
Kita temukan cara berpakaian wanita muslimah tidak ada bedanya dengan non muslimah. Hingga kita tidak bisa membedakan mana yang muslimah dan mana yang bukan.
Subhanallah! Dimanakah ayah-ayah yang bertanggung jawab atas mereka? Dan dimanakah suami-suami yang semestinya melindungi mereka?
Dan masih banyak lagi kemaksiatan semisal riba, sihir atau perdukunan, zina, gibah, dll. Kita memohon kepada Allah yang tiada sesembahan yang benar kecuali Dia, agar menjaga kita dan menganugerahkan kasih sayang-Nya kepada kita.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Setelah begitu banyak dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan, di antara kita ada yang masih bertanya “mengapa umat Islam lemah dan tertinggal?”
Ibdallah,
Jika kita menginginkan kejayaan, datangnya pertolongan Allah, kuat, dan dikokohkan kedudukan kita, maka hendaklah kita kembali kepada agama kita. Kembali memurnikan tauhid kepada Allah. Mengikuti sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Meninggalkan kemaksiatan, baik yang besar maupun yang kecil. Apabila salah seorang dari kita berbuat dosa dan maksiat, maka hendaknya yang lain peduli dengan cara menasihatinya.
Tidak kita pungkiri, perbuatan dosa tersebar hingga di jalan-jalan. Namun kaum muslimin tidak berusaha mencegahnya. Allah Ta’ala berfirman,

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79).
Jika mencegah kemungkaran sudah kita tinggalkan, maka apa yang kita lakukan tersebut menjadi sebab terbesar lemahnya kaum muslimin. Demi Allah, sekiranya bagian dari dunia kita diambil oleh orang lain, maka kita akan berusaha mencegah orang itu agar tidak mengambil hak dunia kita tersebut. Namun sayang, ketika hak agama –yakni Islam menjadi lemah-, maka kaum muslimin berpikir ulang untuk mencegah orang yang menyebabkan Islam menjadi lemah. Oleh karena itulah kita menjadi umat yang lemah.

اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيْمُ مُنَّ عَلَيْنَا بِالاِسْتِقَامَةِ عَلَى دِيْنِكَ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِالتَوْحِيْدِ قَائِمِيْنَ، وَلِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّبِعِيْنَ، اَللَّهُمَّ قَوِّ الإِسْلَامَ بِأَهْلِهِ وَقَوِّ أَهْلَهُ بِهِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ .

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ

أَمَّا بَعْدُ:

Kaum muslimin rahimakumullah,
Karena lemahnya kaum muslimin, orang-orang kafir pun sekarang berani mengejek dan mengolok-olok Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai mereka berlomba-lomba untuk mengolok-olok Nabi kita dan kekasih kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keadaan lemah ini pula yang membuat orang-orang kafir menguasai kaum muslimin.
Dalam keadaan lemah ini, kaum muslimin masih terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang tidak peduli terhadap permasalahan ini. Ini benar-benar bentuk kelemahan yang sangat. Terkadang ketika diri kita sendiri dicandai oleh sebagian teman kita dengan gurauan tertentu, itu saja bisa membuat kita marah. Lalu bagaimana bisa ia tidak peduli dengan kehormatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kelompok kedua, mereka yang berlebih-lebihan hingga menyakiti dan menyerang orang-orang non muslim di negeri-negeri mereka. Atau membunuh orang non muslim yang tidak bersalah. Atau mengadakan pengerusakan di sana.
Perbuatan-perbuatan ini semakin menambah permusuhan dari kalangan orang-orang kafir dan olok-olok mereka terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kian menjadi-jadi. Mereka juga kian mengintimidasi umat Islam yang minoritas di negeri-negeri mereka. Oleh karena itu, wajib bagi kita menjadi seorang muslim yang bijak. Hendaknya kita bisa membedakan dimana kondisi lemah dan kondisi kuat. Namun tetap tidak takut terhadap mereka. Allah Ta’alaberfirman,

وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ

“Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. Ar-Rum: 60).
Ibadallah,
Wajib bagi setiap muslim untuk berlaku bijak. Kita saat ini sedang berada dalam kondisi lemah. Orang yang cerdas akan pandai melihat hal-hal yang cenderung kepada kemaslahatan. Janganlah hanya mengandalkan semangat dan emosi semata yang malah berakibat bencana bagi kaum muslimin lainnya. Dan ia pun menjadi penyebab tidak diterimanya dakwah Islam. Juga menjadi penyebab semakin tersebarnya olok-olok orang kafir kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sungguh membuat kita sedih ketika melihat orang-orang yang merendahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membuat gambar yang mereka sebut itu adalah Rasulullah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kita cintai lebih dari diri kita, ayah kita, dan ibu kita. Dan gara-gara tindakan ceroboh kita, mereka malah semakin menghina Nabi dan menyanjung para kartunis yang menghina beliau itu.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Hendaknya kita berdiri di barisan yang sama. Hendaknya kita juga memiliki tekad yang satu. Yakni membela agama Allah dan agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jangan kita berloyalitas berdasarkan kelompok dan partai. Kita membela kelompok dan partai kita semata. Walaupun terkadang kelompok dan partai kita berada dalam kekeliruan, penyimpangan, atau bahkan menentang Islam.

اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِالكَافِرِيْنَ اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِالْكَافِرِيْنَ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ .

اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِكُلِّ مَنْ سَبَّ رَسُوْلَنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللهُ شَلْ يَدَهُ، اَللَّهُمَّ جَمْدِ العُرُوْقَ فِي دَمِهِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ عِبْرَةً وَآيَةً لِمَنْ وَرَاءَهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ اَلَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَرْحَمَ إِخْوَانَنَا فِي بِلَادِ الشَّامِ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ وَفِي كُلِّ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ .

Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Aziz ar-Rais


Friday, May 20, 2016

Khutbah Pertama :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اَلْعَلِيُّ الكَبِيْرُ، اَلعَلِيْمُ القَدِيْرُ، أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ، وَأَسْأَلُهُ دَوَامَ الشُّكْرِ عَلَى نِعَمِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَيْهِ المَصِيْرُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ اَلبَشِيْرُ النَّذِيْرُ، وَالسِّرَاجُ المُنِيْرُ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَلَّذِيْنَ جَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ لِنُصْرَةِ دِيْنِ اللهِ حَتَّى أَشْرَقَتِ الأَرْضُ بِالهُدَى وَالنُّوْرِ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَاتَّقُوْا اللهَ تَبْلُغُوْا رِضْوَانَهُ وَجَنَّاتَهُ، وَتَنْجُوْ مِنْ غَضَبِهِ وَعُقُوْبَاتِهِ.

Ibadallah,
Sesungguhnya Rab kalian yang Maha Mulia mengingatkan kalian dengan nikmat-nikmat yang umum dan yang khusus agar kalian bersyukur kepadaNya. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ

“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS. Fathir: 3).
Allah juga berfirman,

وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ إِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٧)

“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: “Kami dengar dan Kami taati”. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati(mu).” (QS. Al-Maidah: 7).
Dan firman-Nya,

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (QS. Luqman: 20).
Dan Allah mengabarkan kepada kita bahwasanya seluruh karunia berasal dari-Nya agar kita menunaikan hak Allah Ta’ala dalam beribadah dan bersyukur. Dan kita berharap tambahan kepada-Nya. Allah berfirman,

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisaa: 79).
Maka kebaikan-kebaikan yang dirasakan oleh manusia semuanya adalah semata-mata karunia dari-Nya dan kasih sayang dari segala sisi. Dan keburukan-keburukan dikarenakan oleh manusia dan Allah telah menetapkan dan mentaqdirkannya, dan Allah tidaklah zalim sedikit pun kepada siapa pun.
Orang-orang mengenal banyak kenikmatan, akan tetapi lupa akan mayoritas kenikmatan, sungguh betapa sering kenikmatan Allah giringkan kepadamu –wahai manusia- manjadikanmu menikmatinya sementara engkau tidak menyadarinya. Betapa banyak keburukan dan musibah yang Allah tolak darimu sementara engkau tidak menyadarinya.
Allah berfirman tentang penjagaan manusia:

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Ra’du: 11).

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jaatsiyah: 13).
Dan banyak dari anggota badan yang bergerak dengan sendirinya –diluar kesadaran manusia- untuk kemanfaatan badan dan berlangsungnya kehidupan badan. Allah berfirman,

وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ (٢١)

“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Ad-Dzaariyat: 21).

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).
Barangsiapa yang tidak mampu menghitung nikmat Allah maka tentu ia tidak tahu mayoritas karunia-Nya.
Allah memberi karunia kepada kita untuk kita gunakan dalam menjalankan ketaatan-Nya dan beribadah kepada-Nya, untuk memakmurkan dunia dan memperbaikinya. Allah berfirman,

كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ

“Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. An-Nahl: 81).

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (٧٨)

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl: 78).
Maka bersyukur atas karunia adalah dengan mengumpulkan beberapa perkara:
Pertama: Dengan mencintai Sang Pemberi Karunia atas karunia-Nya.
Kedua: Tunduk kepada Allah yang maha suci atas karunia-Nya, disertai keyakinan hati bahwasanya seluruh nikmat adalah semata-mata karunia dan pemberian Allah dalam segala hal, sang hamba asalnya tidak punya hak atas nikmat tersebut.
Ketiga: Memuji Rab dengan lisan atas karunia-karunia tersebut.
Keempat: Menerima karunia tersebut dengan menunjukkan kemiskinan dan kefaqiran kepada Allah.
Kelima: Mengagungkan karunia tersebut dan menggunakannya pada perkara yang dicintai oleh Allah.
Barangsiapa yang menggunakan karunia Allah pada perkara yang dicintai oleh Allah dan diridhainya serta menjadikannya sarana untuk menegakan agama pada dirinya, menjalankan kewajiban-kewajiban yang diwajibkan kepadanya, dengan berbuat baik kepada makhluk Allah maka ia telah mensyukuri karunia tersebut. Dan barangsiapa yang menggunakan karunia Allah pada perkara yang dibenci oleh Allah atau menghalangi hak-hak yang wajib pada karunia tersebut maka ia telah kufur nikmat (mengingkari nikmat).
Ummul Mukminin Asiyah radhiallahu ‘anha menulis kepada Mu’awiyahradhiallahu ‘anhu:

إِنَّ أَقَلَّ مَا يَجِبُ لِلْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَنْعَمَ عَلَيْهِ أَلَّا يَجْعَلْ مَا اَنْعَمَ عَلَيْهِ سَبِيْلاً إِلَى مَعْصِيَتِهِ

“Sesungguhnya minimal yang wajib atas orang yang mendapat karunia kepada Sang Pemberi karunia adalah tidak menjadikan karunia tersebut jalan untuk bermaksiat kepada-Nya.”
Keenam: Hendaknya nikmat tersebut tidak menjadikannya sombong dan tertipu, dan syaitan membisikannya bahwa ia lebih baik dari orang lain karena nikmat tersebut, dan ia tidaklah terkhususkan dengan nikmat tersebut kecuali karena ia memiliki keistimewaan dibandingkan yang lainnya.
Hendaknya ia mengetahui bahwasanya Allah menguji dengan kebaikan dan keburukan agar Allah mengetahui orang-orang yang bersyukur dan orang-orang yang bersabar. Dan keimanan setengahnya adalah bersyukur dan setengahnya lagi bersabar. Allah berfirman,

أَلَمْ تَرَ أَنَّ الْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِنِعْمَةِ اللَّهِ لِيُرِيَكُمْ مِنْ آيَاتِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (٣١)

“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.” (QS. Luqman: 31).
Dan diatas manzilah bersyukur atas nikmat adalah bersyukur karena musibah dan keburukan, serta memuji Allah atas perkara-perkara yang dibenci yang menimpa seorang muslim. Dan para pemilik manzilah ini adalah orang yang pertama kali dipanggil untuk masuk ke surga, karena mereka senantiasa memuji Allah dalam segala kondisi.
Allah telah memerintahkan kita untuk bersyukur, Allah berfirman,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ (١٥٢)

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152).

وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (٦)

“Tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6).

وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (١١٤)

“Dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl: 114).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ

“Cintailah Allah karena nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kalian” (HR. At-Tirmidzi).
Bentuk syukur yang terbesar adalah beriman kepada Rabbul ‘alamin, dan ia adalah bentuk bersyukur atas nikmat risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus sebagai rahmat terhadap seluruh manusia. Dan setelahnya adalah bersyukur atas tiap-tiap kenikmatan masing-masing, bahkan terhadap kenikmatan yang terkecil, meskipun tidak ada kenikmatan Allah yang kecil.
Dan bentuk kekufuran yang terbesar adalah kufur kepada Alquran dan sunnah, maka tidak ada faedahnya bersyukur atas kenikmatan apapun jika dibarengi dengan kekufuran terhadap Islam. Allah berfirman,

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٥)

“Barangsiapa yang kafir terhadap keimanan maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5).
Dan Allah telah manjanjikan bagi orang-orang yang bersyukur berkesinambungannya kenikmatan, bertambahnya dan keberkahannya. Allah berfirman,

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (٧)

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).
Dan orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang meraih kemenangan dengan kebaikan dunia dan akhirat. Allah berfirman,

وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ (١٤٥)

“Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145).
Orang-orang yang bersyukur merekalah yang selamat dari hukuman di dunia, keburukan-keburukan di dunia dan selamat dari penderitaan di akhirat. Allah berfirman tentang kaum Nabi Luth ‘alaihissalam:

إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا إِلا آلَ لُوطٍ نَجَّيْنَاهُمْ بِسَحَرٍ (٣٤)نِعْمَةً مِنْ عِنْدِنَا كَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ شَكَرَ (٣٥)

“Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari kami. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-Qamar: 34-35).
Dan bersyukur merupakan kedudukan para Nabi, para Rasul, dan hamba-hamba Allah yang beriman. Allah berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam:

إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا (٣)

“Sesungguhnya Dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra': 3).
Allah berfirman,

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٢٠)شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (١٢١)

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. dan sekali-kali bukanlah Dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” (QS. An-Nahl: 120-121).
Allah berfirman,

يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (١٤٤)

“Hai Musa, sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 144).
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat malam hingga kedua kakinya pecah-pecah”. Maka Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah engkau sholat malam hingga kedua kakimu pecah-pecah padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang?”. Maka Nabi berkata, “Mengapa tidakkah lebih baik aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang Allah khususkan kepada mereka kenikmatan yang tidak diberikan kepada selain mereka. Allah berfirman,

وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَؤُلاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ (٥٣)

“Dan Demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?” (QS. Al-An’am: 53).
Dan orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang khusus di sisi Allah, oleh karenanya mereka sedikit. Allah berfirman,

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (١٣)

“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba': 13).
Wahai orang yang bersyukur, tetaplah terus bersyukur dan istiqomah, barangsiapa yang benar bersama Allah maka Allah akan memenuhi janji-Nya. Allah berfirman,

وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (٤٠)

“Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al-Baqarah: 40).
Jangan sampai engkau ditutup oleh setan –wahai hamba yang bersyukur- sehingga engkaupun kurang dalam bersyukur atau kau merubah bersyukur menjadi kufur terhadap nikmat, kondisi juga akan berubah kepadamu dari kebaikan menjadi keburukan dan kejelekan. Allah berfirman,

سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢١١)

“Tanyakanlah kepada Bani Israil: “Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka”. dan Barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, Maka Sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 211).
Barangsiapa yang senantiasa bersyukur maka Allah akan menambahkan kenikmatan baginya, dan barangsiapa yang berpindah dari kemaksiatan menuju keridoan Allah maka akan berubah kondisinya dari hal yang dibencinya kepada hal yang disukainya. Barangsiapa yang mentaati Allah dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan maka Allah akan mengatur urusannya dan memberi taufiq kepadanya dan membaguskan kesudahannya dalam segala perkara. Dari Anas radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Jibril dari Allah berfirman:
“Barangsiapa yang merendahkan wali-Ku maka ia telah mengumandangkan perang dengan-Ku. Dan Aku tidaklah bimbang terhadap perkara yang hendak Aku lakukan sebagaimana kebimbangan-Ku dalam mencabut nyawa seorang mukmin. Ia benci kematian sementara aku tidak ingin melakukan sesuatu yang ia tidak sukai, padahal ia harus meninggal.
Dan sesungguhnya diantara hamba-hamba-Ku yang beriman ada yang menghendaki sebuah pintu dari ibadah, maka Aku pun menahannya agar ia tidak dimasuki oleh ujub yang akhirnya merusak amalannya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku sebagaimana ia menunaikan apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan dirinya dengan yang sunnah-sunnah hingga Aku mencintainya. Barangsiapa yang Aku mencintainya maka aku baginya menjadi pendengaran, penglihatan, tangan, dan penolong. Ia berdoa kepada-Ku maka Aku kabulkan, ia meminta kepada-Ku maka aku berikan. Ia telah berbuat kebaikan demi Aku maka Aku memberikannya kebaikan.
Dan diantara hamba-hamba-Ku ada yang tidak baik keimanannya kecuali disertai kekayaan. Kalau Aku menjadikannya miskin, maka hal itu akan merusaknya. Dan diantara hamba-hamba-Ku ada yang imannya tidak baik kecuali dengan kemiskinan. Kalau Aku lapangkan hartanya, maka akan merusaknya. Dan di antara hamba-hamba-Ku ada yang tidak baik keimanannya kecuali dengan sakit, kalau Aku menyehatkannya maka akan merusaknya. Dan diantara hamba-hambaKu ada yang tidak baik keimanannya kecuali dengan kesehatan, kalau Aku menjadikannya sakit maka akan merusaknya. Aku mengatur hamba-hamba-Ku dengan ilmu-Ku tentang apa yang ada di hati-hati mereka, sesungguhnya Aku maha mengetahui lagi maha mengenal” (HR Ath-Thabrani, dan sebagian lafalnya memiliki syawahid dalam riwayat yang shahih).
Maka hendaknya engkau –wahai hamba Allah- bersama orang-orang yang bersyukur yang Allah mencurahkan kebaikan kepada mereka.
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyebutkan sebuah atsar ilahi:
Allah berfirman: Orang yang mengingat-Ku orang yang bermujalasah dengan-Ku, orang yang bersyukur kepada-Ku adalah orang yang mendapatkan tambahan-Ku, orang yang taat kepada-Ku adalah orang yang mendapatkan kemuliaan-Ku, dan para pelaku maksiat tidaklah Aku menjadikan mereka putus asa dari rahmat-Ku jika mereka bertaubat, maka Aku kekasih mereka, dan jika mereka tidak bertaubat maka Aku menjadi Tabib mereka, Aku menguji mereka dengan musibah-musibah untuk mensucikan mereka dari kesalahan-kesalahan.”
Dan sungguh Allah telah memerintahkanmu untuk termasuk mereka yang beruntung, Allah berfirman,

بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (٦٦)

“Karena itu, Maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Az-Zumar: 66).
Allah telah menyebutkan kenikmatan-kenikmatan secara khusus dalam kitab-Nya karena manfaatnya dan karena keberkahannya bagi umat hingga hari kiamat.
Dan diantara washiat Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bermanfaat adalah sabda beliau:
“Wahai Mu’aadz sesungguhnya aku mencintaimu, maka hendaknya di setiap dubur (akhir) setiap sholat engkau berkata:

اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Ya Allah tolonglah aku untuk mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan baik dalam beribadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa-i).
Dan al-Hamdu dan asy-Syukru saling bercampur makna keduanya disamping masing-masing memiliki makna detail yang khusus. Dan setiap waktu Allah memiliki nikmat-nikmat yang khusus dan umum. Dan bersatunya umat merupakan karunia bagi umat dan kekuatan bagi agama Allah dan penjagaan bagi teraturnya kemaslahatan dunia.
Dan membaiat Pelayan Dua Kota Suci, Raja Salman bin Abdil Aziz hafizahullah,yang telah dilakukan baru saja dan baiat terhadap wakilnya Pangeran Muqrin bin Abdil Aziz hafizahullah, dan baiat kepada wakil dari wakil Raja yaitu Pangeran Muhammad bin Nayif hafizahullah akan merealisasikan manfaat-manfaat, maslahat-maslahat, keuntungan-keuntungan agama dan duniawi bagi negeri dan penduduknya, serta terpenuhinya banyak kebaikan dan hilangnya makar dan kejahatan syaitan terhadap negeri ini. Sebagaimana telah berlaku baiat-baiat sebelumnya. Allah mengingatkan kita untuk bersatu dan melarang kita dari perselisihan. Allah berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103).
Dan ini adalah baiat dari Ahlu Al-Hil wa Al-Aqd dari kalangan para pangeran/pemimpin dan para ulama serta para pemuka merupakan kelaziman –secara syar’i- bagi yang hadir maupun yang tidak hadir. Dan seluruh pemduduk wajib terkena baiat, barangsiapa yang memandang bahwa baiat tersebut tidak wajib baginya maka ia adalah seorang mubtadi’ dan ia tidak memberi kemudharatan kecuali hanya kepada dirinya sendiri. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٠٢)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).
Mensyukuri nikmat manfaat-manfaatnya bagi orang yang bersyukur baik di dunia maupun akhirat. Lalai dari bersyukur mendatangkan kemudorotan bagi yang lalai itu sendiri. Allah berfirman,

وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (١٢)

“Dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12).

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلِهِ القَوِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ إِلَى الخَيْرَاتِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ بِعَدْلِهِ وَحِكْمَتِهِ فَاتَّبَعَ الشَهَوَاتِ، أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ، وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رَبُّ الأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ كعبةُ المَكْرُمَاتِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِيْ الطَّعَاتِ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَاتَّقُوْا اللهَ قِيَامًا بِشُكْرِهِ، وَاذْكُرُوْهُ حَقَّ ذِكْرِهِ.

Ibadallah,
Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٧)

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.” (QS. A-Zumar: 7).
Ketahuilah bahwasanya seorang hamba bagaimanapun ia berusaha untuk taat kepada Rabnya dan mendekatkan dirinya kepada Allah dengan berbagai ibadah, maka ia tidak akan bisa menegakkan rasa syukur kepada Rabnya dengan sempurna. Akan tetapi cukup baginya untuk mengerjakan yang wajib-wajib dan tidak malakukan perkara-perkara yang dilarang. Hendaknya ia mengetahui kalau bukan karena rahmat Allah, maka ia termasuk orang-orang yang merugi. Hendaknya ia selalu beristighfar dari kekurangan, dan memperbanyak doa kepada Rabnya agar ditolong dan diberi taufik.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:

رَبِّ اجْعَلْنِي لَكَ شَكَّارًا، لَكَ ذَكَّارًا، لَكَ رَهَّابًا، لَكَ مِطْوَاعًا، لَكَ مُخْبِتًا، إِلَيْكَ أَوَّاهًا مُنِيبًا، رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِي، وَاغْسِلْ حَوْبَتِي، وَأَجِبْ دَعْوَتِي، وَثَبِّتْ حُجَّتِي، وَسَدِّدْ لِسَانِي، وَاهْدِ قَلْبِي، وَاسْلُلْ سَخِيمَةَ صَدْرِي

“Wahai Rabku jadikanlah aku hamba yang selalu bersyukur kepada-Mu, selalu berdzikir kepadamu, selalu takut kepada-Mu, selalu taat kepada-Mu, selalu menghiba kepada-Mu, selalu kembali kepada-Mu. Wahai Rabku, terimalah taubatku, cucilah dosa-dosaku, kabulkanlah doaku, kokohkanlah hujjahku, luruskanlah lisanku, tunjukilah hatiku, dan bersihkanlah dadaku dari penyakit-penyakit.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ:  إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)).

للَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.

عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .

Diterjemahkan dari khotbah Jumat Asy-Syaikh Ali bin Abdirrahman Al-Hudzaifi (Imam dan Khotib Masjid Nabawi)
Oleh Abu Abdil Muhsin Firanda


Translate

Popular Posts